BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang APBN menurut uu nomor 17 tahun 2003 pasal 1 adalah rencana keuangan

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara yang berkembang yang memiliki pendapatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

KONTRIBUSI REALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. bidang, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun di bidang budaya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdaulat dimana wilayahnya

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki Penghasilan dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk dikembalikan ke masyarakat walaupun tidak dapat dirasakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak. cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. (pemerintah) berdasarkan Undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PERANAN PAJAK DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka melaksanakan pembangunan dan guna mencapai tujuan tersebut pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dengan melakukan pembangunan maka suatu negara dengan sadar melakukan proses perubahan secara berkelanjutan dan terencana. Pembangunan yang baik membutuhkan sarana dan prasarana yang dapat berupa sumber daya manusia, pengetahuan atau teknologi, situasi politik yang mantap dan dana yang memadai. Penerimaan dari sektor pajak dewasa ini menjadi tulang punggung penerimaan negara dalam APBN (Ruliana: 2013), dimana pajak bukan hanya merupakan sumber pendapatan negara, tetapi juga merupakan salah satu variabel kebijaksanaan yang dapat digunakan dalam mengatur pembangunan perekonomian. Dalam rangka menjamin keberlangsungan pembiayaan pembangunan nasional, pajak merupakan sumber penerimaan terbesar negara yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Menurut Rochmat Soemitro (dalam Waluyo 2010 : 2) pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan suatu bentuk kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap wajib pajak dan dipungut oleh pemerintah. Pungutan pajak merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam rangka ikut serta dalam penyelenggaraan 1

pemerintah dan pembangunan untuk negara. Pajak yang dipungut dari masyarakat sesuai dengan ketentuan perpajakan akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana, lapangan pekerjaan, memberikan rasa aman kepada semua masyarakat dan pengeluaran umum pemerintah lainnya. Dalam rangka pembangunan negara dan untuk mencapai tujuan dari perpajakan maka perlu adanya pemerataan pembangunan sampai ke sudut-sudut daerah di Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan perpajakan dan pemerataan pembangunan serta menciptakan azas keadilan maka pemerintah mengulirkan otonomi daerah. Otonomi daerah telah merubah sistem penyelenggaraan pemerintah yang bersifat sentralistik menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang selanjutnya disingkat dengan sebutan UU No. 22/1999. Kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang disingkat dengan sebutan UU No. 32/2004. Perubahan kebijakan ini diiringi dengan perubahan kebijakan terhadap pajak dan retribusi daerah yakni dengan adanya Undang Undang Nomor 18 tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribsi Daerah, selanjutnya disingkat dengan sebutan UU No. 18/1987, kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selanjutnya disingkat dengan sebutan UU No. 34/2000. Perubahan terakhir terhadap pajak dan retribusi daerah di atur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selanjutnya di singkat dengan UU No. 28/2009. 2

Pelaksanaan otonomi daerah ini memberi kesempatan kepada pemerintah daerah dalam rangka mengoptimalkan dan mengali sumber daya alam dan memamfaatkan potensi daerah dengan tujuan untuk pertumbuhan dan pembangunan daerah. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 pendapatan daerah antara lain (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yakni hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah, (2) Dana Perimbangan (3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Diantara ketiga sumber pendapatan tersebut, Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi terbesar dalam pendapatan daerah. Menurut Prakosa (2003:2) pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintahan daerah (misal: Propinsi, Kabupaten, dan Kotamadya) yang diatur berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya. Ruang lingkup pajak daerah hanya terbatas pada objek yang belum dikenakan oleh negara atau pusat. Sebaliknya negara juga tidak boleh memungut pajak yang telah dipungut oleh daerah. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah ditetapkan bahwa jenis pajak daerah antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Salah satu jenis pajak di Indonesia dan juga merupakan salah satu dari jenis Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan 3

Perkotaan (PBB-P2). Sebelum dipungut oleh pemerintah daerah PBB-P2 dikenal dengan nama PBB yang pemungutan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan pelaksanaan pemungutan diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing sesuai dengan letak objek pajak tersebut. Dalam hal ini melibatkan Dinas Pendapatan Daeah, Kantor Camat, dan instansi pemerintah lainnya. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu faktor pemasukan bagi negara yang cukup potensial dan kontribusi terhadap pendapatan negara jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya. Strategi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mardiasmo (2011) menyatakan bahwa intensif setidaknya pemungutan pajak (Self Assessment) dapat diukur melalui tingkat kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban pajaknya, dimana ada beberapa aspek yang menjadi tolak ukur yakni aspek psikologis dan aspek yudiris. Aspek psikologis lebih melihat kepada sampai sejauh mana aparat pajak dalam melakukan tugasnya sebagai penyuluh, pelayan, dan pengawas. Aspek yudiris diukur dari sampai sejauh mana kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam UU No. 12 tahun 1984 yang selanjutnya dirubah menjadi UU No.12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Undang-Undang ini disebut dengan UU PBB No. 12 tahun 1994 yang yang mengandung perlu ditetapkannya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang memadai, adanya kepastian hukum bagi Wajib Pajak, perhitungan PBB perlu ditinjau ulang dan disesuaikan dengan perkembangan perekonomian nasional. Dalam UU PBB No.12 Tahun 1994 mengatur tujuan untuk meningkatkan 4

penerimaan negara sebagai akibat dari peningkatan kepatuhan dan meningkatnya jumlah perumahan dan jumlah tanah yang dikelola, meningkatkan kepastian hukum dan keadilan dan memberikan keringanan kepada masyarakat yang tidak mampu untuk melakukan pembayaran PBB nya dengan baik, benar dan patuh (Fidel, 2010: 44-45). Sebelumnya, pendapatan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dibagi atas Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Namun, dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) per 1 Januari 2010 untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan dan perkotaan menjadi Pajak Daerah yang kewenangan pemungutannya berada pada Pemerintah Daerah sedang PBB yang masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yaitu PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Sehingga dengan diberlakukannya aturan tersebut, maka seluruh penerimaan yang di dapat dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kecuali tiga tersebut, sepenuhnya diberikan kepada daerah. Hal ini juga dapat mendukung desentralisasi yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah. Sehingga dengan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berikut penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Padang periode 2011-2014 : 5

Tabel 1.1 Anggaran dan Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Kota Padang No TAHUN ANGGARAN PENERIMAAN REALISASI PENERIMAAN (Rp) (Rp) 1 2011 30.623.521.360,00 34.479.219.811,00 2 2012 31.536.651.293,00 33.378.457.523,00 3 2013 22.000.000.000,00 22.626.329.055,00 4 2014 23.500.000.000,00 24.206.149.784,00 Sumber: DPKA Kota Padang Menurut DPKA Kota Padang (www.dpka.padang.go.id), penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Padang meningkat setelah dilakukannya pengalihan PBB ke Pemerintah Daerah. Pada tahun 2013, laporan Pajak Bumi dan Bangunan ke DPKA mencapai Rp. 22,322 miliar atau 101,46 % dari targetnya sebesar Rp. 22 miliar. DPKA juga akan melakukan penagihan-penagihan bagi wajib pajak yang menunggak. Serta berita dari ValoraNews (www.valoranews.co.id) Pemko Padang akan mendongkrak penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dengan menargetkan penerimaan PBB sebesar Rp. 55 miliar pada tahun 2015 yang meningkat 134% bandingkan dengan 2014 yaitu sebesar Rp. 23,5 miliar. Namun tidak tertutup kemungkinan masih terdapat banyak kendala-kendala dalam mencapai realisasi target yang ditetapkan, diantaranya terdapat kesalahan nama dari Wajib Pajak atau permasalahan lainnya dari NJOP itu sendiri. Serta masih 6

rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan tanggungjawabnya sebagai wajib pajak. Dari uraian diatas, maka penulis tertarik ingin meneliti mengenai Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Padang dengan judul analisis efektivitas dan kontribusi serta faktor penghambat pemungutan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) terhadap pendapatan asli daerah (PAD) kota Padang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat efektivitas dan kontribusi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Padang tahun 2011 sampai dengan 2016? 2. Bagaimana perbandingan efektivitas dan kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di kota Padang sebelum dan sesudah menjadi Pajak Daerah kota Padang tahun 2011 sampai dengan 2016? 3. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Padang? 7

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan yang akan menjadi fokus penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dan kontribusi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Padang tahun 2011 sampai dengan 2016. 2. Untuk mengetahui perbandingan efektivitas dan kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di kota Padang sebelum dan sesudah menjadi Pajak Daerah kota Padang tahun 2011 sampai dengan 2016. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Padang. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Penelitian yang dilakukan ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan mengenai pajak khususnya mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta menerapkan ilmu yang diperoleh peneliti semasa kuliah. 2. Bagi Instansi Terkait Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi ataupun masukan bagi instansi yang terkait terutama dalam mengoptimalkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 8

3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai tambahan wawasan, informasi dan masukan untuk membantu memberi gambaran bagi pihak lain atau para peneliti yang akan melakukan penelitian mengenai perpajakan secara umum. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan skripsi dimaksudkan untuk memberi gambaran secara umum tentang permasalahn yang akan dibahas sehingga memudahkan pemahaman dan menganalisa masalah-malasah di atas. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab satu adalah pendahuluan yang berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, permasalahan penelitian dan mengapa masalah tersebut penting dan perlu untuk diteliti, rumusan masalah merupakan pernyataan tentang keadaan, fenomena, dan konsep yang memerlukan pemecahan dan memerlukan jawaban melalui suatu penelitian dan pemikiran mendalam dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan alat-alat yang relevan, tujuan dan manfaat penelitian yang mengungkapkan hasil yang ingin dicapai melalui proses penelitian, kemudian sistematika penulisan yang berisi uraian ringkas dari materi yang dibahas pada setiap bab yang ada pada skripsi. Bab dua adalah tinjauan pustaka yang berisi mengenai landasan teori, penelitian terdahulu, serta pengembangan hipotesis yang dalam sub bab ini dijabarkan teori-teori yang mendukung perumusan hipotesis serta membantu dalam hasil penelitian nantinya, hipotesis ini berisi pernyataan singkat yang disimpulkan dari tinjauan pustaka. 9

Bab tiga adalah metode penelitian yang membahas mengenai variabel penelitian dan definisi operasional variabel, berisis deskripsi tentang variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian, sampel data dan sumber data serta metode analisis data yang digunakan. Bab empat merupakan analisis data dan pembahasan, bab ini berisi gambaran umum objek penelitian, deskripsi data, hasil analisis data dan pembahasannya. Bab ini akan membahas deskripsi hasil pengolahan data, pengujian hipotesis dan penjelasan yang mendukung dalam rangka pengambilan kesimpulan penelitian. Analisis data menjelaskan hasil olahan data sesuai dengan alat dan teknik analisis yang digunakan. Serta bab lima berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 10