II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman cabai (Capsicum sp.) berasal dari benua Amerika. Ditemukan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. Cahyono (2014) menuliskan klasifikasi cabai merah adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) berasal dari Mexico. Sebelum abad ke-15 lebih

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman cabai besar berasal dari Amerika tepatnya di daerah Peru dan menyebar

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk tanaman semusim berbentuk perdu, berdiri

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak ada petualang dunia, tanaman cabai (Capsicum sp) tidak akan dikenal oleh. sebagai salah satu daerah dari benua Asia.

I. PENDAHULUAN. Pisang (Musa paradisiaca Linn.) merupakan tanaman buah yang dapat hidup di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB. I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk dalam familia Solanaceae, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

Famili Solanaceae. Rommy A Laksono

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

I. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA EKSTRAK DAUN KAYU MANIS DAN UJI EFEKTIVITAS TERHADAP BEBERAPA JENIS JAMUR FUSARIUM SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak. dibudidayakan oleh petani di Indonesia, karena memiliki harga jual yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Cabai adalah tanaman perdu dari famili terong-terongan ( Solanaceae) yang

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu kali produksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat berbentuk perdu yang panjangnya

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

Teknologi Pengendalian Penyakit Antraknos Pada Tanaman Cabai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok. Pembangunan pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 514/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG PELEPASAN JERUK BESAR KOTARAJA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi yang digunakan untuk menyusun berbagai komponen sel selama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

MIKORIZA pada Swietenia macrophylla KELOMPOK 5

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan.

PENGARUH FRAKSI EKSTRAK LANTANA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman bayam merupakan sayuran daun yang sudah lama dikenal dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A dan C, minyak atsiri, zat warna kapsantin, karoten. Cabai merah juga mengandung

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

BAB I PENDAHULUAN. komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena

TINJAUAN PUSTAKA. dan kehidupan makhluk hidup lainnya. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang terkandung dalam sayur dan buah. Sayuran dan buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), jamur Ceratocystis fimbriata

Identifikasi Hijauan Makanan Ternak (HMT) Lokal mendukung Pengembangan Sapi Potong di Sulawesi Selatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai berbentuk perdu dengan tinggi lebih kurang cm.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Merah Tanaman cabai (Capsicum sp.) berasal dari benua Amerika. Ditemukan pertama kali oleh Christophorus Columbus pada tahun 1490. Saat itu tanaman ini sudah dibudidayakan oleh suku Indian untuk keperluan memasak sejak tahun 7000 SM. Semenjak tahun 1502 tanaman cabai mulai diperkenalkan ke benua lain, dan kini sudah menyebar ke seluruh dunia sebagai salah satu bahan utama masakan (Nugraheni & Hera, 2005). Capsicum annum L merupakan salah satu jenis cabai yang banyak digunakan sebagai bahan bumbu masakan (Ashari, 2006). Buah cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak mengandung nutrisi penting. Setiap 100 g bahan cabai merah diperkirakan mengandung 90% air, 32 kal energi, 0,5 g protein, 7,8 g karbohidrat, 0,3 g lemak, 0,5 g abu, 1,6 g serat, 29 mg kalsium, 45 mg fosfor, 0,5 mg besi, 470 IU vitamin A, 0,05 mg tiamin, 0,06 g riboflavin, 0,9 mg niasin, dan 18,0 mg asam askorbat (Ashari, 2006). Tanaman cabai cenderung lebih tahan panas daripada tomat dan terung. Tanaman cabai memiliki potensi tumbuh dengan baik yakni pada temperatur antara 16-

6 23 o C. Pembungaan dapat terhambat jika temperatur di bawah 16 o C pada malam hari dan temperatur di atas 23 o C, sedangkan temperatur optimum untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 15-20 o C (Ashari, 2006). Klasifikasi secara umum tanaman cabai merah menurut Prajnanta (2001) dalam Asmara (2014) adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Ke/as : Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Solanaceae Marga : Capsicum Jenis : Capsicum annum L. Nama umum/dagang : Cabe merah Dalam budidaya tanaman cabai, salah satu kendala terhadap pengoptimalan produktivitas cabai adalah adanya serangan patogen. Dengan produktivitas yang rendah maka petani akan mengalami kerugian secara ekonomi. Salah satu penyakit utama pada cabai selain layu bakteri dan virus gemini adalah antraknosa (Wiratama et al., 2013). 2.2 Penyakit Antraknosa Tanaman Cabai Antraknosa merupakan salah satu penyakit penting pada pertanaman cabai di Indonesia. Selain dapat menyebabkan kerugian di lapangan, penyakit ini dapat menimbulkan kerugian di pertanaman cabai pada saat pascapanen. Menurut Efri (2010) Sentra penanaman cabai di daerah Liwa propinsi Lampung, dilaporkan telah terjadi kehilangan hasil sebesar 70% pada tahun 2002 akibat penyakit antraknosa pada cabai.

7 Menurut Semangun (2007), gejala antraknosa pada tanaman cabai diawali dengan adanya patogen membentuk bercak cokelat kehitaman kemudian meluas menjadi busuk lunak. Kumpulan titik-titik hitam yang diantaranya adalah konidium jamur dan kumpulan seta terdapat pada bagian tengah bercak. Serangan berat mengakibatkan buah menjadi mengering dan mengerut. Buah cabai yang semula berwarna merah, berubah warna menjadi seperti warna jerami (Gambar 1). Gambar 1. Gejala Antraknosa Cabai, Sumber: Butler & Bisby, 1931 Penyebab penyakit dari gejala tersebut salah satunya disebabkan oleh jamur C. capsici. C. capsici mempunyai banyak aservulus yang tersebar pada permukaan atau di bawah kutikula dengan garis tengahnya mencapai 100 μm berwarna hitam dengan banyak seta. Seta berwarna cokelat tua, bersekat dan kaku serta meruncing ke atas dengan berukuran 75-100 x 2-6.2 μm. Konidium hialin berbentuk tabung (silindris) berukuran 18.6-25.0 x 3.5-5.3 μm dengan ujungujungnya yang tumpul atau bengkok mirip bulan sabit. C. capsici banyak membentuk sklerotium dalam jaringan tanaman sakit atau dalam medium biakan (Semangun, 2007).

8 Penyakit antraknosa dapat menyebar melalui penyemaian oleh biji cabai yang telah terinfeksi patogen antraknosa. Selain itu patogen antraknosa dapat menyebar melalui spora yang terbawa oleh angin. Patogen antraknosa dapat menyerang pada bagian batang, daun, dan buah cabai. Patogen antraknosa juga diketahui jarang menyerang tanaman cabai pada saat tanaman sedang dalam masa vegetatif, namun patogen menggunakan masa vegetatif tanaman inang untuk mempertahankan hidup patogen hingga tanaman memasuki masa generatif. Patogen antraknosa juga bersifat saprofit yang dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman yang sakit (Semangun, 2007). Berbagai macam pengendalian seperti pengendalian secara mekanis dan penyemprotan fungisida dapat dilakukan terhadap penyakit antraknosa pada tanaman cabai. Dengan menyemprotkan fungisida kimia sintetik seperti antrakol sesuai anjuran dapat diterapkan di penanaman cabai (BPTP Lampung, 2008). Selain fungisida kima sintetik, fungisida nabati yang ramah lingkungan dan murah juga dapat diterapkan sebagai pengendalian penyakit antraknosa pada tanaman cabai (Rani et al., 2013). 2.3 Potensi Daun Tagetes, Saliara, dan Sirih Hijau sebagai Fungisida Nabati Fungisida nabati adalah fungisida yang bahan utamanya berasal dari tumbuhan. Di dalam tumbuhan terdapat senyawa-senyawa aktif yang mampu menekan pertumbuhan dan perkembangan penyebab penyakit. Hartati (2012) menyatakan salah satu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan untuk mengendalikan penyakit tanaman adalah menggunakan fungisida nabati. Pengendalian OPT yang

9 menggunakan bahan alami, seperti minyak atsiri, serbuk, dan ekstrak dari tanaman sudah banyak dilaporkan keberhasilannya. Beberapa jenis tumbuhan dapat digunakan sebagai fungisida nabati. Seperti tumbuhan sirih hijau, biji jarak, kulit jeruk, daun dan biji mimba, laos, dan brotowali yang diekstrak memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai fungisida nabati untuk mengendalikan C.capsici penyebab antraknosa buah cabai (Nurhayati, 2007). Beberapa tumbuhan lain yang diduga dapat digunakan sebagai fungisida nabati adalah daun tagetes dan daun saliara. 2.3.1 Tagetes Tanaman tagetes (Tagetes erecta) merupakan tanaman semusim yangmemiliki tinggi tanaman 0,5-1,5 m. Tanaman tagetes memiliki bentuk batang yang bulat, tegak, beralur, bercabang, dan berwarna putih kehijauan. Tanaman memiliki bentuk daun yang majemuk berwarna hijau, berbentuk lanset, bagian ujung runcing, tepi bergengi, memiliki panjang 3-15 cm. Bunga pada tanaman tagetes memiliki bunga majemuk, berbentuk cawan, dengan tangkai panjang, daun pembalut berbentuk lonceng, kepala putik bercabang dua berwarna kuning. Sedangkan benang sari berwarna kuning atau ungu, berbentuk lonceng dengan panjang 1-1,5 cm (Gambar 2). Biji pada tanaman tagetes berbentuk seperti jarum dan berwarna hitam. Tanaman tagetes mempunyai akar tunggang dan berwarna putih kekuningan (Setiawati et al., 2008).

10 Gambar 2. Tanaman Tagetes Bagian daun pada tanaman tagetes mengandung bahan aktif saponin, flovonoida, Pepeirton, terhtienilnoida (Asmaliyah et al., 2010). Tanaman tagetes mengandung quercetagetin, quercetagitrin, dan tagetiin yang termasuk dalam kelompok senyawa flavonoid, memiliki kandungan senyawa tagetol, linolaol, ocimene, limonen, dan piretrum yang termasuk dalam kelompok monoterpenoid. Tanaman tagetes juga mengandung senyawa alkaloid danthertienil yang termasuk dalam kelompok senyawa poliasetilen (Setiawati et al., 2008). 2.3.2 Saliara Saliara (Lantana camara) merupakan gulma daun lebar yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Tumbuhan ini mempunyai ciri-ciri dengan tinggi tumbuhan dapat mencapai 2 m serta memiliki batang yang berbulu dan berduri, mempunyai daun tunggal, berhadapan, bulat telur, meruncing, kasap, beraroma, dan pada tepi daun bergerigi (Gambar 3). Cabang tumbuhan ini mempunyai banyak ranting yang berbentuk segi empat. Bunga terbentuk dalam rangkaian

11 dengan warna beragam yaitu putih, merah muda, atau jingga kuning (Lasut, 2011). Gambar 3. Tanaman Saliara Menurut Lasut (2011) tumbuhan saliara memiliki kandungan senyawa mengandung terpenoid, steroid, saponin, minyak atsiri dan alkaloid. Senyawa aktif minyak atsiri yang aktif dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sebagai antijamur pada Saprolegnia, ferax serta sebagai larvasida pada Culex quinquefasciatus, Anopheles stephensi dan Aedes aegypti (BPTPSU, 2014). Dengan demikian, senyawa aktif yang terkandung dalam daun saliara diperkirakan dapat menekan pertumbuhan jamur dan dapat digunakan serta dikembangkan sebagai fungisida nabati. 2.3.3 Sirih Hijau Sirih hijau (Piper bettle L) merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat. Penggunaan sirih hijau (Gambar 4) untuk mengobati berbagai macam jenis penyakit telah dilakukan beberapa puluh tahun yang lalu secara tradisional. Penggunaan sirih hijau sebagai bahan obat mempunyai dasar yang kuat karena

12 adanya kandungan minyak atsiri dengan komponen phenol alam yang mempunyai daya antiseptik yang kuat (Ningsih, 2009). Gambar 4. Tanaman sirih hijau Daun sirih hijau berkhasiat sebagai penahan pendarahan, obat luka pada kulit, memperbaiki selera makan dan rasa, juga berfungsi sebagai antiseptik, bakterisida dan fungisida. Kandungan kimia yang terdapat dalam daun sirih hijau yaitu saponin yang berguna sebagai anti radang, flavonoida dan polifenol sebagai antiseptik dan anti radang, serta minyak atsiri yang berguna sebagai anti radang dan bersifat bakterisida yang sangat kuat (Ningsih, 2009). Tanaman sirih hijau yang telah diekstrak, diketahui dapat menekan pertumbuhan jamur. Achmad & Suryana (2009) menyatakan bahwa pemberian ekstrak daun sirih hijau (P. betle L) dapat menghambat pertumbuhan jamur Rhizoctonia sp., serta semakin lambat pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp., jika semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih hijau yang diberikan. Dengan demikian fraksi ekstrak daun sirih hijau diharapkan dapat memberikan pengaruh yang sama terhadap jamur C.capsici.