1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam yang kehidupannya sudah lekat dengan masyarakat dan penyebarannya sangat luas di desa maupun kota. Penampilan ayam kampung sangat beragam, begitu pula sifat genetiknya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan (2014), jumlah produksi daging ayam kampung tahun 2007 sampai dengan tahun 2014 mengalami peningkatan yaitu dari sebanyak 294.889 ton menjadi 332.095 ton. Hal tersebut membuktikan bahwa peningkatan produksi daging ayam kampung belum dapat memenuhi permintaan pasar. Peningkatan produksi ayam kampung pada tahun tersebut hanya sebesar 5,3 ton/tahun, sedangkan saat ini permintaan pasar lebih dari 5 ton pertahun. Potensinya patut dikembangkan untuk meningkatkan gizi masyarakat, memenuhi permintaan pasar dan menaikkan pendapatan keluarga peternak. Peningkatan kualitas ayam kampung sudah banyak dilakukan di Indonesia, salah satunya adalah dengan melakukan berbagai macam persilangan untuk mendapatkan bibit unggul. Balai Pembibitan Ternak di Bogor telah menghasilkan Ayam Kampung Unggul Balitbangnak (KUB) yang sudah dapat dipelihara selama 70 hari. Kecepatan pertumbuhan Ayam KUB lebih baik dibandingkan dengan ayam kampung lain, sehingga perlu diketahui kebutuhan nutrisi yang dapat mencukupi kebutuhan hidup pokok maupun produksinya. Pertumbuhan yang baik dapat ditunjang dengan ransum yang mengandung nutrisi yang tepat, terutama energi dan proteinnya.
2 Energi digunakan oleh ayam untuk kebutuhan hidup pokok yang meliputi kebutuhan metabolisme basal, aktivitas, dan pengaturan temperatur atau panas tubuh, serta untuk pertumbuhan. Protein dalam ransum diperlukan untuk pertumbuhan jaringan, perbaikan jaringan, dan merupakan bagian dari struktur enzim sehingga protein dikenal sebagai salah satu unsur pokok penyusun sel-sel tubuh dan jaringan. Kurangnya nutrisi dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan terhadap beberapa parameter fisiologis, salah satunya adalah kondisi sel darah merah diantaranya total protein darah dan kerapuhan sel darah merah. Peran sel darah merah bagi tubuh salah satunya adalah mengangkut sarisari makanan dan menyebarkannya keseluruh tubuh. Kinerja sel darah merah dan kekuatan sel darah merah dipengaruhi oleh asupan energi dan protein dalam ransum. Protein diperlukan oleh darah untuk dirombak menjadi asam amino yang digunakan sebagai penyusun membran dan hemoglobin, sedangkan energi diperlukan untuk membantu proses pembentukan sel darah merah. Apabila asupan protein dan energi dalam ransum ayam kampung tidak memenuhi kebutuhan ayam tersebut maka akan mengakibatkan kinerja sel darah merah tidak optimal dan rentan rapuh. Penelitian mengenai pemberian ransum dengan kandungan Energi dan Protein yang tepat pada ayam KUB untuk menghasilkan pertumbuhan yang optimal dengan melihat parameter fisiologisnya belum dilakukan, sehingga status fisiologis seperti total protein darah dan kerapuhan sel darah merah yang mempengaruhi pertumbuhannya juga belum diketahui. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Energi dan Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein dan Kerapuhan Sel Darah Merah Ayam KUB.
3 1.2. Identifikasi Masalah Penelitian 1) Berapa besar pengaruh energi dan protein yang berbeda dalam ransum terhadap total protein darah dan kerapuhan sel darah merah ayam KUB. 2) Pada tingkat energi dan protein dalam ransum berapa yang menghasilkan total protein darah optimal dan dapat mempertahankan kerapuhan sel darah merah. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1) Mempelajari pengaruh energi dan protein yang berbeda dalam ransum terhadap total protein darah dan kerapuhan sel darah merah ayam KUB. 2) Mendapatkan tingkat energi dan protein dalam ransum dapat menghasilkan total protein darah optimal dan dapat mempertahankan kerapuhan sel darah merah. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dasar dan sumbangan pemikiran, serta dapat dipergunakan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai total protein darah dan kerapuhan sel darah merah pada ayam KUB yang diberikan ransum dengan kandungan energi dan protein yang tepat. Sebagai petunjuk praktis bagi peternak untuk mengetahui penggunaan ransum dengan energi dan protein yang tepat untuk mendukung pertumbuhan optimal yang dapat dilihat dari status fisiologi ayam tersebut.
4 1.5. Kerangka Pemikiran Ayam kampung mempunyai peran penting dalam meningkatkan gizi masyarakat maupun dalam peningkatan pendapatan. Sebagai sumber protein hewani ayam kampung mempunyai kelebihan yaitu dagingnya lebih disukai oleh masyarakat dan harganya mahal. Peningkatan kualitas ayam kampung di Indonesia telah dilakukan pada taraf penelitian laboratorium di Balai Penelitian Ternak Bogor yang menghasilkan ayam Kampung Unggul Balitbangnak (KUB). Ayam KUB dihasilkan dari persilangan berbagai ayam kampung yang ada di Jawa Barat untuk menghasilkan bibit unggul. (Iskandar; Balitbangnak, 2010). Karakteristik ayam KUB yaitu warna bulu beragam seperti ayam kampung pada umumnya yang membedakannya yaitu, ayam KUB sudah dapat dipelihara selama 70 hari (Iskandar; Balitbangnak, 2010). Ayam KUB memiliki keunggulan yang berbeda dari ayam kampung lainnya yaitu pertumbuhannya lebih cepat, sehingga diperlukan informasi kebutuhan nutrisi yang tepat dan dapat menunjang kebutuhanya. Kebutuhan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan ayam KUB adalah energi dan protein. Energi dan protein diperlukan tubuh untuk mempertahankan hidup pokok dan Produksi. Kebutuhan energi untuk hidup pokok meliputi metabolisme basal, aktivitas, dan pengaturan temperatur/panas tubuh. Kebutuhan energi untuk produksi meliputi pertumbuhan dan produksi telur, bulu, lemak, dan untuk kerja. Protein mempertahankan hidup pokok dalam menjalankan fungsi-fungsi sel dan produktivitas seperti pertumbuhan otot, lemak, tulang, telur, dan semen (Leeson dan Summers, 1991). Kurangnya nutrisi dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan terhadap beberapa parameter fisiologis, yang pada akhirnya dapat menurunkan performa produksi. Salah satu parameter fisiologisnya adalah
5 kondisi sel darah merah. Faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sel darah merah adalah kecukupan nutrisi (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Darah terdiri atas cairan berupa plasma (55%) dan padatan (45%), bagian padatan terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah. Plasma darah mengandung protein, air, zat lain seperti ion, gas, dan sisa metabolisme. (Isroli dkk, 2009). Darah merupakan komponen penting yang berperan dalam proses-proses fisiologis dalam tubuh yang mengalir melalui pembuluh darah dan sistem kardiovaskular. Darah berfungsi sebagai alat transport zat-zat makanan dari saluran pencernaan ke seluruh jaringan tubuh, mengangkut oksigen dan karbondioksida dalam darah dari dan menuju jaringan-jaringan, membuang hasil sisa proses metabolisme, dan mengatur keseimbangan konsentrasi air pada jaringan tubuh serta darah juga berperanan penting dalam proses regulasi dan pengaturan suhu tubuh pada makhluk hidup (Sturkie, 1976). Bagian padatan darah yang memiliki peran penting adalah sel darah merah. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang mempunyai fungsi penting dalam mengakut oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan tubuh. Bahan padat dari butir darah merah hampir seluruhnya terdiri dari hemoglobin, yaitu protein yang mengandung zat besi. Hemoglobin dapat berada dibawah standar atau di atas standar, faktor yang mempengaruhinya adalah umur, jenis kelamin, nutrisi atau ransum, kondisi fisiologis dan aktivitas. Salah satu faktor tersebut adalah nutrisi atau ransum, sehingga apabila tubuh kekurangan nutrisi maka akan mempengaruhi kadar hemoglobin yang dapat menyebabkan sel darah tidak bekerja secara optimal. Masa hidup sel darah merah pada unggas cenderung lebih singkat dibandingkan mamalia yaitu selama kurang lebih 28 hari. Sel darah merah
6 mempunyai membran sel yang bersifat semi permiabel terhadap lingkungan sekelilingnya yang berada di luar sel darah merah, dan mempunyai batas-batas fisiologi terhadap tekanan dari luar sel darah merah. Membran sel tersebut dilapisi oleh protein, lemak, karbohidrat dan kolesterol. Protein digunakan untuk dirombak menjadi asam amino yang digunakan sebagai penyusun membran tersebut dan berperan dalam menjaga keelastisitasan dari sel darah merah sehingga tidak mudah pecah atau rapuh. (Sturkie, 1976). Segala aktivitas didalam tubuh dipengaruhi salah satunya oleh nutrisi yang terkandung didalam ransum. Pemberian ransum dengan kandungan energi dan protein yang tepat tentunya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perkembangan ayam kampung serta dapat menghasilkan nutrisi yang menunjang sel darah merah sehingga komposisi darah meningkat. Komposisi darah yang meningkat dapat meningkatkan total protein darah dan meningkatkan kekuatan membran sel darah merah untuk mempertahankan keutuhannya agar tidak mudah rapuh, oleh karena itu perlu diberikan ransum yang cukup mengandung energi, protein, mineral dan vitamin dalam jumlah yang seimbang. (Setioko dan Iskandar, 2005). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa kebutuhan protein ayam kampung pedaging adalah 19% pada umur 0-6 minggu dan 15% pada umur 6-12 minggu dengan energi metabolis 2900 kkal/kg (Iskandar, 1998). Ayam kampung pada masa pertumbuhan dapat diberikan pakan yang mengandung energi termetabolis sebanyak 2700 2900 kkal dengan protein lebih besar atau sama dengan 18% (Sutama, 1991). Persilangan ayam pelung dan ayam kampung yang diberi ransum mengandung protein 19 % dan energi metabolis 2900 kkal/kg dapat meningkatkan bobot karkas dari 52,6 % menjadi 56,3%. (Iskandar dan
7 Resnawati, 1999). Kebutuhan energi metabolis ayam tipe ringan umur 2-8 minggu antara 2600-3100 kkal/kg dan protein pakan antara 18% - 21,4% (Scott dkk. (1982). Pemberian ransum yang mengandung energi metabolis 2850 Kkal dan protein 19%, pada umur potong dapat menghasilkan bobot badan rata-rata 787,02 gr/ekor (Yunizar, 2014). Berdasarkan kerangka pemikiran maka dapat diambil hipotesis bahwa pemberian ransum dengan tingkat energi 2750 kkal/kg dan protein 19% dapat menghasilkan total protein darah optimal dan dapat mempertahankan kerapuhan sel darah merah. 1.6. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai bulan Maret 2017 selama 10 minggu di Test Farm Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang. Analisis sampel darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.