I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan. Intra dan Ekstra ASEAN Tahun Dono Asmoro ( )

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa dan NAFTA di Amerika Utara

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR MANUFAKTUR DI KAWASAN ASEAN+6 DIAN PERTIWI WARDANI

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21, kerjasama antara negara-negara anggota di kawasan Asia Tenggara atau biasa disebut ASEAN telah memasuki babak baru, terlebih khusus dalam bidang ekonomi. Dimulai dari integrasi ekonomi ASEAN dalam bentuk AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun 1992, dan berakhir pada terbentuknya ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Adanya integrasi ekonomi di berbagai kawasan di dunia menjadi penting dalam mendukung keterbukaan ekonomi. Proses integrasi ekonomi ini penting dilakukan bagi masing-masing kawasan untuk bisa bersaing dengan kawasan lainnya dalam menghadapi arus globalisasi dan perdagangan bebas dunia. Menurut Salvatore (1997) berpendapat bahwa perdagangan bebas akan memaksimalkan output dunia dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat di dalamnya. Sementara Stephenson (1994) mengidentifikasikan bahwa liberalisasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya domestik dan meningkatkan akses pasar ke negara lain. Dengan demikian suatu negara akan berusaha membuka dirinya terhadap perdagangan dengan negara lainnya. Liberalisasi perdagangan pada dasarnya adalah suatu bagian dari kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia yang merupakan keputusan politik ekonomi. Diawali sejak adanya keinginan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas di ASEAN atau AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun 1990-an (Departemen Perdagangan RI, 2010). Kesepakatan AFTA adalah kerangka ekonomi utama di ASEAN. AFTA diterapkan melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang mencanangkan semua tarif bakal dihapus sebelum tahun 2010 untuk ASEAN-6 dan sebelum tahun 2015 Kambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam (Departemen Perdagangan RI 2010). Peranan negara-nagara ASEAN dan mitra dagangnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam perdagangan dunia. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan ekspor dan impor yang berimbas pada membaiknya perekonomian negara-negara ASEAN dan mitra dagangnya. Pada tahun 2001,

2 negara-negara ASEAN+3 dengan total ekspor US$ 1379,71 dan Impor US$ 1268,43 kemudian pada tahun 2010 ekspor dan impor meningkat berturut-turut US$ 4343,69 dan US$ 3894,25. Peningkatan pada nilai ekspor dan impor diikuti peningkatan pada pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 dimana ratarata pertumbuhan ekonomi sebesar 3,07 persen pada tahun 2001 kemudian meningkat menjadi 7,95 persen pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kinerja perekonomian pada negaranegara ASEAN+3, selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai ekspor, impor dan pertumbuhan ekonomi di Negara-negara ASEAN+3 tahun 2001 dan 2010 Pertumbuhan Negara Ekspor (Milyar US$) Impor (Milyar US$) Eonomi (%) 2001 2010 2001 2010 2001 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) China 299,41 1752,40 271,32 1520,33 8,30 10,40 Indonesia 62,63 173,90 49,36 162,35 3,64 6,20 Japan 434,66 833,70 408,04 768,05 0,36 4,44 Korea, Rep. 180,34 531,50 168,93 503,21 3,97 6,32 Malaysia 102,44 231,38 86,25 189,03 0,52 7,19 Philippines 35,10 69,46 40,33 73,08 2,89 7,63 Singapore 171,20 441,59 157,01 381,01-1,15 14,76 Thailand 76,09 227,22 68,59 203,75 2,17 7,81 Vietnam 17,85 82,51 18,60 93,45 6,89 6,78 ASEAN+3 1379,71 4343,69 1268,43 3894,25 Sumber : World Development Indicator 2012 (diolah) Lebih jauh lagi, gagasan pembentukan FTA yang lebih luas telah disepakati, yaitu ASEAN+3 FTA atau East Asia Free Trade Area (EAFTA). FTA ini melibatkan negara anggota ASEAN dan tiga negara besar di kawasan Asia Timur, yakni Cina, Korea Selatan dan Jepang. ASEAN+3 telah sepakat untuk menciptakan perdagangan bebas di kawasan tersebut. Pada dasarnya ASEAN+3 FTA adalah salah satu rangkaian kerjasama antara negara anggota ASEAN dan tiga negara Asia Timur. Kerjasama ini berfokus pada pilar kerjasama ekonomi dan keuangan yang meliputi perdagangan dan investasi, kerjasama keuangan, kesesuaian standar, HKI, transportasi, pariwisata, pangan, pertanian, perikanan dan kehutanan, sumberdaya mineral, UKM, komunikasi dan informasi, serta kerjasama pembangunan.

3 Kerjasama ASEAN+3 juga akan menjadi kawasan free trade area terbesar di dunia karena akan menyebabkan terjadinya integrasi perekonomian yang meliputi sekitar 2,3 milyar konsumen, yaitu sebanyak lebih dari 1,6 milyar dari Asia Timur dan lebih dari 700 juta dari ASEAN (ASEANSEC 2010). Implikasi bagi Indonesia dan negara ASEAN+3 lainnya adalah tingkat persaingan yang lebih ketat, namun juga dapat memberikan peluang untuk mencapai kemakmuran yang lebih besar dalam menghadapi pasar bebas di kawasan ASEAN dan Asia Timur. ASEAN+3 FTA memiliki implikasi bagi Indonesia dan negara lain yang terlibat adalah harus menghadapi pasar bebas kawasan ASEAN dan Asia Timur dengan tingkat persaingan yang lebih ketat. ASEAN+3 FTA dapat memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk maju berkembang mencapai kemakmuran bersama anggota ASEAN+3 lainnya. Di lain pihak, penerapan FTA ini juga bisa menjadi ancaman besar bagi ekonomi Indonesia bila pemerintah dan rakyat Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik (Firdaus AH 2011). 1.2 Perumusan Masalah Terdapat dua mekanisme perdagangan yang sering digunakan dalam menghadapi kebijakan pasar bebas yaitu kebijakan tarif dan non tarif. Secara historis tarif merupakan bentuk hambatan perdagangan yang utama, namun masih banyak bentuk restriksi atau hambatan perdagangan yang lain seperti kuota impor, pembatasan ekspor secara sukarela dan tindakan-tindakan anti-dumping atau lebih dikenal kebijakan non tarif. Dalam praktek perdangan modern saat ini, sebagian besar negara ikut campur dalam kegiatan perdagangan internasional dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan lain yang lebih kompleks selain tarif yakni kebijakan hambatan perdagangan non tarif (Salvatore 1997). Salah satu mekanisme kebijakan perdagangan beberapa tahun belakangan ini yang banyak dilakukan negara di dunia dalam menghadapi kebijakan pasar bebas baik kawasan ASEAN maupun ASEAN+3 atau kebijakan pasar bebas yang lebih luas lagi, adalah melalui pengukuran trade facilitation. Secara umum, pengukuran ini bertujuan untuk menurunkan biaya transaksi perdagangan, meningkatkan daya saing dan meningkatkan efisiensi perdagangan.

4 Kebijakan trade facilitation lebih menitikberatkan kepada kemudahan dalam prosedur perdagangan seperti kerjasama dalam melakukan penyeragaman sistem pada kode barang (harmonized system), kesepatan dalam aturan asal barang (rule of origin), national single windows, modernisasi infrastruktur dan administrasi kepabeanan dan manifest kargo pada pelabuhan. Beberapa tahun belakangan ini, trade facilitation merupakan isu penting dalam perdagangan internasional. Pentingnya trade facilitation ini diakui secara internasional, bahkan WTO (World Trade Organization) dalam konfrensi Menteri Perdagangan di Doha atau dikenal dengan Doha Round pada tanggal 15 Mei 1998 dimana berisi kesepakatan yaitu: WTO akan meningkatkan aspek yang relevan dan mengidentifikasi kebutuhan akan trade facilitation yang diprioritaskan kepada anggotanya, khususnya negara-negara berkembang dan negara maju. Masalah yang banyak dihadapi negara maju maupun negara berkembang khususnya di kawasan Asia Tenggara dalam trade facilitation adalah masalah kemacetan (congestion) dan bottleneck pergerakan barang, terbatasnya infrastruktur, terbatasnya crane, administrasi, dan manifest kargo pada pelabuhan. Menurut penelitian Abe dan Wilson (2007), menunjukkan bahwa kemacetan pelabuhan secara signifikan telah meningkatkan biaya transportasi ke Asia Timur dari Amerika Serikat dan Jepang. Kemudian menurut TSA (Transpacific Stabilization Agreement 2007), menyatakan adanya peningkatan kemacetan di pelabuhan Asia disebakan adanya booming perdagangan intra-asia dan Asia- Eropa. Permasalahan kemacetan (congestion) pergerakan barang di pelabuhan juga mencakup kelangkaan fasilitas pelabuhan, regulasi dan sumber daya manusia. Terkait dengan fasilitas pelabuhan, adalah dengan clearence time untuk ekspor yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan mulai barang masuk pelabuhan untuk muat sampai barang berangkat dari pelabuhan, serta clearence time untuk impor yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan mulai kapal sandar untuk bongkar barang sampai barang keluar dari pelabuhan. Lamanya clearence time di sebagian besar negara-negara ASEAN+3 masih terbilang tinggi sehingga mempengaruhi daya saing produk ekspor dan

5 impor negara itu sendiri. Tingginya clearence time pada sebagian negara ASEAN+3 yang sebagian besar negara sedang berkembang menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan negara ASEAN+3 yang sudah maju seperti Singapura, Jepang dan Korea Selatan, dimana rata-rata clearence time untuk ekspor tahun 2008 sampai 2011 pada negara-negara ASEAN+3 yang tergolong negara berkembang berada diatas 14 hari sementara negara-negara ASEAN+3 yang tergolong maju berada dibawah 10 hari. Sedangkan pada rata-rata clearence time untuk impor pada negara-negara ASEAN+3 yang tergolong sedang berkembang berada diatas 13 hari dan untuk negara-negara ASEAN+3 yang sudah maju hanya berkisar dibawah 11 hari, selengkapnya disajikan Tabel 2. Tabel 2 Clearence time (waktu ekspor dan impor) di pelabuhan negaranegara ASEAN+3 tahun 2008-2011 Waktu Ekspor Waktu Impor Negara Ratarata Rata- 2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011 rata (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) China 21 21 21 21 21 24 24 24 24 24 Indonesia 21 21 21 20 21 27 27 27 27 27 Jepang 10 10 10 10 10 11 11 11 11 11 Korea 11 8 8 8 9 10 8 8 7 8 Malaysia 18 18 18 18 18 14 14 14 14 14 Philipina 17 16 16 15 16 18 16 16 14 16 Singapura 5 5 5 5 5 3 3 3 4 3 Thailand 17 14 14 14 15 14 13 13 13 13 Vietnam 22 24 22 22 23 21 23 21 21 22 Sumber: World Economic Forum 2011 dan WDI 2012 (diolah) Trade facilitation secara tidak langsung ditujukan untuk penurunan biaya transaksi perdagangan dan kemudahan arus perdagangan. Namun, tidak semua negara menempatkan trade facilitation sebagai objek utama. Hal ini disebabkan beberapa negara masih dihadapkan pada keterbatasan sumber daya finansial dan sumber daya manusia. Sebelum ASEAN+3 terbentuk, integrasi ASEAN Free Trade Area melalui ASEAN Economic Community sudah mulai menerapkan prinsip dalam mendorong pelaksanaan trade facilitation salah satunya adalah harmonisasi standar ASEAN yang tujuannya menghilangkan hambatan

6 perdagangan non tarif yang dituangkan dalam kebijakan perjanjian MRA (Mutual Recognition Agreement). MRA yang telah disepakati adalah perjanjian Mutual Recognition Arangement on Electric and Electronic Equipment - EEE-MRA, yang ditandatangai pada bulan April 2002 dan pada September 2003 ditandatangani Agreement on The Harmonized Cosmetics Regulatory Scheme-AHCRS. Mutual Recognition Arrangement on Electric and Electronic Equipment - EEE-MRA. Dalam perkembangannnya, para kepala negara ASEAN pada tahun 2004 juga telah menandatangai The ASEAN Framework Agreement for the Integration of Priority Sectors yang mencakup 12 sektor prioritas yaitu: 1. Produk bebasis kayu, 2. Automotif, 3. Produk berbasis karet, 4. Tekstil dan pakaian, 5. Produk berbasis pertanian, 6. Perikanan, 7. Listrik dan perlengkapan elektronik, 8. E-ASEAN, 9. Pelayanan kesehatan (healthcare), 10. Travel udara, 11. Pariwisata dan 12. Jasa logistik. Dari beberapa sektor maupun komoditi yang masuk dalam kerjasama AFTA dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), bahkan kerjasama ASEAN- Korea Free Trade Area (AKFTA), khususnya dalam kebijakan pengurangan tarif perdagangan yang implementasinya dimulai tahun 2010 sampai dengan 2015 dimana tarif akan diturunkan menjadi 0% - 5 % secara bertahap untuk seluruh pos tarif, sektor pertanian dan manufaktur merupakan sektor penting dalam penyumbang terbesar PDB negara-negara ASEAN+3 (Tjahajana 2011). Dilihat dari kontribusi persektor (Tabel 2), sektor manufaktur memberikan sumbangan yang signifikan hampir di semua negara ASEAN+3 setelah sektor jasa, Kemudian diikuti sektor pertanian. Kecuali Vietnam yang lebih didominasi oleh sektor jasa dan pertanian. Kontribusi PDB terbesar pada perekonomian ASEAN+3 adalah sektor jasa kemudian diikuti sektor manufaktur dan sektor pertanian. Oleh sebab itu penelitian ini memfokuskan pada dua dari tiga sektor penyumbang terbesar PDB di negara-negara ASEAN+3 yaitu sektor pertanian khususnya pertanian barang mentah/baku dan sektor manufaktur.

7 Tabel 3 Struktur PDB menurut Sektor di negara-negara ASEAN+3 tahun 2002 dan 2010 Negara Pertanian (% GDP) Manufaktur (% GDP) Jasa (% GDP) 2002 2010 2002 2010 2002 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) China 13,74 10,10 31,42 29,62 41,47 43,19 Indonesia 15,46 15,31 28,72 24,77 40,08 37,75 Japan 1,46 1,16 19,73 19,47 69,57 71,46 Korea, Rep. 3,98 2,56 26,19 30,56 59,78 58,17 Malaysia 8,99 10,63 29,25 26,11 45,90 44,97 Philippines 13,15 12,31 24,69 21,44 52,27 55,12 Singapore 0,07 0,03 25,17 22,06 68,07 72,08 Thailand 9,43 12,39 33,69 35,62 48,13 42,96 Vietnam 23,03 20,58 20,59 19,68 38,49 38,33 Rata-rata ASEAN+3 9,92 9,45 26,60 25,48 51,53 51,56 Sumber : World Development Indicator 2012 (diolah) Lebih lanjut, dengan ditandatanganinya kerjasama ASEAN+3 FTA pada bulan Oktober 2009 di Thailand akan memberikan implikasi bagi Indonesia dan negara lain yang terlibat, yakni harus siap menghadapi pasar bebas kawasan ASEAN dan Asia Timur dengan tingkat persaingan yang lebih ketat. ASEAN+3 dapat memberikan peluang yang besar bagi Indonesia dan negara-negara yang terlibat dalam meningkatkan perdagangannya. Secara kasat mata, dalam perekonomian dunia saat ini ekspor dan impor telah menjadi sektor unggulan dan faktor penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi suatu negara. Hubungan arus perdagangan dan trade facilitation memiliki hubungan yang erat. Karena trade facilitation mengacu pada seperangkat kebijakan yang mengurangi biaya impor dan ekspor, dalam hal ini termasuk didalamnya unsur tarif dan non tarif (Shepherd & Wilson 2008). Salah satu indikator trade facilitation adalah cleareance time untuk ekspor maupun impor (IFC & World Bank 2011). Dan indikator kinerja perdagangan suatu negara adalah trade balance atau bisa disebut net ekspor yaitu nilai ekspor dikurang nilai impor suatu barang. Hubungan clearence time terhadap kinerja perdagangan memiliki pengaruh yang positif. Namun, dari data rata-rata ASEAN+3 memiliki hasil yang berbeda dimana perbaikan pada cleareance time tidak diikuti perbaikan pada rata-rata kinerja perdagangan ASEAN+3, yang

8 seharusnya dengan meningkatnya perbaikan di sektor trade facilitation menyebabkan clearence time semakin menurun jumlah harinya maka akan menyebabkan kinerja perdagangan semakin membaik. Juta US$ 20000.0 15000.0 10000.0 5000.0 0.0 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Hari 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 ASEAN+3Trade Balance (juta US$) ASEAN+3 time import (hari) ASEAN+3 time export (hari) Sumber: Asian Development Bank 2011 dan International Finance Corporation 2011(diolah) Gambar 1 ASEAN+3 Trade balance dan clearence time Dari Gambar 1 terlihat bahwa kinerja rata-rata perdagangan ASEAN+3 terjadi penurunan dari tahun 2006 sebesar 17111,5 juta US$ menjadi 15910,6 juta US$, dan terus mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 11123,8 juta US$, kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2009 dan tahun 2010 yaitu berturut-turut sebesar 15464,8 juta US$ dan 17220,1 juta US$. Di lain pihak pergerakan ratarata clearence time untuk ekspor dan impor negara-negara ASEAN+3 yang merupakan salah satu indikator trade facilitation. Rata-rata clearence time ekspor dan impor ASEAN+3 menunjukkan peningkatan dari tahun 2006 sampai 2008, kemudian pada tahun 2009 dan 2010 rata-rata clearence time memiliki nilai yang sama tanpa ada perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan pada cleareance time tidak diikuti perbaikan pada rata-rata kinerja perdagangan ASEAN+3, yang seharusnya dengan meningkatnya perbaikan di sektor trade facilitation menyebabkan clearence time semakin menurun jumlah harinya maka akan menyebabkan kinerja perdagangan semakin membaik. Trade facilitation merupakan kebijakan yang kompleks. Kemajuan dalam trade facilitation melibatkan biaya dan sumber daya yang cukup besar yang

9 berhubungan dengan infrastruktur, atau dalam rangka perampingan administrasi kepabeanan. Sehingga sebelum berinvestasi dalam bidang ini, penting bagi para pembuat kebijakan untuk memiliki gagasan tentang mana yang menjadi prioritas untuk negara-negara mereka. Dengan demikian, identifikasi dan pemahaman yang baik mengenai dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan mutlak diperlukan agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan tepat sasaran. Berdasarkan latar belakang sebelumya, maka masalah yang relevan untuk dirumuskan dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana gambaran ekonomi dan trade facilitation di negara-negara kawasan ASEAN+3? 2. Bagaimana dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+3 pada sektor pertanian barang mentah/baku? 3. Bagaimana dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+3 pada sektor manufaktur? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis gambaran ekonomi dan trade facilitation di negara-negara kawasan ASEAN+3. 2. Menganalisis dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+3 pada sektor pertanian barang mentah/baku. 3. Menganalisis dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral di negara-negara kawasan ASEAN+3 pada sektor manufaktur. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan lembaga atau pihak terkait mengenai dampak trade facilitation terhadap arus perdagangan di negara-negara ASEAN+3 beserta faktor-faktor lain. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan dunia pendidikan dan penelitian di masa yang akan datang.

10 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menganalisis mengenai dampak trade facilitation terhadap perdagangan bilateral ASEAN+3. Penelitian ini dilakukan hanya dalam lingkup perdagangan bilateral diantara negara-negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Phillipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Jepang, China dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari 2007 hingga 2010. Periode penelitian dimulai tahun 2007 dikarenakan alasan ketersediaan data. Untuk memenuhi syarat analisis dan upaya menjawab permasalahan penelitan, dari kombinasi data tahunan (time series) di negara-negara ASEAN+3 (cross sectional) maka dibangun menjadi sebuah data panel untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, negara yag dianalisis untuk negara-negara ASEAN hanya mencakup enam negara. Kedua, periode penelitian dimulai tahun 2007 dikarenakan alasan ketersediaan data.