BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, sejak tahun 2007. PNPM Mandiri merupakan wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat (Tim Penyusun Pedoman Umum 2007; 14). Pelaksanaan program ini dilandaskan pada pencapaian indikator-indikator yang terukur sesuai dengan harapan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Salah satu indikator tujuan pembangunan milenium (MDGs) adalah meletakkan perempuan sebagai prioritas dalam proses dan pencapaian hasil-hasil pembangunan (Rozaki, 2012; 199). Ini berarti bahwa setiap usaha penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri, adalah memberikan prioritas bagi perempuan dalam mengakses hasil-hasil pembangunan. Atas dasar itu, PNPM Mandiri kemudian menempatkan salah satu tujuan khususnya yakni meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang belum dilibatkan secara optimal dalam proses pembangunan. Memperkokoh partisipasi dan akses bagi perempuan adalah dengan memperkuat representasi kaum perempuan dalam peran kepartaian, kepemimpinan pemerintahan, dan sosial kemasyarakatan lainnya (Saward: 2008, Widianto: 2011; dalam Rozaki, 2012; 200). Dengan cara ini maka akses kaum perempuan dalam mempengaruhi kebijakan publik, akses terhadap hasilhasil pembangunan juga semakin berdaya. Akan tetapi, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zulhaeni (2011) tentang Partisipasi Perempuan Dalam Forum Warga, ternyata faktor penghambat partisipasi perempuan adalah karena kurang adanya kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi perempuan yang disebabkan antara lain oleh adanya pembagian kerja menurut gender yang telah terinternalisasi dalam diri perempuan dan laki-laki, dan kemudian menimbulkan pembakuan peran dan dominasi peran laki-laki. Terlihat jelas bahwa, ketimpangan dalam perspektif gender yang melekat dalam tatanan sosial kemasyarakatan yang formal masih menempatkan relasi yang senjang antara kaum perempuan dan laki-laki. Perempuan masih mereduksi dan direduksi karakter keperempuannya oleh peran domistifikasi kultural dalam
perspektif patriarki. Untuk itu, dibutuhkan perencanaan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan perempuan. Perencanaan dalam pembangunan seringkali mengalami kegagalan, menurut Kertasasmita (1997), salah satu penyebab kegagalan perencanaan adalah karena perencanaan tidak memberikan kesempatan berkembangnya kapasitas serta potensi masyarakat secara penuh. Untuk itu, dibutuhkan sebuah sistem partisipatif yang memberi ruang bagi masyarakat untuk ikut menentukan prioritas kebutuhan yang mendasar bagi kesejahteraan hidup mereka. Namun perencanaan partisipatif tidak mudah dilakukan karena berbagai hambatan, salah satu hambatan partisipasi adalah karena masyarakat tidak memiliki kemampuan dan kekuasaan. Hal ini diakibatkan oleh strategi penyusunan atau perencanaan program yang cenderung sektoral, sehingga hasilnya belum menyentuh akar permasalahan penyebab kemiskinan yang salah satunya bermuara pada masalah ketimpangan gender (Puspitawati, dkk, 2007). Menurut Puspitawati, dkk (2007:6), pembangunan ekonomi nasional selama ini masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas. Indikator utamanya adalah tingginya ketimpangan dan kemiskinan. Ketimpangan gender yang masih terjadi di Indonesia diantaranya disebabkan karena pasar kerja, adanya akses perempuan terhadap kesempatan yang mendatangkan pendapatan lebih rendah daripada akses lelaki. Perempuan lebih kecil kemungkinannya untuk bekerja, dan sebaliknya lebih besar kemungkinannya untuk tidak dipekerjakan. Perempuan cenderung mendapatkan upah lebih kecil daripada lelaki, (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, (2013; 18-20).
Perbandingan Indeks Ketimpangan Gender Di Negara-Negara ASEAN Rasio Perempuan Dalam Parlemen Sumber : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2013 Salah satu dari kebijakan pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M) yang diluncurkan pada tahun 2007. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri merupakan scaling up (pengembangan yang lebih luas) dari program-program penanggulangan kemiskinan pada eraera sebelumnya. PNPM Mandiri digagas untuk menjadi payung (koordinasi) dari puluhan program penanggulangan kemiskinan dari berbagai departemen yang ada, khususnya yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya (Masril, 2011). Dalam Pedoman Umum PNPM Mandiri tahun 2007 terdapat dua program pemberdayaan masyarakat, yakni: 1) Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan 2) Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan mencakup Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk penanganan daerah tertinggal, pasca bencana dan konflik; Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW); dan Program Infrastruktur Perdesaan (PIP) untuk mempercepat pengembangan infrastruktur wilayah dan perdesaan. Dengan demikian, pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat memerlukan beberapa target dan indikator yang perlu dicapai selama kurun waktu pelaksanaan program (Royat, 2008:8).
PNPM Mandiri ini adalah program diharapkan dapat memperbaiki program-program terdahulu yang pada umumnya berupa pemberian permodalan dan pembangunan infrastruktur yang padat karya dan cenderung pada pelaku ekonomi secara umum saja. Sebagai hasil dari strategi penyusunan program yang cenderung sektoral tersebut, maka hasilnya ternyata masih belum menyentuh akar permasalahan penyebab kemiskinan yang salah satunya bermuara ke masalah kesenjangan gender. Masalah rendahnya produktivitas perempuan dalam pengembangan ekonomi keluarga sama sekali belum disentuh secara mendetil dan berkesinambungan. Untuk merealisasikan program yang dapat menyentuh permasalahan kesenjangan gender serta memberikan penekanan pada pengembangan ekonomi keluarga, maka diperlukan suatu strategi tertentu yang memerlukan pemetaan tentang perkembangan gender dan cara yang arif dalam mensosialisasikan pada masyarakat (Puspitawati dkk, 2007:2). Dalam konteks seperti itu, maka PNPM Mandiri memprioritaskan kegiatannya pada tiga bidang utama, yakni 1). Bidang infrastruktur desa; 2). Pengelolaan yang dana bergulir bagi kelompok, khususnya kelompok perempuan; dan 3). Kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan. Berdasarkan tiga prioritas bidang kegiatan tersebut, maka yang menjadi fokus penelitian adalah kegiatan pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan yang disebut juga dengan Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Tujuan dari program SPP adalah mendorong terjadinya pemberdayaan pada kaum perempuan. Hal ini juga sejalan dengan tujuan khusus dari PNPM Mandiri Perdesaan yaitu meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat khususnya masyarakat miskin atau kelompok perempuan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan. Untuk mencapai pemberdayaan tersebut, maka diperlukan partisipasi perempuan dalam berbagai tahapan tersebut. Partisipasi perempuan merupakan bagian integral dari partisipasi masyarakat, sebab perempuan juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai subjek pembangunan (Masril, 2011). Dengan demikian, program pemberdayaan perlu diupayakan dengan tujuan perubahan persepsi dan perilaku masyarakat, agar memunculkan kesadaran masyarakat bahwa pengentasan kemiskinan tidak hanya merupakan tanggungjawab pemerintah, melainkan merupakan tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat, dengan demikian harus ada kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah sehingga tujuan dari program pemerintah untuk
mensejahterakan masyarakat dapat tercipta, dan mewujudkan cita-cita nasional, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur (Sukidjo, 2009:155-157). Sementara itu menurut Munandar (1983:47) terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perempuan berpartisipasi dalam pemenuhan ekonomi keluarga, yakni: a). Untuk menambah penghasilan keluarga. b). Untuk ekonomi, tidak tergantung kepada suami; c). Untuk menghindari rasa kebosanan dan mengisi waktu kosong; d). Karena ketidakpuasan dalam perkawinan; e). Karena mempunyai minat dan keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan; f). Untuk memperoleh status; dan g). Untuk mengembangkan diri. Dalam kaitan dengan Simpan Pinjam Perempuan (SPP), faktor-faktor tersebut juga merupakan pemicu bagi perempuan untuk turut memainkan peran dalam menunjang ekonomi keluarga. Simpan Pinjam Perempuan (SPP) memberi ruang bagi munculnya kaum perempuan mengekspresikan diri dalam ranah publik. Penelitian Adriano Ridi (2011) menunjukan bahwa hingga tahun 2010, setidaknya ada 362.277 kegiatan yang memanfaatkan dana bergulir PNPM Mandiri dengan total alokasi BLM sebesar Rp. 3.577.617.563.597. Dana ini disalurkan ke 4.505 UPK yang mengelola dana bergulir di 30 Provinsi dan memberi pinjaman pada 362.277 kelompok SPP. Sedikitnya menjangkau 1.158.781 orang, termasuk kelompok Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dengan realisasi pengembalian 94 persen. Kinerja pengelolaan dana bergulir pada UPK juga menunjukkan pertumbuhan modal yang signifikan. Modal produktif SPP yang dibukukan oleh UPK secara nasional pada tahun 2010 sebesar Rp. 4.005.520.808.762,- dan ratarata presentase pertumbuhan modal produktif pinjaman adalah 37 persen. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, partisipasi perempuan secara umum dalam program PNPM Mandiri Perdesaan diperhitungkan dari segi pada sektor ekonomi yang berlandaskan kompetensi talenta perempuan sebagai sumberdaya manusia yang juga berkualitas, yang ikut serta atau berpartisipasi dalam pemenuhan ekonomi keluarga, perlu diperhitungkan (Ridi. 2011). Pasca bergulirnya reformasi, desa Winumuru, kecamatan Paberiwai, kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu desa pemekaran di kabupaten Sumba Timur pada tahun 2003 dari desa Karipi. Berdasarkan pengamatan awal penulis, sebagian besar rumah tangga masyarakat desa Winumuru memiliki perekonomian dalam taraf rendah (miskin). Selain itu, dalam perspektif budaya, belum ada pengakuan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, sehingga perempuan tidak diberi kesempatan bekerja di luar rumah tangga. Penerapan program SPP di desa Winumuru telah digulirkan sejak 2010. Menurut penuturan Kepala Desa Winumuru,
program SPP yang sudah berjalan, belum berhasil secara maksimal. Kepala Desa menuturkan hal ini dipengaruhi oleh, Pertama, jumlah pinjaman yang kecil bagi kelompok SPP. Kedua, pinjaman modal tidak dimaksimalkan menjadi usaha di rumah tangga yang berdampak pada pengembalian angsuran yang macet. Ketiga, faktor pengawasan terhadap kelompok penerima pinjaman, dari PNPM maupun aparatur desa yang belum berjalan maksimal. Gambaran ini memperlihatkan bahwa hambatan prosedural dan substansi dari pelaksanaan SPP adalah merupakan persoalan aparatur desa, PNPM Mandiri, serta kelompok SPP penerima bantuan permodalan. Tentunya hal ini juga mempengaruhi idealisasi program PNPM Mandiri yang berusaha menuntaskan kemisikinan, terutama pada aspek pemberdayaan dan partisipasi perempuan yang belum berjalan dengan baik di desa Winumuru. Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat, khususnya partisipasi perempuan dalam program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di desa Winumuru. Sehingga penelitian ini akan memfokuskan pada partisipasi perempuan dalam program SPP, di desa Winumuru, kecamatan Paberiwai, kabupaten Sumba Timur. 1.2.Rumusan Masalah Rumusan masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP)? Sedangkan persoalan penelitian ini yakni : 1. Bagaimana partisipasi perempuan pada kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (SPP- PNPM) di desa Winumuru? 2. Faktor-faktor internal dan eksternal mana sajakah yang berhubungan erat dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di Desa Winumuru? 1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendiskripsikan bentuk partisipasi perempuan pada kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dalam program PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Winumuru. 2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan pada kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP), PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Winumuru. 1.4.Manfaat Penelitian Sebagai sebuah karya ilmiah, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis. a. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan memperkaya teori partisipasi khususnya partisipasi perempuan dalam program PNPM Mandiri. b. Manfaat praktis, sebagai salah satu bentuk rekomendasi bagi pemerintah daerah Kabupaten Sumba Timur tepatnya pada Kecamatan Paberiwai di Desa Winumuru dalam memberikan informasi yang utuh bagi pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kesejahterakan masyarakat dan perhatiannya terhadap kaum perempuan yang terlibat pada program pemberdayaan masyarakat. 1.5.Batasan Masalah Pada pelaksanaan penulisan Tugas Akhir ini dibatasi pada : a. Studi partisipasi kaum perempuan dalam Program PNPM-SPP hanya untuk Desa Winumuru, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur saja. b. Studi terpusat pada penelitian pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang merupakan salah satu Program PNPM Mandiri. c. Informasi dan data yang disajikan dalam penelitian ini dibatasi untuk periode 2012-2013