BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa anak merupakan masa terpenting dalam proses pembentukan dan pengembangan kepribadian yang meliputi berbagai aspek fisik, psikis, spiritual, etika-moral, sehingga mereka menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun social masyarakat. (Mulyadi, 2007) Berk (1999) menjelaskan dalam konsep psikologi anak, yang dimaksud dengan anak ialah mereka yang sedang berada dalam perkembangan masa prenatal, lahir, bayi, atitama (anak tiga tahun pertama), alitama (anak lima tahun pertama) dan anak tengah (usia 6-21 tahun). (Dariyo, 2007) Anak usia sekolah, anak yang berusia antara 6 sampai dengan 10 atau 12 tahun. Perkembangan fisik pada anak cenderung berbeda dengan masa sebelumnya dan sesudahnya. Pada tahun-tahun awal pertumbuhan jaringan tulang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan jaringan otot mulai menjadi cepat, hal ini berpengaruh pada peningkatan kekuatan yang menjadi lebih cepat juga. (Widayatun, 1999) Menurut Sigmund Freud (Irwanto, 2002), anak usia 6-12 tahun sering disebut dengan masa anak pertengahan atau laten yaitu masa tenang dan nyaman, walau anak mengalami perkembangan pesat pada aspek motorik dan kognitif. Anak laki-laki lebih banyak bergaul dengan teman sejenis, demikian pula dengan anak perempuan. Oleh karena itu, fase ini disebut juga periode homoseksual alamiah. Anak mencari figur ideal diantara orang dewasa berjenis kelamin sama dengannya. Masa sekolah atau masa prapubertas, wanita 6-10 tahun dan laki-laki 8-12 tahun. Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan masa prasekolah, keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain dan berkelompok dengan teman yang berjenis kelamin yang sama. (Narendra dkk, 2002) 1
2 Minat dan kegiatan bermain pada masa ini lebih sedikit dibandingkan dengan ketika ia masih berada pada masa prasekolah. Bermain sangatlah penting untuk perkembangan fisik dan psikologis sehingga anak diberi waktu dan kesempatan untuk bermain dan juga didorong untuk bermain, tanpa memperdulikan status sosial ekonomi keluarga. Membahas tentang akibat sosialisasi bermain, (Lever) mengatakan selama bermain anak dapat mengembangkan berbagai keterampilan sosial sehingga memungkinkannya untuk menikmati keanggotaan dengan teman-temannya. (Hurlock, 1990) Setelah masuk sekolah, jenis permainan mereka sangat beragam, semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan terutama bila sendirian. Selain itu mereka merasa tertarik dengan permainan olahraga, hobi dan dan bentuk permainan matang lainnya (Hurlock, 1990). Pada masa ini, anak mudah sekali terkena penyakit misalnya Kasus infeksi seperti demam berdarah dengue, diare, cacingan, infeksi saluran pernapasan akut, serta reaksi simpang terhadap makanan akibat buruknya sanitasi, keamanan pangan dan hygiene perorangan. Secara epidemiologis penyebaran penyakit berbasis lingkungan di kalangan anak sekolah di Indonesia masih tinggi. Sekolah adalah merupakan tempat yang paling penting sebagai sumber penularan penyakit infeksi pada anak sekolah. Permasalahan kesehatan anak usia sekolah di antaranya adalah penyakit menular, penyakit non infeksi, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan dan perilaku. Penyakit yang cukup mengganggu dan berpotensi mengakibatkan keadaan bahaya hingga mengancam jiwa adalah penyakit menular pada anak sekolah. Misalnya, melalui bermain bisa menjadi faktor penyebab kuman menempel pada tubuh anak tersebut ketika bermain dan berkelompok dengan teman-temannya. Yang penularannya bisa melalui tangan masing-masing. Tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaanpermukaan lain seperti handuk, gelas). Tangan yang bersentuhan langsung
3 dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus, dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan). (Mujiyanto, 2009) Permasalahan kesehatan tersebut dapat dikurangi dengan melakukan perubahan perilaku sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun, yang menurut penelitian dapat mengurangi angka kematian yang terkait dengan penyakit diare hingga hampir 50%. Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah penyakit diare dan ISPA. Kedua penyakit itu menjadi penyebab utama kematian anak-anak. Setiap tahun, sebanyak 3,5 juta anak-anak diseluruh dunia meninggal sebelum mencapai umur lima tahun karena penyakit diare dan ISPA. Mencuci tangan dengan sabun juga dapat mencegah infeksi kulit, mata, cacing yang tinggal di dalam usus, SARS, dan flu burung. (Mujiyanto, 2009) Menurut Larson (1995) dalam Tietjen (2004), mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Kesehatan dan kebersihan tangan dapat mengurangi mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dengan tangan dan lengan serta meminimalisasi kontaminasi silang. Curtis and Cairncross (2003) didapatkan hasil bahwa perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) khususnya setelah kontak dengan feses ketika ke jamban dan membantu anak ke jamban, dapat menurunkan insiden diare hingga 42-47%. Perilaku CTPS juga dikatakan dapat menurunkan transmisi ISPA hingga lebih dari 30% ini diperoleh dari kajian yang dilakukan oleh Rabie and Curtis (2005). Di lain pihak, Unicef menyatakan bahwa CTPS dapat menurunkan 50% insidens flu burung. Praktek CTPS juga dapat mencegah infeksi kulit, mata dan memudahkan kehidupan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Beberapa kajian ini menunjukan bahwa intervensi CTPS dianggap sebagai pilihan perilaku yang efektif untuk pencegahan berbagai penyakit menular. Artinya, sekitar satu juta anak di dunia dapat diselamatkan tiap tahun dengan cuci tangan. Hanya saja ada yang perlu diperhatikan dalam
4 prosesnya, yaitu harus menggunakan sabun dan membilas tangan menggunakan air mengalir. Menurut Curtis & Cairncross, tanpa sabun, bakteri dan virus tidak akan hilang. Air hanya sebatas menghilangkan kotoran yang tampak, tetapi tak menghilangkan cemaran mikrobiologis yang tidak tampak. Kesehatan seseorang akan terpenuhi jika bisa membiasakan perilaku mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sebelum melakukan kegiatan apapun yang memasukkan jari-jari kedalam mulut atau mata. (Moernantyo, 2006) Menurut Lawrence (Notoatmodjo, 2003), menjelaskan bahwa perilaku seseorang dilatar belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni faktor predisposisi (predisposing faktor) meliputi pengetahuan (dapat diperoleh melalui pendidikan, paparan media masa, hubungan sosial dan pengalaman), sikap, kepercayaan, tradisi, nilai dan sebagainya, faktor yang pendukung (enabling faktor) meliputi ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, faktor yang memperkuat atau pendorong (reinforcing faktor) meliputi sikap dan perilaku petugas atau tokoh masyarakat. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku mencuci tangan harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok tersebut. Menurut Ottawwa Charter (1986) yang dikutip dari Notoatmodjo S, pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental dan social, maka masyarakat harus mampu menganal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, social, budaya, dan sebagainya). Dapat disimpulkan bahwa peran pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai kesehatan. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk menyediakan kondisi psikologis dari sasaran agar mereka berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai-nilai kesehatan. Setelah diberikan pendidikan kesehatan mencuci tangan pakai sabun diharapkan individu, kelompok atau masyarakat bisa berperilaku hidup bersih
5 yang dapat diawali dengan cuci tangan pakai sabun (CTPS). (Notoatmodjo, 2003) Penelitian dilakukan usia SD karena di Indonesia penyakit diare dan cancingan tersebar pedesaan dan di perkotaan dengan prevalensi semua umur 40%-60% dan murid SD sebesar 60%-80%. Survei Depkes RI di 10 propinsi di Indonesia menemukan prevalensi kecacingan di kabupaten Pesisir Selatan tahun 2003 (85,8%) dan tahun (51,4%) lebih tinggi dipengaruhi oleh kebersihan diri, sanitasi lingkungan dan kebiasaan penduduk. Faktor resiko lain, perilaku anak BAB tidak di jamban atau sembarangan tempat yang menyebabkan pencemaran tanah yang penularannya karena tertelan tanah yang tercemar dan perilaku anak jajan disembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol kebersihannya. Untuk itu, disarankan bahwa murid SD dan masyarakat membiasakan diri mencuci tangan sebelum makan dengan air dan sabun. Disamping itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan tentang peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat serta perilaku mencuci tangan, perilaku jajan di sekolah pada murid di SD. Suatu pelayanan keperawatan yang ditujukan kepada masyakat dengan penekanan kelompok resiko tinggi dalam upaya pencapaian derajat kesehatan optimal melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan dan rehabilitasi dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan. Dengan menggunakan strategi salah satunya adalah melalui penyuluhan kesehatan atau pendidikan kesehatan. Anak usia sekolah adalah sekelompok audiens yang mau tak mau harus mendengarkan, dan orang tua mereka sangat berkaitan erat dengan komunitas sekolah. Oleh karena itu komunitas sekolah, suatu pusat ideal untuk aktivitas promosi kesehatan seluruh keluarga.(anderson, 2006) Berdasarkan hasil pengamatan di Sekolah Dasar Negeri Sinoman ditemukan hal yang menarik berkaitan dengan perilaku mencuci tangan pada murid kelas 3 dan 4 yang terdiri dari 39 anak yang telah disebarkan kuesioner
6 oleh peneliti yang hasilnya 35% anak berperilaku buruk, 30% anak berperilaku kurang, hanya 25% anak saja yang berperilaku baik dalam mencuci tangan dan pada saat pengambilan data 10% anak tidak masuk. Hasil wawancara pada anak mengatakan sudah mendapatkan himbauan dari guru untuk mencuci tangan dengan sabun. SDN Sinoman merupakan institusi pendidikan pada anak usia sekolah yang berumur 6-12 tahun dengan jumlah keseluruhan 99 orang siswa. Yang terdiri dari 48 murid laki-laki dan 51 murid perempuan. SDN Sinoman terletak di daerah pedesaan yang lumayan jauh dari kota dan sekolahnya yang dikelilingi oleh lingkungan persawahan serta merupakan daerah yang rawan banjir setiap tahunnya ketika musim penghujan. Di belakang sekolah terdapat lapangan yang sering di pergunakan untuk berolahraga dan bermain anakanak. Lapangan tersebut juga sering dipergunakan untuk tempat singgah hewan-hewan ternak warga setempat sehingga tidak jarang hewan tersebut membuang kotorannya disana. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada ibu Titiek Khazanahati sebagai kepala sekolah SDN Sinoman Pati mengatakan masih kurangnya pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan dan belum adanya penyuluhan kesehatan tentang pentingnya cuci tangan pakai sabun (CTPS) serta belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan mencuci tangan terhadap perilaku pada anak usia sekolah. Guru seksi UKS juga mengatakan guru-guru hanya menghibau agar anak mencuci tangan dengan sabun setiap sebelum dan sesudah makan. Disekolah telah tersedia fasilitas mencuci tangan seperti kran air dan sabun, namun fasilitas tersebut kurang dimanfaatkan oleh anak-anak. Walaupun anak-anak sudah tahu bahaya mencuci tangan makan atau kegiatan memasukkan makanan tanpa mencuci tangan pakai sabun, namun sebagian besar dari mereka masih menyepelekannya karena mereka beranggapan mencuci tangan hanya ketika tangan kotor. Jadi, hanya himbauan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan saja, tidaklah cukup. Anak-anak membutuhkan pendekatan yang lebih baik
7 yaitu melalui pendidikan kesehatan yang dapat menarik minat anak-anak untuk menambah pengetahuan anak tentang pentingnya mencuci tangan dengan sabun sehingga dapat merubah perilaku mencuci tangan anak. Pengetahuan-pengetahuan tersebut akan menimbulkan kesadaran mereka, sehingga merubah cara pandang anak yang sebelumnya masih menyepelekan tindakan mencuci tangan pakai sabun menjadi rajin mencuci tangan setelah melakukan kegiatan apapun bukan hanya sebelum makan saja. Menurut data-data di atas dapat disimpulkan bahwa di SDN Sinoman Pati sangat berpotensi terjadinya penularan kuman-kuman dan bakteri penyakit melaui tangan anak itu sendiri, sehingga diperlukannya pendekatan melalui pendidikan kesehatan tentang pentingnya mencuci tangan pakai sabun untuk merubah perilaku mencuci tangan anak. Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan Terhadap Perilaku Pada Anak Sekolah Di SDN Sinoman Pati. B. Rumusan Masalah Pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan kesadaran individu dalam menciptakan perilaku yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan mencuci tangan dilakukan untuk menjelaskan pentingnya mencuci tangan anak, cara benar cuci tangan pakai sabun, dan resiko tidak mencuci tangan pakai sabun. Sehingga setelah mendapatkan pengetahuan tentang pendidikan kesehatan dan di dukund fasilitas berupa kran dengan air yang bersih serta sabun untuk mencuci tangan, dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan sikap anak tentang pentingnya mencuci tangan sehingga anak dengan kesadaran sendiri berperilaku mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan makan. Berdasarkan observasi data awal melalui wawancara dan kuesioner pada murid dan guru SDN Sinoman Pati, anak sudah tahu bahwa cuci tangan pakai sabun sangatlah penting namun sebagian besar anak masih menyepelekan kegiatan mencuci tangan tersebut. anak-anak mencuci tangan
8 hanya ketika sebelum makan saja, jarang mencuci tangan setelah melakukan kegiatan misalnya bermain, olahraga, atau ketika makan sebelum jajanan. Anak-anak belum mengetahui waktu/saat yang paling penting mencuci tangan dengan sabun. Fasilitas sekolah yaitu kran air dan sabun yang diberikan, tidak di manfaatkan dengan maksimal. Berdasarkan uraian fenomena tersebut diatas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Adakah pengaruh pendidikan kesehatan mencuci tangan terhadap perilaku pada anak usia sekolah di SDN Sinoman Pati? C. Tujuan Penelitian Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan mencuci tangan terhadap perilaku pada anak usia sekolah di SDN Sinoman. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi perilaku anak usia sekolah sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan di SDN Sinoman. b. Mengidentifikasi perilaku anak usia sekolah sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan di SDN Sinoman. c. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan mencuci tangan terhadap perilaku pada anak usia sekolah di SDN Sinoman. D. Manfaat Penelitian Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Anak a. Memberikan informasi tentang pendidikan kesehatan mencuci tangan sehingga dapat meningkatkan perilaku anak tentang hidup bersih yang diawali dengan mencuci tangan
9 b. Memberikan informasi tentang manfaat yang di dapat bagi kesehatan dengan melakukan mencuci tangan dengan baik dan benar. 2. Sekolah Memberi pengetahuan bagi pihak sekolah tentang pentingnya pendidikan kesehatan mencuci tangan dengan baik dan benar dan mendorong para guru untuk memberikan materi tambahan mengenai mencuci tangan dan hidup bersih dan sehat. 3. Peneliti dan Peneliti Selanjutnya Meningkatkan pengalaman dan wawasan bagi peneliti sendiri dalam komunikasi dan menyampaikan pendidikan kesehatan di kalangan anak usia sekolah dan menganalisis perubahan perilaku mencuci tangan terhadap pendidikan kesehatan pada anak usia sekolah. Serta sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan. 4. Institusi Keperawatan a. Memberikan masukan dan informasi tentang pentingnya pendidikan kesehatan mencuci tangan bagi anak usia sekolah. b. Menambah studi kepustakaan tentang pendidikan kesehatan mencuci tangan, sehingga dapat dijadikan masukan bagi institusi dalam menangani masalah kesehatan pada anak usia sekolah. 5. Perawat Perawat dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang permasalahan pada tahap perkembangan usia anak sekolah, sehingga perawat dapat memilih strategi penatalaksanaan yang lebih efektif daam menangani masalah kesehatan anak usia sekolah. E. Bidang Ilmu Bidang keilmuan yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak.