BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini sumber daya manusia merupakan aset penting dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan. Kelangsungan hidup suatu perusahaan tergantung pada sejauh mana perusahaan memanfaatkan peluang serta mampu mengatasi ancaman dari lingkungan eksternal dengan segala potensi dari sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Oleh karena itu sumber daya manusia dituntut untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, agar kualitas kinerja karyawan semakin baik. Setiap individu yang berada dalam suatu organisasi, dapat berperan sebagai sumber stres bagi orang lain. Mengelola stres berarti belajar untuk mengendalikan diri sendiri didalam kehidupan. Stres adalah sebagai suatu ketidakseimbangan antara keinginan dengan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya. Sebagai seorang pemimpin, mengelola stres karyawan ditempat kerja lebih bersifat pemahaman akan penyebab stres orang lain dan mengambil tindakan untuk menguranginya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Menurut Robbins (2008:127) stres kerja adalah suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dihadapkan dengan suatu peluang, kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan tidak penting.
Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh ketidakmengertian manusia akan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Dalam melakukan kegiatan operasional, khususnya bagi karyawan PTPN IV yang memiliki frekuensi pekerjaan yang cukup padat menuntut kesadaran yang tinggi dari para karyawan dan tidak jarang para karyawan mengalami stres kerja. Akibatnya pelaksanaan tugas tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini mengharuskan pimpinan untuk terus memberikan perhatian yang lebih terhadap karyawannya, agar kinerja karyawan tetap terjaga dengan baik dan karyawan tidak mengalami stres kerja yang berat, yang nantinya dapat menyebabkan rasa malas, rasa bosan, rasa jenuh, dikarenakan beban kerja yang berat. Kurangnya perhatian seorang pimpinan terhadap karyawan juga dapat mempengaruhi kualitas kinerja karyawan dalam upaya pencapaian produktivitas perusahaan. Efektivitas proses komunikasi dua arah diantara pemimpin dan karyawan adalah penting untuk mengidentifikasikan penyebab stres kerja yang potensial dan pemecahannya, karena stres kerja akan selalu menimpa karyawan. Stres kerja seperti diuraikan diatas dapat terjadi pada setiap jajaran, baik jajaran pemimpin maupun yang dipimpin, staf dan para tenaga ahli/profesional dilingkungan suatu organisasi. Oleh karena itu usaha untuk menghindari stres dan mengendalikannya menjadi prioritas utama dalam kepemimpinan untuk mengefektifkan suatu organisasi. Pada era perubahan yang begitu cepat dan kompleks seperti sekarang ini, setiap perusahaan membutuhkan pemimpin yang dapat mengarahkan dan mengembangkan usaha-usaha bawahan sesuai dengan sasaran maupun tujuan
organisasi. Tujuan akan tercapai jika individu-individu yang berada didalamnya mampu bekerjasama dengan individu yang lainnya dibawah koordinasi seorang pimpinan yang memiliki kemampuan untuk mengarahkan anggotanya. Griffin dalam Sule dkk (2005:255) mendefenisikan kepemimpinan sebagai suatu proses dalam mengarahkan dan mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Kepemimpinan dianggap sebagai kemampuan seorang pemimpin didalam suatu perusahaan untuk dapat mempengaruhi para anggotanya atau bawahannya untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Fungsi kepemimpinan pada dasarnya adalah tindak lanjut dari pemahaman para pimpinan terhadap keragaman karakteristik dari perilaku para pegawai dalam organisasi. Kepemimpinan sendiri merupakan bagian dari fungsi pengarahan dalam manajemen suatu organisasi. Apabila fungsi pengarahan dalam manajemen suatu organisasi ingin tercapai, maka kepemimpinan menjadi salah satu kunci pokok yang harus dipahami. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, watak, dan kepribadian tersendiri yang unik dan khas, hingga tingkah laku serta gaya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Menurut Rivai, dkk (2008:122) ada empat macam gaya kepemimpinan yang lazim digunakan, yaitu: 1. Kepemimpinan demokrasi, adalah suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan kepada kemampuan untuk menciptakan kepercayaan. 2. Kepemimpinan diktator atau otokrasi, adalah suatu gaya kepemimpinan yang menitikberatkan kepada kesanggupan untuk memaksakan keinginannya yang mampu mengumpulkan pengikut-pengikutnya untuk mengumpulkan
kepentingan pribadinya dan atau golongannya dengan kesediaan untuk menerima segala resiko apapun. 3. Kepemimpinan paternalistik, adalah bentuk antara gaya demokrasi dan diktator. Yang pada dasarnya kehendak pemimpin yang harus berlaku, namun dengan jalan atau melalui unsur-unsur demokrasi. 4. Kepemimpinan free rein atau laissez faire yakni, salah satu gaya kepemimpinan yang 100% menyerahkan sepenuhnya seluruh kebijaksanaan pengoperasian MSDM kepada bawahannya dengan hanya berpegang kepada ketentuan pokok yang ditetapkan oleh atasan mereka. Pimpinan disini hanya sekedar mengawasi dari atas dan menerima laporan kebijaksanaan pengoperasian yang telah dilaksanakan oleh bawahannya. Setiap pemimpin memiliki pendekatan/kecenderungan yang berbedabeda dalam gaya kepemimpinan, ada yang cenderung pada penyelesaian pekerjaan, dan ada yang lebih kepada membangun relasi sosial. Umumnya pemimpin dalam suatu organisasi yang formal khususnya pada bagian SDM di PT. Perkebunan Nusantara IV Medan yang menjadi objek pada penelitian ini, level tingkatan manajemennya adalah manajemen menengah (middle management) yaitu kepala bagian SDM yang memfokuskan pada gaya kepemimpinan paternalistik, dengan menggabungkan gaya otorier melalui jalan demokrasi yang terkait pada pekerjaan sistem komando atau perintah dari atas ke bawah. Sedangkan pemimpin pada organisasi-organisasi nonformal kemahasiswaan atau organisasi nonprofit lainnya, hanya memfokuskan pada fungsi yang terkait dengan relasi sosial semata atau lebih dominan bersifat
demokrasi yang artinya pengambilan keputusan dilakukan secara demokrasi atau diikutsertakan pendapat atau masukan dari bawahan kepada pimpinan terhadap suatu keputusan yang akan diambil oleh seorang pemimpin. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk interaktif yang menyebabkan timbulnya perselisihan yang terjadi pada tingkatan individu, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Mukhlas, 2008:174). Sejalan dengan itu keberadaan konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan, manakala konflik itu sendiri memiliki dampak negatif, karena menguras waktu dan sumber daya organisasi dan menghabiskan energi yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan yang lebih konstruktif. Perlu disadari bahwa turunnya produktivitas kerja bisa terjadi karena masalah perilaku. Setiap karyawan memiliki perasaan, fikiran, inisiatif dan kreativitas serta perilaku dan kebutuhan yang relatif berbeda satu sama lain, sehingga tidak menutup kemungkinan didalam melakukan aktivitasnya akan ditemukan berbagai perbedaan maupun cara pandang yang berbeda-beda antara seorang individu dengan individu yang lainnya atau kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya serta pemimpin dengan karyawan ataupun bawahannya. Namun disisi lain, terlalu sedikit konflik juga memiliki dampak yang negatif, karena dapat membuat karyawan menjadi apatis atau malas. Selain itu, terlalu sedikit konflik akan berujung pada minimnya stimulus untuk inovasi dan perubahan. Konflik juga dapat terjadi dalam setiap sistem sosial bahkan yang terkecil sekalipun seperti, dikeluarga dan pertemanan. Konflik telah terjadi dimasa lalu, sekarang dan pasti akan terjadi dimasa yang akan datang, sehingga tidak
menutup kemungkinan bahwa didalam melakukan segala aktifitas akan ditemukan berbagai persaingan ataupun bentrokan yang terjadi sehingga dapat menimbulkan masalah. Konflik apabila dibiarkan secara berkelanjutan akan berpengaruh terhadap stres kerja karyawan yang ada di dalam perusahaan. PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang Agribisnis, yang juga memiliki sejumlah permasalahan. Adapun permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah beban kerja yang berat yang diberikan oleh kepala bagian SDM kepada karyawan pimpinan (staf) golongan IIIA dengan kemampuan yang masih minim dan masih perlu membutuhkan bimbingan dan arahan dalam membuat rencana program kerja per 3 bulan dibagian SDM. N O A Tabel 1.1 Realisasi Audit Penilaian Kerja Perusahaan Per 3 bulan Tahun 2012 Periode Januari-Maret 2012 pada Bagian SDM adalah sebagai berikut: Uraian Karyawan Pimpinan Golongan IIIA (Staff) jabatan Asisten Jumlah (Orang) BULAN 10 Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012 RENCANA LAPORAN KERJA 4 3 2 REALISASI/ PENYELESAIA N KERJA 4 2 1 CAPAIA N 100,0% 66,67% 50,00% Jumlah 9 7 77,78% B Karyawan Pelaksana Golongan IIA-IID Jabatan Krani 25 Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012 4 3 2 4 3 2 100,0% 100,0% 100,0% Jumlah Keseluruhan Karyawan 35 9 9 100,0% Sumber: Data Bagian SDM PTPN IV (2012), diolah
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kinerja yang dilakukan oleh karyawan pimpinan golongan IIIA (Staf) yang berjumlah 10 orang dengan jabatan Asisten PT. Perkebunan Nusantara IV Bagian SDM dari hasil penilaian audit perusahaan mengalami kenaikan dibulan Januari 2012 dengan rencana kerja 4. Rencana kerja ini terdiri dari: membuat laporan rekapitulasi tenaga kerja, laporan mengenai daftar pensiun karyawan golongan III A, membuat laporan mengenai hari kerja staf, membuat laporan daftar tenaga kerja karyawan pimpinan (staf) yang bertambah, dan membuat laporan mengenai tanggungan keluarga. Pada bulan Januari realisasi penyelesaian kerja dapat tercapai dengan baik dengan realisasinya sejumlah 4 laporan kerja terselesaikan, bila dipersentasikan menjadi 100%, namun pada bulan Februari terjadinya penurunan rencana kerja 3 dan realisasi 2 dengan hasil capaian yang tidak memuaskan bila dipersentasikan menjadi 66,67%, selanjutnya pada bulan Maret terjadi penurunan kembali dari rencana kerja 2 dan realisasi 1 dengan hasil capaian tidak memuaskan bila dipersentasikan menjadi 50,0% maka bila dipersentasikan jumlah hasil keseluruhan pencapaian kerja adalah sekitar 77,78%. Hal ini berbanding terbalik terhadap karyawan pelaksana golongan IIA-IID dengan jumlah 25 orang dengan jabatan Krani memperoleh hasil yang sangat memuaskan pada bulan Januari, Februari, maupun Maret 2012 dengan persentasi jumlah 100% dikarenakan rencana kerja maupun realisasinya tercapai dengan baik. Dan rencana kerja yang diberikan oleh kepala bagian SDM proporsi kerjanya tidak jauh berbeda dengan karyawan Pimpinan golongan IIIA seperti: membuat laporan kecelakaan kerja, laporan mengenai perubahan tenaga kerja karpel (Karyawan pelaksana), laporan
mengenai hari kerja karyawan pelaksana. Kepala bagian divisi SDM menilai, bahwa tugas-tugas yang penting tersebut harus dikerjakan karyawan golongan IIIA sesuai posisi jabatan yaitu staf (asisten). Kepala bagian SDM tidak menyadari bahwa karyawan pimpinan pada golongan IIIA masih memerlukan bimbingan maupun pelatihan kerja, dikarenakan masa kerja mereka baru 2-4 tahun atas promosi golongan maupun dikarenakan atas seleksi penerimaan untuk lulusan sarjana (S1) dengan posisi staf, sedangkan karyawan pelaksana golongan IIA-IID yang hanya lulusan SMA dan lulusan D3 ini sudah sarat akan pengalaman kerja diatas 15 20 tahun sehingga karyawan pelaksana golongan IIA-IID dengan mudahnya dapat menyelesaikan berbagai karakteristik tugas baik itu dengan bobot kerja yang berat maupun dengan bobot kerja yang ringan, yang diberikan oleh kepala bagian SDM. Kondisi ini apabila dibiarkan secara terus-menerus oleh kepala bagian SDM justru akan menimbulkan stres kerja yang berat terhadap karyawan pimpinan (Staf) golongan IIIA, karena mereka tidak mampu untuk menyelesaikan tugas tugas yang diberikan oleh kepala bagian SDM, sementara kepala bagian SDM menuntut mereka untuk menyelesaikan laporan kerja tersebut dalam waktu 3 bulan dan setiap 1 bulan kinerja laporan mereka harus dilaporkan oleh kepala bagian SDM. Hal ini menyebabkan terjadinya stres kerja terhadap karyawan Pimpinan golongan IIIA (stafnya) karena target realisasi penyelesaian kerja tidak tercapai dengan baik, yang nantinya berkaitan terhadap pencapaian produktivitas perusahaan. Selain itu, berdasarkan pengamatan peneliti, dan informasi yang peneliti peroleh dari Krani Umum Administrasi bagian SDM (27 September 2012) terlihat
lemahnya pengawasan dan kurangnya pengarahan dari pimpinan bagian terhadap karyawan dibagian SDM PT. Perkebunan Nusantara IV Medan. Ada beberapa karyawan PTPN IV yang tidak disiplin dan terlihat keluar ruangan sambil menghisap rokok dan mengobrol bersama teman divisi atau bagian yang lain pada jam kerja. Kondisi ini cukup memprihatinkan, dikarenakan lemahnya pengawasan pimpinan dari masing-masing bagian atau divisi dan kurangnya kesadaran dari karyawan terhadap peraturan perusahaan yang harus dipatuhi. Pimpinan menganggap bahwa dengan sistem peraturan perusahaan dan sanksi hukum yang akan diterima oleh karyawan akan membuat semua karyawan takut untuk melanggarnya, tetapi kenyatannya ada sebagian karyawan ditiap-tiap divisi ataupun bagian yang masih saja mengabaikan peraturan yang ada. Apabila dibiarkan, justru hal ini yang menyebabkan timbulnya konflik internal perusahaan. Hal ini akan mengganggu karyawan lainnya yang disiplin atau karyawan yang benar-benar loyal terhadap pekerjaan, yang berada pada ruangan yang sama. Ini dapat mengganggu konsentrasi mereka, dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang sedang dikerjakan untuk dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan oleh pimpinan atau kepala bagian. Namun dengan adanya ulah dari sebagian karyawan yang kurang disiplin yang keluar masuk ruangan dan mengobrol pada jam kerja, sehingga ruangan tersebut tidak lagi kondusif, akibat suasana kebisingan yang ditimbulkan yang pada akhirnya menyebabkan sebagian karyawan yang telah fokus pada pekerjaan mengalami stres kerja yang berat berupa rasa jenuh, rasa bosan, serta hilangnya konsentrasi akibat suasana yang tidak nyaman ataupun kurang kondusif tersebut. Hal inilah yang menyebabkan
stres kerja dari sebagian karyawan yang loyal terhadap pekerjaan dan mematuhi peraturan perusahaan akibat ruangan yang tidak nyaman yang ditimbulkan oleh sebagian karyawan yang melanggar peraturan pada jam kerja karena lemahnya pengawasan dari pimpinan bagian SDM. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan pada Bagian Sumber Daya Manusia PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang maka perumusan masalah yang dijadikan objek peneliti adalah sebagai berikut Apakah kepemimpinan dan konflik mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stres kerja karyawan pada bagian SDM PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh kepemimpinan dan konflik terhadap stres kerja karyawan pada bagian SDM PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan.
1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Perusahaan Memberikan masukan bagi perusahaan dan pihak - pihak yang berkepentingan, tentang kepemimpinan dan konflik yang ada hubungannya dengan stres kerja sehingga dapat dicari upaya untuk mengurangi stres kerja pada karyawan. b. Bagi Pihak Lain / Akademisi Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau sumbangan pemikiran bagi pihak lain / akademisi terutama bagi mahasiswa yang sedang melakukan penelitian selanjutnya khususnya mengenai pengaruh kepemimpinan dan konflik terhadap stres kerja karyawan. c. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang kepemimpinan dan konflik serta kaitannya dengan stres kerja karyawan pada bagian SDM PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan.