BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. ini sedang digalakan oleh pemerintah. Langkah yang paling penting untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematik. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Adapun yang menjadi penyebab yaitu pembelajaran terpusat kepada guru dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memajukan daya pikir manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas atau

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat dan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, salah satunya adalah kemampuan dalam bidang matematika.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Qori Magfiroh, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya penting untuk mencerdaskan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu upaya itu adalah dengan adanya pendidikan formal maupun informal yang di dalamnya terdapat kurikulum yang merupakan tujuan dari pendidikan. Siswa diharapkan dapat menguasai mata pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum tersebut, khususnya pelajaran matematika Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika merupakan suatu ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran yang penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia Depdiknas (2006, hlm. 390). Matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali siswa agar memiliki kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Pembelajaran matematika berorientasi pada tercapainya tujuan pembelajaran matematika yang telah ditetapkan dalam kurikulum 2013. Tujuan yang dimaksud bukan penguasaan materi saja, tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang akan dicapai. Adapun tujuan pembelajaran matemaatika berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BNSP, 2010, hlm. 388), yaitu agar siswa atau peserta didik memiliki kemampuan berikut: 1. Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti dan menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain ntuk mempelajari keadaan atau masalah. 1

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yang memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Selain itu Ruseffendi (2006, hlm. 208) mengemukakan kegunaan sederhana yang praktis dari pengajaran matematika: 1. Dengan belajar matematika kita mampu berhitung dan mampu melalukan perhitungan-perhitungan lainnya. 2. Dengan belajar matematika kita memiliki prasayarat untuk belajar bidang studi lain. 3. Dengan belajar matematika perhitungan menjadi lebih sederhana dan praktis. 4. Dengan belajar matemtika diharapkan kita menjadi manusia yang tekun, kritis, logis, bertanggung jawab, mampu menyelesaikan permasalahan. Mengingat peran matematika yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia, maka upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika memerlukan perhatian yang serius. Berbagai macam upaya telah dikemukakan untuk memperbaiki pembelajaran matematika. Upaya-upaya tersebut antara lain pembelajaran dengan cara siswa aktif, pembelajaran dengan kooperatif, pembelajaran melalui belajar dengan penemuan, pembelajaran dengan penilaian berdasarkan portofolio, Contextual Teaching and Learning (CTL), dan pembelajaran dengan berbasis masalah menurut Suryanto dan Sugiman (dalam Nomansyah, 2015, hlm. 2). Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan mencapai sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara nasional, perlu dilaksanakan sistem penilaian hasil belajar yang baik dan terencana. Sistem penilaian tersebut tidak saja dilaksanakan di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten, namun juga di tingkat sekolah perlu diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik. Menurut Depdiknas (2006) dalam mata pelajaran matematika penilaian diarahkan untuk mengukur beberapa kemampuan, di antaranya: (1) Siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep; (2) Siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak benar; (3) Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis atau 2

3 mendemonstrasikan; (4) Siswa mampu memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana; (5) Siswa mampu memahami masalah, memilih model penyelesaian dan menyelesaikan masalah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan dalam memecahkan masalah perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan yang penting dan harus dimiliki oleh peserta didik. Oleh karena itu, kemampuan tersebut perlu dikembangkan dalam diri peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Suherman (2003, hlm. 89) yaitu bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak rutin. Berdasarkan penjelasan di atas, kemampuan berpikir untuk pemecahan masalah matematis adalah bagian yang sangat dasar dan sangat penting. Namun, kenyataannya di lapangan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa di Indonesia masih sangat rendah hal ini dapat dilihat dari hasil survei empat tahunan TIMSS yang dikoordinasikan oleh IEA (The International Association for the Evaluation of Educational Achievement) (dalam Sari, 2016, hlm. 2), salah satu indikator kognitif yang dinilai adalah kemampuan siswa untuk memecahkan masalah non rutin. Pada keikutsertaan pertama kali tahun 1999 Indonesia memperoleh nilai rata-rata 403 dan berada pada peringkat ke 34 dari 38 negara, tahun 2003 memperoleh nilai rata-rata 411 dan berada di peringkat ke 35 dari 46 negara, tahun 2007 memperoleh nilai rata-rata 397 dan berada di peringkat ke 36 dari 49 negara, dan tahun 2011 memperoleh nilai rata-rata 386 dan berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Nilai standar rata-rata yang ditetapkan oleh TIMSS adalah 500 hal ini artinya posisi Indonesia dalam setiap keikutsertaannya selalu memperoleh nilai di bawah rata-rata yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil survey TIMSS yang telah dikemukakan, terlihat bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan bila menghadapi soal-soal matematika non rutin yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah matematik.

Dari hasil wawancara dengan guru matematika di 4 MTs. Plus Darul Hufadz Jatinangor Kabupaten Sumedang juga diperoleh keterangan bahwa pada dasarnya siswa menganggap matematika itu sulit dipelajari, dan kemampuan pemecahan masalahnya masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat ketika siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita. Selain itu informasi yang di dapat dari pihak sekolah tersebut bahwa rata-rata nilai UN Tahun Pelajaran 2015/2016 adalah 58,38 dengan katagori C. Banyak siswa yang mendapat kesulitan menghadapi pemecahan masalah, meskipun telah banyak mendapat bantuan guru. Padahal pemecahan masalah ini akan sangat menentukan juga terhadap keberhasilan pendidikan matematika. Hal itu berdasarkan fakta yang berasal dari temuan hasil survei yang telah dilakukan oleh suriyadi (Simanungkalit, 2016, hlm. 40) dalam surveinya tentang current situation on matematics and science education in bandung yang disponsori oleh JICA, antara lain menemukan bahwa : Pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh para guru maupun siswa disemua tingkatan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Umum (SMU) akan tetapi, hal tersebut masih dianggap sebagai bagian yang paling sulit dalam matematika baik bagi siswa dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mempelajarinya. Untuk mempelajari dan memahami matematika bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya siswa untuk mempelajari dan memahami pelajaran matematika secara intensif sehingga pencapaian prestasi matematika siswa bisa optimal. Upaya belajar yang dibutuhkan oleh siswa dalam mempelajari dan memahami matematika adalah dengan belajar berdasarkan Self Regulated Learning. Self regulated learning dikenal juga sebagai Self regulation. Self regulation merupakan sikap siswa dalam mengatur diri dalam lingkungan belajar. Hal ini sejalan dengan Schraw, Crippen, dan Hartley (2006, hlm. 121) yang menyatakan bahwa self regulation menunjuk pada pengontrolan lingkungan belajar sehingga siswa harus menyusun tujuan belajar, memilih strategi belajar yang dapat membantu mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan self regulation, siswa dapat diamati sejauhmana partisipasi aktif mereka dalam mengarahkan proses-proses

5 metakognitif, motivasi dan perilakunya di saat mereka belajar. Proses metakognitif adalah proses di mana siswa mampu mengarahkan dirinya saat belajar, mampu merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan diri sendiri, melakukan evaluasi diri pada berbagai tingkatan selama proses perolehan informasi. Menurut Zimmerman dan Schunk (1989, hlm. 3) siswa yang memiliki self regulated learning akan secara aktif dalam melakukan aktivitas belajarnya. Jadi jika dirasakan siswa bahwa suatu pembelajaran atau pembahasan pembelajaran tidak dimengerti oleh siswa, maka siswa akan lebih aktif untuk dapat mempelajarinya. Seperti membuat perencanan apa yang akan dipelajari lagi, melakukan pemantauan terhadap hasil belajarnya, mengevaluasi hasil belajar yang diperoleh, mengulang, mengorganissi belajarnya, berusaha untuk mencapai prestasi yang optimal, dan termasuk mencari bantuan kepada teman, guru, atau orang yang dianggap lebih mengerti. Menurut Santrock (Savira, F & Suharsono, Y, 2013, hlm. 68) siswa yang memiliki Self-Regulated Learning menunjukkan karakteristik mengatur tujuan belajar untuk mengembangkan ilmu dan meningkatkan motivasi, dapat mengendalikan emosi sehingga tidak mengganggu kegiatan pembelajaran, memantau secara periodik kemajauan target belajar, mengevaluasinya dan membuat adaptasi yang diperlukan sehingga menunjang dalam prestasi. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dalam pembelajran matematika berkaitan dengan cara belajar siswa dan juga kemandirian yang dimiliki dalam diri siswa (self regulated learning) dapat dilakukan dengan pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dan tepat sehingga siswa dapat lebih meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematisnya. Berdasarkan pendapat diatas, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tepat diperlukan suatu model pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, lebih aktif dan kreatif yaitu dengan model pembelajaran Reciprocal Teaching.

6 Reciprocal Teaching merupakan model pembelajaran yang menekankan siswa untuk membaca, menggali dan mengkontruksi pembelajaran matematika sehingga tidak menerima dari guru saja, melainnkan harus mencari sendiri pengetahuan yang diinginkan. Dalam menerapkannya Reciprocal Teaching memiliki empat strategi, yaitu: menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan, dan menyelesaikan, menjelaskan kembali pengetahuan yang diperoleh, kemudian memprediksi pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepda siswa. Pembelajaran melalui Reciprocal Teaching dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, karena siswa dibiasakan membuat kesimpulan setelah mengcangkupkan unsur analisis suatu materi, menyusun pertanyaan dari materi tersebut dan menyelesaikannya. Hal itu sejalan dengan indikator dari pemecahan masalah, yaitu mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan; merumuskan masalah matematis atau menyusun model matematis; menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) di dalam atau di luar matematika; menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan awal; menggunakan matematika secara bermakna. Selanjutnya strategi Reciprocal Teaching yang dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siawa yaitu memprediksi pertanyaan selanjutnya dari persoalan yang diberikan dan menjelaskan pengetahuan yang diperolehnya, strategi tersebut dapat membantu siswa untuk menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai dengan permasalahan asal dan menggunakan matematika secara bermakna. Berdasarkan pada uraian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self Regulated Learning dalam Pembelajaran Matematika Siswa MTs. B. Identifikasi Masalah

7 1. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika di MTs. Plus Darul Hufadz Jatinangor Kab. Sumedang, siswa menganggap bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari dibandingkan dengan mata pelajaran lain. 2. Kemampuan pemecahan masalah biasanya terdapat pada soal cerita. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika di sekolah tersebut, kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita masih rendah. 3. Nilai UN pada mata pelajaran matematika masih rendah. Berdasarkan informasi yang di dapat dari pihak MTs Plus Darul Hufadz Jatinangor Kab. Sumedang diperoleh rata-rata nilai UN sebesar 58.38 (lihat pada tabel 3.1 hal 28) C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran konvensional? b. Apakah Self Regulated Learning siswa yang menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran konvensional? D. Tujuan Penelitian Berpedoman pada rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui apakah Self Regulated Learning siswa yang menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran konvensional. E. Manfaat Penelitian

8 Apabila berdasarkan penelitian yang dilakukan ini ternyata dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan Self Regulated Learning, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Siswa Melalui model pembelajaran Reciprocal Teaching siswa dapat lebih mudah dalam menyelesaikan pemecahan masalah matematis dan siwa lebih aktif mengembangkan pengetahuannya melalui Self Regulated Learning. 2. Bagi Guru Dengan menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam menyampaikan materi kepada siswa khususnya jika berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan Self Regulated Learning siswa dapat terlatih dengan baik. 3. Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching. F. Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahan dalam mengartikan istilah yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dijelaskan beberapa istilah atau definisi operasional yaitu: 1. Reciprocal Teaching adalah suatu model pembelajaran yang menekankan siswa untuk membaca, menggali dan mengkontruksi pembelajaran. Langkahlangkah model pembelajaran Reciprocal Teaching yaitu: a. Membuat pertanyaan (Question Generating) b. Menyajikan hasil kerja kelompok c. Mengklarifikasi pertanyaan (Clarifiying) d. Memberikan soal latihan yang memuat soal pengembangan (Predicting) e. Menyimpulkan materi yang dipelajari (Summarizing) 2. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematis yang bersifat tidak rutin.

9 Indikator yang dipergunakan menurut Sumarno (dalam Iqbal, 2010, hlm. 13) yaitu : 1. Mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan 2. Merumuskan masalah matematis atau menyusun model matematis 3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) di dalam atau di luar matematika 4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan awal 5. Menggunakan matematika secara bermakna. 3. Self Regulated Learning (Sukmawati, 2015, hlm. 11) adalah usaha aktif dan mandiri siswa dengan memantau, mengatur dan mengatur kognisi, motivasi, dan perilaku yang diorientasikan atau diarahkan pada tujuan belajar. Adapun indikator yang diukur pada skala sikap SRL sebagai berikut : 1. Menunjukkan sikap positif dalam mempersiapkan pelajaran 2. Mendiagnosis kebutuhan dalam belajar 3. Menunjukkan inisiatif dalam mempersiapkan dan mencari berbagai informasi dalam belajar matematika 4. Memandang kesulitan sebagai tantangan belajar 5. Selalu melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar 6. Memilih dan memutuskan akan suatu pilihan 7. Selalu melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar 8. Melakukan tugas dengan baik dan berusaha melakukan yang lebih baik 4. Pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran biasa yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan seperti pendekatan penjelasan langsung, pemberian contoh, ekspositori, tanya jawab serta ceramah. Pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar matematika yang didalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode ekspositori atau ceramah. G. Sistematika Skripsi Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

10 BAB I PENDAHULUAN yang berisi : A. Latar Belakang B. Identifikasi Masalah C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat penelitian F. Definisi Operasional G. Sistematika Skripsi BAB II KAJIAN TEORETIS yang berisi: A. Kajian Teori B. Hasil Penelitian Terdahulu C. Kerangka Pemikiran D. Asumsi dan Hipotesis BAB IIII METODE PENELITIAN yang berisi : A. Metode Penelitian B. Desain Penelitian C. Populasi dan Sampel D. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian E. Rancangan Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN yang berisi : A. Deskripsi Hasil dan Temuan Penelitian B. Pembahasan Penelitian BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran