BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

II. TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebanyak 39,05 juta

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI KABUPATEN JEMBRANA

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

WALIKOTA PROBOLINGGO

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor penentu produksi. Selama ini untuk mendukung

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

III KERANGKA PEMIKIRAN

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

I. PENDAHULUAN. Pakchoy (Brassica sinensis L.) merupakan tanaman sayuran berumur pendek (±

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1)

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR 7 TAHUN

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

WALIKOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR,

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga kehutanan. Sebagian besar kurang lebih 50 persen mata pencaharian masyarakat di Negeri Indonesia adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk dikembangkan di negara kita. Pertanian berkelanjutan merupakan salah satu implementasi pembangunan berkelanjutan dimana pertanian tidak hanya memperhatikan produktivitas komoditi pertanian namun keseimbangan alam pun menjadi titik perhatian. Pertanian berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan pertanian organik. Pertanian organik diartikan sebagai praktek pertanian secara alami tanpa pupuk buatan dan sedikit mungkin melakukan pengolahan tanah. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani kita untuk menerapkannya, oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu pertanian dengan prinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik. Strategi kebijakan pembangunan pertanian tahun 2005-2009 disusun berlandaskan Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJM) yang terkait dengan pembangunan pertanian, Menurut Sudiyono (2001) antara lain :

9 1. Revitalisasi pertanian. Strategi ini diarahkan untuk meningkatkan : a. Kemampuan produksi beras dalam negeri sebesar 90-95% dari kebutuhan. b. Diversifikasi produksi dan konsumsi pangan. c. Ketersediaan pangan asal ternak. d. Nilai tambah dan daya saing produk pertanian, produksi dan ekspor komoditas pertanian. 2. Peningkatan investasi dan ekspor non-migas. 3. Pemantapan stabilitas ekonomi makro. 4. Penganggulangan kemiskinan. 5. Pembangunan pedesaan. 6. Perbaikan pengelolaan SDA dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemerintah Pusat mempunyai kebijakan yang dapat ditempuh dalam pembangunan pertanian jangka panjang, yaitu: 1. Membangun basis bagi partisipasi petani 2. Meningkatkan potensi basis produksi dan sakala usaha pertanian 3. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan sumber daya insani pertanian yang berkualitas 4. Mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna 5. Mewujudkan sistem inovasi pertanian 6. Penyediaan perlindungan bagi petani 7. Mewujudkan Agroindustri berbasis pertanian domestik di pedesaan 8. Mewujudkan sistem rantai pasok terpadu berbasis kelembagaan pertanian yang kokoh 9. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani danpertanian(http://pangan.litbang.deptan.go.id/berkaspdf/iptek/2008/ Nomor1/01- Mahyuddin.pdf diakses 25/September/2009/09.30 WIB) B. Pemasaran 1. Pengertian Pemasaran Hasil suatu komoditas pertanian dapat sampai di masyarakat sebagai konsumen tentu melalui beberapa jalur, sering disebut dengan pemasaran atau distribusi. Kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa barang dari produsen untuk sampai ke konsumen.

10 Menurut Sudiyono (2001) ada beberapa definisi pemasaran yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu: a. Pemasaran merupakan pengambilan keputusan dan pelaksanaan. termasuk perencanaan dan penempatan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berupa barang. b. Pemasaran adalah segala usaha bisnis sehingga dapat memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang diinginkan oleh semua konsumen. c. Pemasaran sebagai proses antisipasi pemenuhan kebutuhan barang dan jasa secara-ekonomis yang berdasarkan straktur permintaan melalui pembuatan konsepsi, promosi pertukaran dan distribusi secara fisik barang-barang atau jasa-jasa. d. Pemasaran adalah proses perencanaan dan penetapan konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi barang dan jasa dengan menciptakan pertukaran untuk memenuhi kebutuhan individu dan organisasi. e. Pemasaran merupakan ilmu yang menelaah terhadap aliran produk secara fisik dan ekonomis dari produsen melalui lembaga pemasaran kepada konsumen. f. Pemasaran adalah aktifitas-aktifitas dimana badan usaha melakukan promosi untuk menyampaikan barang dan jasa antara perusahaan dengan masyarakat. g. Pemasaran merupakan bagian menejemen yang diterapkan secara strategis dalam perancanaan, pengaturan dan pengawasan dengan motifasi untuk mencapai keuntungan dengan jalan memenuhi kebutuhan konsumen secara baik dengan melakukan integrasi usaha ke belakang maupun integrasi ke depan. Integrasi ke belakang biasanya bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku, sedangkan integrasi ke depan lebih menekankan pada aspek pemasaran, Integrasi usaha ini dapat dilakukan melalui kegiatankegiatan pengolahan, pendirian lembaga keuangan dan penjualan dalam suatu sistem pemasaran. Dari definisi yang beragam, maka pemasaran pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses aliran komoditi disertai pemindahan kepemilikan, guna waktu dan guna tempat yang dilakukan oleh lembaga pemasaran. Pemasaran banyak melibatkan kegiatan yang berbeda, sehingga nilai produk akan bertambah setelah terjadi pergerakan yang melalui sistem. Agar proses pemasaran dapat berjalan dengan baik harus melalui langkah yang benar.

11 Ada tiga fungsi pemasaran menurut Downey dan Erikson (1987) yaitu: a. Fungsi pertukaaran (exchange function) yaitu produk harus dijual dan dibeli sekurang-kurangnya sekali selama proses pemasaran. b. Fungsi fisik tertentu harus dilaksanakan seperti,pengangkutan, penggudangan,dan pemprosesan produk. c. Berbagai fungsi penyediaan sarana harus ada dan dilakukan dalam proses pemasaran sekurang-kurangnya ada informasi pasar yang tersedia, harus menerima risiko kerugian yang mungkin terjadi, produk sesekali harus distandarisasi atau dikelompokan menurut mutunya untuk mempermudah penjualan produk tertentu dan serta memiliki dan menyediakan pembiayaan selama proses pemasaran berlangsung. Masyarakat membutuhkan suatu barang pada tempat, waktu, bentuk dan harga tertentu. Bila tidak ada kecocokan antara penjual dan pembeli maka transaksi tidak akan terjadi. Inilah peranan dan fungsi tataniaga. yaitu mengusahakan agar pembeli mernperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat (Mubyarto, 1989). 2. Marjin Pemasaran. Margin pemasaran adalah ada tidaknya perbedaan harga di tingkat petani dan di tingkat pengecer (Sudiyono, 2001). Margin

12 /pemasaran merupakan biaya dari jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa pemasaran. Besarnya bagian yang diterima petani dapat diketahui dengan membandingkan antara harga jual di tingkat petani dan harga jual di tingkat konsumen akhir atau sering disebut juga dengan "farmer share". Menurut Sudiyono (2000), dengan mengetahui bagian yang diterima petani kita dapat melihat keterkaitan antara pemasaran dengan proses produksi. Komoditi yang diproduksi secara tidak efisien maka harus dijual dengan harga perunit yang tinggi pula sehingga bagian yang diterima petani menjadi kecil. Menurut Soekartawi (1993) saluran pemasaran dapat berbentuk sederhana dan juga pula rumit, hal ini tergantung dari jenis komoditas. Lembaga pemasaran dan sistim pasar komoditas pertanian yang lebih cepat ke tangan konsumen dan yang tidak mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, biasanya mempunyai saluran pemasaran yang relatif sederhana. Beberapa permasalahan pemasaran komoditas pertanian yang banyak ditemukan di negara yang sedang berkembang, khususnya di Indonesia (Soekartawi, 1993): a. Tidak tersedianya komoditas pertanian dalam jumlah yang cukup dan kontinyu. b. Harga komoditas sering berfluktuasi secara tajarn, yang akan berpengaruh pada ketidakstabilan pendapatan. produsen dan tingkat konsumsi masyarakat, tetapi juga keadaan seperti ini akan memperbesar resiko pemasaran dan efisiensi pemasaran rendah.

13 c. Tidak efisiensinya para pelaku pasar dalam melakukan kegiatan misalnya pedagang perantara berfungsi pula sebagai pedagang pengumpul. Ketidakjelasan tugas yang menjadi tanggung jawab lembaga pemasaran akan menjadikan mekanisme pemasaran tidak efisien. d. Tidak memadainya fasilitas misal sistem trasportasi, gudang dan tempat komoditas pertanian dipasarkan. e. Lokasi produsen dan konsumen terpencar sehingga menyulitkan dalam penyampaian barang dari produsen ke konsumen. f. Kurang lengkapnya informasi pasar g. Kurangnya pengetahuan disebabkan karena lemahnya penguasaan aspek-aspek menejemen, sehingga pelaku pasar tidak bekerja secara profesional. 3. Saluran Tataniaga Peranan lembaga pemasaran adalah menyalurkan hasil komoditas pertanian dan produsen (petani) sehingga sampai di masyarakat (konsumen), dan ini dikenal dengan saluran pemasaran/tataniaga. Saluran tataniaga yang ada di Desa Sawangan relatif sederhana, dimana aktivitas masing-masing lembaga pemasaran mempunyai ciri yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Petani produsen tidak bisa bekerja sendiri untuk memasarkan hasil pertaniannya, melainkan petani memerlukan pihak-pihak lain sehingga komoditas padi sawah dapat sampai ke tangan konsumen. Dalam pemasaran pedagang pengumpul dan pengecerlah yang membantu petani menyalurkan hasil produksinya. 4. Tingkat Harga Pupuk Organik Untuk melihat tingkat harga pupuk organik di setiap lembaga pemasaran pupuk organik corynebacterium sp cair, tidak terlepas dari fungsi saluran pemasaran. Harga pupuk organik di setiap lembaga pemasaran berbeda-beda sehingga mengakibatkan keuntungan yang

14 diterima setiap lembaga pemasaran akan berbeda pula. Ditingkat petani akan lebih rendah dari pada harga ditingkat pengumpul dan harga di pengumpul akan lebih rendah dari pengecer. 5. Efektifitas Pemasaran Petani produsen akan melihat tinggi rendahnya harga pada saat akan panen. Setiap petani menginginkan harga yang tinggi pada saat menjual hasii produksinya. Pemasaran komoditas pertanian adalah bidang yang kurang diperhitungkan di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sehingga efisiensi pemasaran menjadi lemah karena setiap fungsi pemasaran seperti pembelian, sortir, grading, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan tidak berjalan seperti yang diharapkan. Menurut Soekartawi (1989), besar kecilnya biaya pemasaran disebabkan oleh: 1. Macam komoditas pertanian Komoditas pertanian mempunyai sifat bulky (volume besar tetapi nilai kecil), biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan fungsi pemasaran menjadi lebih banyak. 2. Lokasi perusahaan Daerah produksi pertanian kebanyakan di daerah pegunungan dan terpencil sehingga transportasi akan bertambah besar dan berakibat besarnya biaya operasional. 3. Macam dan peranan lembaga pemasaran

15 Terlalu banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam mekanisme pemasaran juga akan menambah biaya. Efektifitas pemasaran erat kaitannya dengan efisiensi pemasaran sehingga digunakan rumus sebagai berikut: Ep = Biaya Pemasaran Nilai produk yang dihasilkan x 100 % Efoktivitas pemasaran akan mempengaruhi efisiensi pemasaran, sehingga pasar yang tidak efisien jika terjadi: a. Biaya pemasaran semakin besar b. Nilai produk yang di pasarkan jumlahnya tidak terlalu besar c. Efisiensi pemasaran akan terjadi bila d. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi. e. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi. f. Tersedianya fasilitas pemasaran yang memadai. g. Kompetisi pasar yang sehat. C. Pupuk Organik Pupuk organik sudah dikenal petani Indonesia jauh sebelum revolusi hijau yang terjadi pada tahun 1960-an. Namun sejak Revolusi Hijau petani mulai 2 banyak menggunakan pupuk buatan karena praktis penggunaannya dan sebagian besar varietas unggul memang membutuhkan hara makro (NPK)

16 yang tinggi dan harus cepat tersedia namun hal tersebut justru menjadi bom waktu bagi dunia pertanian sendiri. Akumulasi unsur pupuk anorganik menyebabkan kurangnya unsur hara dalam tanah. Tanah menjadi keras dan sulit diolah yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas pertanian. Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan. organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan menyuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah ( Musnamar, Effi Ismawati. 2006). Pada konsepnya pemupukan untuk pertanian dan perkebunan merupakan proses untuk menambahkan/melengkapi unsur hara esensial pada tanah/lahan agar tanah dapat menyediakan unsur-unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang untuk di serap sebagai makanan bagi tanaman. Sehingga tanah akan tetap produktif dan tanaman dapat tumbuh dengan baik dengan hasil panen yang tinggi dan bermutu. Selama ini kita mengenal pupuk yang banyak beredar di golongkan menjadi 2 jenis, yaitu pupuk kimia/anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik dan organik mempunyai fungsi yang berbeda. Pupuk anorganik/kimia/majemuk (contoh: Urea, SP36, N.P.K, KCL, dsb) berfungsi untuk memenuhi kebutuhan unsur hara makro yang di butuhkan dalam jumlah

17 banyak dan mutlak guna meningkatkan hasil panen. Pupuk Organik (contoh: kompos/hijau, pupuk kandang, pupuk organik cair, dsb). Berfungsi untuk memenuhi atau melengkapi kebutuhan unsur hara mikro dan bahan organik yang di butuhkan tanah/tanaman dalam jumlah sedikit namun mutlak di butuhkan untuk: mengembalikan kandungan bahan organik tanah agar tetap terjaga dan optimal, melengkapi kandungan unsur hara (khususnya Mikro) yang di butuhkan tanaman, merehabilitasi kesuburan tanah, meningkatkan efektivitas proses pemupukan, meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil panen yang berkelanjutan (sustainable) untuk jangka panjang. Berdasarkan dari fungsi nya, unsur hara makro dan mikro tidak bisa saling menggantikan, jadi secara ilmiah dan alami pupuk anorganik dan organik tidak bisa saling menggantikan karena masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Dalam usaha pengembangan pupuk organik sebagai usaha membangun pertanian bukan tidak mendapat hambatan dalam perjalanannya. Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk anorganik. Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya. Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik yang membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak spektakuler pemberian pupuk buatan.

18 Bahan organik yang berasal dari sampah kota atau limbah industri sering mengandung mikrobia patogen dan logam berat yang berpengaruh buruk bagi tanaman, hewan dan manusia. Selain itu, Standar Nasional Indonesia tentang pangan organik bahwa pupuk kandang dari kotoran ayam pedaging tidak memenuhi syarat pupuk kandang yang diperbolehkan dalam budidaya pertanian organik karena pada ayam pedaging masih terdapat penyuntikan hormon agar daging yang dihasilkan tinggi (Nikmah, 2008). Harga pupuk anorganik yang semakin tinggi serta rencana pemerintah mengurangi subsidi pupuk anorganik paga tahun ini memberikan secercah harapan bagi pertumbuhan pertanian organik di Indonesia. Kesadaran petani untuk menerapkan pertanian organik perlu dukungan dari semua pihak demi keberkansungan dan keberlajutan pertanian indonesia. Teknologi produksi pupuk organik sangat diperlukan untuk meminimalisasi biaya produksi, dengan demikian diharapkan pupuk organik yang umumnya diproduksi untuk keperluan pribadi dapat diproduksi secara massal guna mendukung program pertanian.