1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Hingga saat ini, Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan perhatian internasional. DBD mempunyai kecenderungan kasusnya yang mudah meningkat dan meluas. Selain itu penyebaran DBD sulit dikendalikan dan belum ada obatnya. Saat ini diperkirakan terdapat 100 negara yang berstatus endemi DBD dan 40% populasi dunia beresiko (2,5 milyar orang) karena tinggal di wilayah tropis dan subtropis. Selain itu, setiap tahun dilaporkan 50 juta penularan dengan sekitar 400.000 kasus DBD dan menjadi kasus tertinggi yang mengakibatkan mortalitas pada anak di beberapa negara Asia (WHO, 2006). Keberadaan dan kepadatan populasi vektor penyakit DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sering dikaitkan dengan penularan, endemisitas, dan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD. Kepadatan populasi Aedes yang diukur dengan indeks rumah (House Index disingkat HI) di daerahdaerah endemis DBD dilaporkan selalu tinggi. HI di Simongan dan Manyaran (Semarang Barat) 47,3% dan 53,49%. Indeks Ovitrap (Ovitrap Index = IO) pada lingkungan rumah di kota Semarang mencapai 36,6%. Padahal, Departemen 1
2 Kesehatan menetapkan bahwa untuk mencegah penularan DBD, maka HI tidak boleh lebih dari 5% (Wahyuningsih, 2007). Lingkungan fisik, biologi dan sosial berperan dalam mempengaruhi keberadaan serangga penular penyakit penggganggu. Serangga merupakan bagian lingkungan yang hidup berdampingan dengan manusia, salah satunya adalah nyamuk Aedes sp (Kesumawati, 2006). Penanggulangan penyakit terhadap vektor penular, khususnya yang disebabkan oleh nyamuk telah dilakukan terus menerus, baik secara kimiawi maupun biologis. Pengendalian secara alami/biologik dapat dilakukan dengan mengatur populasi vektor melalui musuh-musuh alaminya. Saat ini pengendalian serangga vektor penyakit maupun pengganggu, dengan menggunakan bahan kimia insektisida masih menjadi pilihan utama, karena hasilnya dapat dilihat secara langsung. Namun, para ilmuwan juga telah mengembangkan berbagai insektisida alami dari tumbuhan. Insektisida nabati adalah insektisida yang bahan dasarnya diperoleh dari tumbuhan. Penggunaan insektisida ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan harganya relatif murah. Insektisida nabati dapat dibuat dengan cara sederhana dapat berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan bagian tumbuhan, yaitu berupa akar, umbi, batang, daun, biji dan buah (Subiyakto S. 2005). Senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan berfungsi sebagai insektisida diantaranya adalah golongan sianida, saponin, tannin, flavonoid, alkaloid, minyak atsiri dan steroid (Kardinan, 2000). Daun pepaya merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai insektisida alami. Pada daun pepaya mengandung berbagai macam senyawa yang dapat merusak protein.
3 Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa alkaloid, saponin dan enzim papain. Kandungan enzim papain pada daun pepaya dapat memecah molekul protein yang banyak terkandung dalam telur Aedes sp (Kartikasari, 2011). Kandungan zat kimia dalam air juga mempengaruhi daya tetas telur Aedes sp, sebuah penelitian menemukan bahwa, kaporit pada media air dapat mengganggu proses perkembangan dan penetasan telur karena klorin dalam kaporit mampu mengoksidasi (membakar) telur Aedes sp dengan merusak protein yang terdapat dalam telur (Effendy, 2008). Mencermati penjelasan diatas maka perlu dikaji tentang perbedaan efektifitas air perasan daun pepaya dan kaporit dalam menghambat daya tetas telur Aedes sp. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana perbedaan efektifitas air perasan daun pepaya dan kaporit dalam menghambat daya tetas telur Aedes sp? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan efektifitas air perasan daun pepaya dan kaporit dalam menghambat daya tetas telur Aedes sp. 2. Tujuan khusus a. Menghitung efektifitas rata-rata daya hambat telur Aedes sp dengan cara menghitung presentase jumlah telur yang tidak menetas menjadi
4 larva pada media air yang ditambah dengan air perasan daun pepaya dan kaporit. b. Membandingkan efektifitas rata-rata daya hambat telur Aedes sp menjadi larva pada media air yang ditambah dengan air perasan daun pepaya dan kaporit. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Penulis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang pengendalian vektor penyakit dengan insektisida alami dan insektisida kimia dalam menghambat daya tetas telur Aedes sp. 2. Manfaat bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang cara pengendalian vektor penyakit Demam Berdarah yang efektif.
5 E. Orisinalitas Penelitian Tabel 1. Orisinalitas penelitian Nama Peneliti / No. Penerbit 1. Kartikasari, N. FIKKES Universitas Muhammadiyah Semarang. 2011. 2. Hindiyah Effendi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang 2008 Judul Penelitian Pengaruh Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya) dalam menghambat proses penetasan telur Aedes sp. Pemberian Kalsium Hipoklorit dalam air untuk menghambat penetasan telur Aedes sp sebagai pengendalian dini vektor Aedes sp. Hasil Penelitian Pada larutan uji ekstrak daun pepaya 100%, 50% dan 25% tidak ada telur Aedes sp yang menetas. Pada kontrol didapati telur Aedes sp yang menetas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh ekstrak daun Pepaya (Carica Papaya) dalam menghambat daya tetas telur Aedes sp. Peningkatan konsentrasi kalsium hipoklorit berpengaruh terhadap jumlah telur Aedes sp yang menetas.sehingga disimpulkan bahwa pemberian kalsium hipoklorit dalam air dapat menghambat penetasan telur Aedes sp Berdasarkan data originalitas penelitian di atas, dapat dibedakan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nugraheni Kartikasari (2011) di Universitas Muhammadiyah Semarang dengan judul Pengaruh Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya) dalam menghambat proses penetasan telur Aedes sp. Perbedaan kedua penelitian tersebut yaitu volume larutan uji sebesar 10 ml diamati selama 3 hari, penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan volume larutan 100 ml selama 4 hari.
6 Perbedaan kedua penelitian yang telah dilakukan Hindiyah Effendi (2008) di Universitas Muhammadiyah Malang dengan judul Pemberian Kalsium Hipopklorit dalam air untuk menghambat penetasan telur Aedes sp sebagai pengendalian dini vektor Aedes sp adalah konsentrasi larutan kaporit yang digunakan sebesar 5.10-6 M, 5.10-7 M, 5.10-8 M, 5.10-9 M, 5.10-10 M dan 5.10-11 M, penelitian yang akan dilakukan menggunakan konsentrasi 1 ppm, 2 ppm dan 3 ppm. sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini belum pernah dilakukan