BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja, baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.orang yang bekerja kepada orang lain sering disebut dengan istilah pekerja/buruh. Perburuhan sekarang ini disebut dengan istilah ketenakerjaan, sehingga hukum perburuhan sama dengan hukum ketenagakerjaan. Saat ini terdapat beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ahli hukum berkenaan dengan istilah hukum perburuhan atau hukum ketenagakerjaan, seperti yang diungkapkan Imam Soepomo yang memberi pengertian bahwa hukum perburuhan adalah himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan suatu kejadian pada saat seseorang bekerja dengan orang lain secara formal dengan upah tertentu. Dengan kata lain, hukum perburuhan adalah seperangkat aturan dan norma yang tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja atau buruh 1. Namun istilah hukum perburuhan semakin tidak populer dengan diundangkanya Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 (selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagakerjaan) sebagai payung masalah- masalah terkait dengan hukum perburuhan/ hukum ketenagakerjaan. Menurut Undang Undang Ketenagakerjaan,Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pengertian pekerja/buruh ( yang selanjutnya disebut buruh) adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 1 R. Joni Bambang S.,S.H.,M.M, 2013, Hukum Ketenagakerjaan,Cet 1, Bandung, pustaka setia. Hal 45
Pekerjaan merupakan kebutuhan yang sangat kompleks dalam masyarakat saat ini, hal ini karena tanpa adanya pekerjaan seseorang tidak akan bisa memenuhi kebutuhan ekonomi, kebutuhan psikhis dan bahkan kebutuhan untuk meningkatkan martabat serta kualitas diri seseorang baik bagi dirinya sendiri maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh sebab itu sesuai dengan tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, hal tersebut menunjukkan bahwa menjadi tugas bersama untuk mengusahakan agar setiap orang yang mau dan mampu bekerja, mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang diinginkannya, dan setiap orang yang bekerja mampu memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi si tenaga kerja sendiri maupun keluarganya 2. Kebutuhan akan Tenaga kerja merupakan salah satu dari faktor faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dalam kegiatan produksi tenaga kerja merupakan input yang terpenting selain bahan baku dan juga modal. Namun Dewasa ini masalah mengenai ketenagakerjaan sangat kompleks dan beragam. Hal tersebut dikarenakan kenyataan bahwa hubungan kerja antara pengusaha/majikan dengan buruh tidak selalu berjalan dengan harmonis. Dalam dunia kerja, konflik antara Pengusaha dan Buruh sering kita jumpai baik di media masa atau bahkan di sekitar kita. Salah satu masalah ketenagakerjaan yang sering terjadi hingga saat ini adalah PHK (selanjutnya disebut PHK). Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.dalam 2 Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1988, hal. 19.
Undang-Undang Ketenagakerjaan ini juga menyebutkan beberapa alasan terjadinya pengakhiran hubungan kerja yaitu 3 : 1. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja (Pasal 61 Undang Undang Ketenagakerjaan ) 2. Pekerja melakukan kesalahan berat (Pasal 158 Undang Undang Ketenagakerjaan) yang meliputi : a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan; b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan; c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja; d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan; h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja; i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Namun Undang-Undang Ketenagakerjaan juga telah mengatur dengan jelas bahwa pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Demikian juga pada waktu pekerja tersebut berhenti atau adanya pemutusan hububungan kerja dengan perusahaan, perusahaan wajib mengeluarkan dana untuk pensiun atau pesangon atau tunjangan lain yang berkaitan dengan pemberhentian. 4 3 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan 4 FX Djumialdji, Perjanjian Kerja (a), (Jakarta: PT Sinar Grafika, Edisi Revisi 2005), hal. 44.
Peristiwa pengakhiran hubungan kerja seringkali menimbulkan permasalahan yang tidak mudah terselesaikan, baik mengenai pengakhiran hubungan itu sendiri maupun utamanya akibat hukum dari pengakhiran hubungan kerja 5. Oleh karena itu, pihak - pihak yang terlibat dalam hubungan industrial seperti pengusaha, buruh,dan pemerintah mengusahakan dengan segala upaya agar tidak terjadi PHK 6. Akan tetapi bila upaya telah dilakukan tidak berhasil maka PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan buruh, apabila buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh maka PHK antara pengusaha dengan buruh dilakukan dengan memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Karena PHK juga merupakan peristiwa yang tidak diharapkan terjadi khususnya bagi pekerja/buruh, karena PHK itu akan memberikan dampak psycologis, economis-financiilbagi buruh dan keluarganya 7. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat Buruh dalam satu perusahaan 8 hal ini tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial. Saat terjadi perselisihan hubungan industrial diharapkan perselisihan dapat diselesaikan melalui perundingan bipartit, Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka penyelesaian dilakukan melalui mekanisme mediasi atau konsiliasi. Bila mediasi dan konsiliasi gagal, maka perselisihan hubungan industrial dapat dimintakan untuk diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial. 5 Edy Sutrisno Sidabatur, 2008, Pedoman Penyelesaian PHK (Prosedur PHK, Kompensasi PHK, Akibat Hukum PHK, Contoh-contoh Kasus PHK Beserta Penghitungan Uang Pesangon, Uang Penghargaan, dan Uang Penggantian Hak), Cet.II, Elpress, Tangerang, hlm. 2. 6 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 65 7 F. X. Djumialdji dan Wiwoho Soejono, 1985, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 88. 8 Undang - undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial
Namun pada nyatanya banyak perselisihan yang dapat kita lihat mengenai PHK yang dilakukan oleh pengusaha secara sepihak serta tidak terpenuhinya hak buruh/pekerja ketika mengalami PHK secara sepihak tersebut. Salah satu perkara mengenai PHK yang ingin diteliti oleh penulis ialah putusan Mahkamh Agung No. 764 K/Pdt.Sus/2011. Pokok perkara dalam putusan tersebut ialah Perselisihan kerja yang terjadi antara Mendra Barus (yang selanjutnya disebut sebagai Penggugat) melawan PT. Brahma Binabakti ( yang selanjutnya disebut sebagai Tergugat). Dimana Penggugat merupakan buruh di perusahaan dari Tergugat. Pemohon Kasasi dahulu merupakan Penggugat dalam persidangan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jambi dan Termohon dahulu sebagai Tergugat. Objek sengketa yang diperkarakan dalam putusan ini adalah Perselisihan Hak dan PHK (PHK) sepihak yang dilakukan oleh Tergugat kepada diri Penggugat pada tanggal 1 Maret 2011 dengan suratnya No.24/PHK-BBB-K/III/2011, dengan alasan Berkelahi dengan teman sekerja, memukul teman kerja, mencelakakan teman kerja. Tidak berhenti di situ, Tergugat juga tidak bersedia membayarkan hak-hak Penggugat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan/atau ketentuan pasal 164ayat (3) Undang-Undang R. I No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Karena merasa dirugikan oleh PT. Brahma Binabakti, Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jambi dengan Nomor: 14/ G/ 2011 /Phi. Jbi dilanjutkan ke tingkat Kasasi dengan Nomor. 764 K/Pdt.Sus/2011. Bertolak dari uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan ke dalam skripsi dengan judul STUDI KASUS TENTANG PHK KARENA PELANGGARAN BERAT DALAM PUTUSAN TINGKAT PERTAMA Nomor : 14/ G/ 2011 /PHI. JBI DAN KASASI No.764K/Pdt.Sus/2011 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian di atas adalah sebagai berikut : Apakah dasar pertimbangan putusan Majelis Hakim pada putusan Tingkat Pertama Nomor : 14/G/2011/PHI.JBI dan Kasasi No.764K/Pdt.Sus/2011 sudah sesuai dengan UU No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui dasar pertimbangan putusan Majelis Hakim pada putusan tingkat pertama Nomor : 14/ G/ 2011 /PHI. JBI dan kasasi No.764K/Pdt.Sus/2011 apakah sudah sesuai dengan UU No 13 Tahun 2013. D. Manfaat Penelitian Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan Hukum pada khususnya terutama Hukum Ketenagakerjaan. 2. Untuk memberikan gambaran yang jelas apakah putusan Mahkamah Agung nomor No. 764 K/Pdt.Sus/2011 telah sesuai ketentuan hukum yaitu Undang Undang Ketenagakerjaan. 3. Untuk lebih mengembangkan daya pikir dan analisa yang akan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus mengukur sejauh mana kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
E. Metode Penelitian 1. Pendekatan yang digunakan Pendekatan yang dilakukan oleh penulis lebih kepada pendekatan Undang Undang dan pendekatan kasus, dimana pendekatan Undang Undang dilakukan dengan menelaah Undang Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani penulis. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. 9 Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). 10. 2. Jenis dan Teknis Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada masyarakat, seperti Norma Dasar, Peraturan Dasar,Peraturan perundang-undangan, Bahan Hukum Tidak Tertulis, Yurisprudensi, Perjanjian Internasional dan Peraturan Jaman Penjajahan yang masih berlaku. Perihal badan hukum primer yang berhubungan dengan penulisan ini adalah Kitab Undang undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hal. 94. 10 ibid. 12.