Bab 5 Penutup Pada bagian ini penulis akan mengemukakan tentang 2 (dua) hal yaitu yang pertama, kesimpulan, di mana dalam kesimpulan ini penulis telah menyimpulkan semua bagian dalam karya ilmiah ini baik dari bab 1 hingga bab 4. Kedua, saran sebagai rekomendasi dari bagian penutup tesis ini. 5.1 Kesimpulan Masing-masing suku di Indonesia memiliki kebudayaan khas. Salah satu unsur budaya yang masuk sekaligus berpengaruh dalam kehidupan masyarakat adalah sistem pernikahan, sebagai bagian dari sistem kemasyarakatan yang hidup pada perilaku masyarakat. Pernikahan sebagai salah satu unsur kebudayaan yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat membuat pernikahan menjadi salah satu ritual yang cukup penting bagi masyarakat. Budaya pernikahan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan di mana masyarakat itu berada. Budaya perkawinan dan aturannya dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan dan keagamaan yang dianut masyarakat bersangkutan. Aturan tata tertib perkawinan sudah ada sejak dahulu kala yang diturunkan secara turun temurun dari nenek moyang dan terus dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat dan para pemuka masyarakat adat atau para pemuka agama. Pernikahan yang disebut sebagai suatu ritual yang dihadapi setiap manusia dalam kedewasaannya untuk dapat berhubungan dengan lawan jenis untuk waktu yang dilandasi dengan suatu rasa antara kasih kepada orang lain dan disahkan oleh negara. Pernikahan 95
menghubungkan dua orang dengan berbeda sifat dan watak yang dimilikinya dan ikatan pernikahan tersebut menimbulkan akibat yaitu hubungan lahiriah, spiritual dan kewajiban antara pribadi dan kemasyarakatan. Di Indonesia agar hubungan pria dan wanita diakui secara hukum maka pernikahan diatur dalam suatu undang-undang dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Fakta kehidupan bersama masyarakat masa kini menjadi salah satu tantangan pelayanan gereja masa kini. Kenyataan ini tidak mungkin lagi dilihat semata-mata sebagai suatu kenyataan sosiologis, melainkan juga mesti dilihat dalam konteks berteologi dan pelayanan gereja. Jika tidak demikian, maka gereja tetap menutup diri terhadap kenyataan yang ada. Lebih luas, kenyataan yang ada dalam keluarga-keluarga Kristen menunjukkan bahwa keluarga-keluarga Kristen banyak yang terbentuk sebelum diberkati dalam suatu pernikahan kudus. Secara khusus seperti yang telah dipaparkan dalam karya ilmiah ini terlihat pada kehidupan jemaat Imanuel Oesao Klasis Kupang Timur. Meningkatnya kasus keluarga tanpa ikatan pernikahan dari tahun ke tahun di Jemaat GMIT Imanuel Oesao menampilkan bahwa kekudusan hidup sebagai umat Allah tidak terpelihara dengan baik. Hasil analisa dalam bab IV ini telah ditemukan beberapa faktor yang menjadi penyebab meningkatnya jumlah keluarga baru tanpa ikatan pernikahan kudus, antara lain dilatarbelakangi oleh faktor masuknya budaya asing, faktor adat-istiadat, faktor ekonomi, dan faktor keluarga. Walaupun ini terjadi dalam keluarga tertentu namun hal ini berujung pada terhambatnya pelayanan gereja terhadap jemaat, khususnya terhadap mereka yang hidup bersama sebagai suami-istri tanpa ikatan pernikahan. Misalnya, mereka tidak diperbolehkan untuk mengambil bagian dalam pelayanan sakramen. 96
Selain keempat faktor penyebab di atas yang mempengaruhi kehidupan keluarga tanpa ikatan pernikahan, perubahan sosial turut mempengaruhi akan terbentuknya keluarga tanpa ikatan pernikahan. Kenyataan yang demikian, menuntut tanggapan dan perhatian gereja dalam pelayanannya sebagai gembala bagi jemaat dalam menyikapi perubahan sosial yang sedang dialami oleh jemaatnya. Agar jemaat dapat dengan teliti memperhatikan akan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, agar perubahan tersebut tidak memberi dampak negatif dan merusak nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Terkait dengan masalah adat di sekitar peristiwa perkawinan, terdapat tiga komponen yang berkompeten untuk membicarakannya. Yakni, pemerintah, tokoh adat dan tokoh agama/gereja. Ketiga komponen ini perlu mengadakan pertemuan atau dialog untuk mempercakapkan secara terbuka semua persoalan di sekitar peristiwa perkawinan. Dalam dialog itu, hal yang patut dipikirkan adalah solusi atau jalan keluar agar setiap pasangan suami-istri bisa melangsungkan pernikahan gereja dan mencatat perkawinan mereka pada pejabat pencatatan perkawinan. Pada prinsipnya, gereja menginginkan yang terbaik bagi jemaat sebagai umat Tuhan. Oleh karena itu, bila suatu pemberlakuan adat cenderung merugikan para pihak tertentu maka selayaknya adat-istiadat tersebut dipertimbangkan untuk diubah dan atau ditransformasikan. 5.2 Saran Terdapat 5 (lima) saran yang akan dikemukakan oleh penulis untuk Gereja Imanuel Oesao dan juga jemaatnya, yaitu yang pertama peneliti menyampaikan saran agar jemaat Imanuel Oesao lebih memperhatikan kembali tradisi pernikahan secara normatif. Bukan karena telah hidup dalam zaman yang modern ini dan telah dipengaruhi oleh perubahan 97
sosial, menyebabkan masyarakat Oesao mulai melupakan budaya yang merupakan peninggalan dari nenek moyang yang telah dipelihara sejak dahulu kala. Oleh karena itu, pentingnya budaya tersebut seharusnya dipertahankan, dipelihara, disosialisasikan dan tetap dilaksanakan agar generasi berikutnya dapat memahami dan mengetahui budaya sesungguhnya dalam tradisi pernikahan. Kedua, penulis menyarankan agar masyarakat seharusnya tidak menghilangkan atau meninggalkan budaya leluhur dan menerima budaya asing begitu, saja sehingga budaya asli tetap terjaga. Sebab kebudayaan merupakan identitas sebuah bangsa, karena itu masyarakat perlu menyadari bahwa setiap kebudayaan yang tlah lahir berfungsi mengatur hidup menjadi lebih teratur. Karena itu, penting bagi masyarakat oesao untuk menghargai adat istiadat yang diwariskan oleh leluhur. Ketiga, penulis menyarankan kepada anggota masyarakat untuk lebih memahami nilai dalam tradisi belis tersebut. Agar tradisi ini tidak kehilangan makna yang sebenarnya. Sehingga penghargaan tersebut tidak menitikberatkan pada kuantitas (besarnya belis). Keempat, pendekatan hubungan yang baik antara Majelis Jemaat dengan para pemuka adat adalah suatu hal yang sangat penting dalam memberi pemahaman terhadap adat-istiadat. Jikalau dalam percakapan terdapat suatu kekeliruan maka gereja bertugas untuk meluruskan. Adat-istiadat sebenarnya diciptakan oleh manusia dan berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia kearah yang lebih baik dan teratur. Adat diciptakan untuk kepentingan bersama dan bukan untuk kepentingan pribadi dalam mencapai hal-hal tertentu. Selain itu harus ada kesepakatan dari setiap komponen-komponen baik dari gereja, tokoh masyarakat dan juga pemerintah agar mengadakan standarisasi belis. Tujuannya dari diadakan standarisasi belis ini 98
adalah untuk meringankan beban masyarakat yang hendak menikah, selain itu agar para pasangan yang menikah ini dapat menjalankan kehidupan rumah tangga tanpa beban adat yang berlebihan. Kelima, gereja seharusnya merupakan bagian masyarakat dan masyarakat merupakan bagian penting gereja, karena itu gereja tidak boleh menjauhkan diri dari masalah-masalah sosial yang sedang dialami oleh masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan perubahan sosial. Gereja harus lebih waspada dan aktif dalam menanggapi setiap permasalahan yang ada dalam masyarakat. Karena tugas gereja adalah mendidik dan membangun masyarakat. 99