I. PENDAHULUAN. kesehatan dan aspek ekonomi. Ditinjau dari aspek kesehatan, sayuran sangat

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tahun Bawang

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu

ANALSIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA PADA KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) DI KOTA PEKANBARU

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN *

SCHOOL GARDEN AJARKAN ANAK CINTA MAKAN SAYUR

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN MARET 2012

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

I. PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Pada bulan Maret 2016 Perkembangan harga berbagai komoditas sangat bervariatif. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Kabupaten Magelang, pada bulan Maret

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

Kesesuaian Lahan Potensial

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI JUNI 2016 INFLASI 0,66 PERSEN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai jumlah dan jenis pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan /

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAGELANG

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

Kuisioner Penelitian. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Kelas IV dan V di SDN Panunggangan 1

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN DEMAK

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

ANALISIS KEBUTUHAN PANGAN DI KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU. Niken Nurwati, Enny Mutryarny, Mufti 1)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA MAGELANG BULAN AGUSTUS 2016 DEFLASI 0.48 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DESEMBER 2016 INFLASI 1,02 PERSEN

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 16. SISTEM PENCERNAANLatihan Soal 16.1

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

Pada bulan Perkembangan harga berbagai komoditas bervariatif. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Kabupaten Magelang, pada bulan terjadi deflasi sebesar

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI JANUARI 2017 INFLASI 0,77 PERSEN

Pada bulan Agustus Perkembangan harga berbagai komoditas sangat bervariasi. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Kabupaten Magelang, pada bulan Agustus te

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... viii

Eko Winarti, SST.,M.Kes

30% Pertanian 0% TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JULI 2017

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BERITA RESMI STATISTIK KABUPATEN NATUNA


BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI OKTOBER 2016 DEFLASI 1,08 PERSEN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan tanaman hortikultura terpenting yang memiliki peluang untuk dikembangkan. Pada tingkat rumahtangga petani, hortikultura juga merupakan sumber pendapatan rumahtangga yang dapat dilihat dari aspek kesehatan dan aspek ekonomi. Ditinjau dari aspek kesehatan, sayuran sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sayur merupakan sumber vitamin A, vitamin C, asam folat, magnesium, kalium dan serat serta tidak mengandung lemak dan kolesterol. Sayuran daun berwarna hijau, dan sayuran berwarna jingga seperti wortel dan tomat mengandung lebih banyak provitamin A berupa betakaroten daripada sayuran tidak berwarna. Sayuran berwarna hijau itu kaya akan kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin C. Contoh sayuran berwarna hijau adalah bayam, kangkung, daun singkong, daun kacang, daun katuk, dan daun pepaya. Semakin hijau warna daun, semakin kaya akan zat-zat gizi ( Almatsier,2004 ) Pekanbaru merupakan salah satu daerah potensial untuk usahatani sayursayuran, disebabkan struktur tanah dan iklim yang cocok untuk jenis tanaman tersebut dengan luas lahan seluas 2.173,00 Ha ( Badan Pusat Statitik Pekanbaru, 2015 ). Pekanbaru juga memiliki jumlah sumber daya manusia yang cukup banyak untuk melakukan usahatani sayuran. Usahatani sayuran di Pekanbaru dapat ditemukan di Kecamatan Tampan, Marpoyan Damai, Tenayan Raya, dan Rumbai Pesisir. Pekanbaru menghasilkan jenis sayuran yang beragam. Sayur bayam dan kangkung adalah jenis sayuran yang paling banyak ditanam dengan luas panen 1

paling tinggi dibandingkan dengan komoditi lainnya, yaitu karena bayam dan kangkung cepat dalam masa panen dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat. dengan luas panen 276 Ha untuk bayam dan 276 Ha untuk sayur kangkung. Selain luas panen sayuran, Kota Pekanbaru memiliki produksi sayuran yang juga beragam. Produksi mentimun sebesar 225 Ton, terong sebesar 1.035 Ton, bayam sebesar 3.590 Ton, kangkung sebesar 2.760 Ton, dan kacang panjang sebesar 490 Ton. Data luas panen dan produksi sayuran menurut jenis sayuran per kecamatan di Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Sayur-sayuran Dirinci Menurut Jenis Sayur Per Kecamatan di Kota Pekanbaru (Ha/Ton) Tahun 2016 Kecamatan Sayuran Mentimun Terong Bayam Kangkung Kacang Panjang Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi Luas Produksi (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) (Ton) (Ha) Tampan 20 60 20 300 46 460 46 460 27 142 Marpoyan 0 0 0 0 186 2.690 186 1.860 7 4 Damai Tenayan 12 36 12 135 20 220 20 200 23 105 Raya Rumbai 43 129 43 600 24 220 24 240 52 239 Pesisir Jumlah 75 225 75 1.035 276 3.590 276 2.760 109 490 Sumber : Dinas Pertanian Kota Pekanbaru, Tahun 2016 Dari segi aspek ekonomi, pembudidayaan tanaman sayuran dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan rumahtangga, karena rumahtangga atau setiap orang pasti membutuhkan sayuran. Semakin banyak orang membutuhkan sayuran maka permintaan sayuran semakin meningkat. Meningkatnya permintaan sayuran mendorong rumahtangga petani sayuran untuk berproduksi lebih banyak. Jika produksi meningkat akan meningkatkan pendapatan rumahtangga petani sayuran. Pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani sayuran digunakan untuk memenuhi konsumsi rumahtangga. Menurut BPS Indonesia (2015), konsumsi rumahtangga dibedakan atas konsumsi makanan maupun bukan makanan. Konsumsi pangan meliputi bahan pokok, umbi-umbian, ikan, udang, cumi, 2

kerang, daging, telur, susu, sayuran, dan konsumsi lainnya. Sedangkan konsumsi non pangan berupa keperluan sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran lainnya. Data pengeluaran pangan dan non pangan Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengeluaran Makanan dan Non Makanan Kota Pekanbaru (Rp) Tahun 2013,2014, dan 2015 Tahun Pangan Non Pangan Jumlah Rupiah (Rp) Persentase (%) Rupiah (Rp) Persentase (%) Rupiah (Rp) Persentase (%) 2013 573.132,62 43,00 751.020,65 57,00 1.324.153,27 100,00 2014 590.720,82 44,00 762.862,96 56,00 1.353.583,78 100,00 2015 593.172 40,00 882.472 60,00 1.475.644 100,00 Sumber : Badan Pusat Statisitik Pekanbaru, Tahun 2016 Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa pengeluaran untuk pangan dan non pangan semakin meningkat tiap tahunnya. Pengeluaran untuk non pangan di Kota Pekanbaru lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran untuk pangan. Pengeluaran pangan rumahtangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumahtangga. Rumahtangga dengan pangsa pengeluaran pangan lebih tinggi tergolong rumahtangga dengan tingkat kesejahteraan lebih rendah, relatif dibandingkan dengan rumahtangga proporsi pengeluaran pangan yang lebih rendah (Sayekti,2009 ; Hatta,2011). Indikator lain tingkat kesejahteraan adalah jumlah penduduk miskin dan garis kemiskinan. Menurut BPS Indonesia (2015) semakin banyak orang miskin, maka tingkat pendapatan semakin rendah, sehingga tingkat kesejahteraan rendah pula. Pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin di Pekanbaru sebesar 3.38 persen dan menurun pada tahun 2014 menjadi 3.17 persen dari jumlah penduduk di Pekanbaru. Angka Garis Kemiskinan mengalami peningkatan tiap tahunnya, pada 3

2016 Angka Garis Kemiskinan sebesar Rp. 437.659 lalu meningkat menjadi Rp. 465.181 pada tahun 2017. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Pekanbaru mengalami peningkatan pendapatan yang dipengaruhi juga oleh kesadaran penduduk untuk mengkonsumsi sayuran juga semakin meningkat (BPS, 2016). Kebutuhan konsumsi sayuran di Provinsi Riau semakin meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2010 kebutuhan konsumsi sayuran sebesar 144.637 Ton, pada tahun 2011 meningkat menjadi 149.202 Ton, lalu pada tahun 2012 kembali meningkat menjadi 285.807 Ton, dan pada tahun 2013 dan 2014 jumlah kebutuhan konsumsi sayuran sebesar 293.807 Ton. Hal ini merupakan peluang besar bagi rumahtangga petani sayuran di Pekanbaru untuk meningkatkan produksi sayurannya. Meningkatnya produksi sayuran akan meningkatkan pendapatan rumahtangga. Meningkatnya pendapatan rumahtangga menyebabkan meningkat pula pengeluaran rumahtangganya. Pengeluaran rumahtangga pertama-tama ditentukan oleh tingkat pendapatan,tingkat pendapatan rumahtangga petani sayuran terdiri dari pendapatan usahatani, pendapatan non usahatani, serta pendapatan non kerja. Pendapatan rumahtangga tersebut akan digunakan untuk produksi dan konsumsi rumahtangga. Konsumsi rumahtangga yang terdiri dari pangan dan non pangan akan menentukan tingkat kesejahteraan rumahtangga. Tingkat kesejahteraan rumahtangga akan menentukan keberhasilan suatu pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian tentang struktur pendapatan, pengeluaran rumahtangga dan tingkat kesejahteraan perlu dilakukan. Oleh karena itu peneiti melakukan penelitian dengan judul ; Analisis Pendapatan, Konsumsi, dan Kesejahteraan Rumahtangga Petani sayuran Di Kota Pekanbaru. 4

1.2. Perumusan Masalah Pekanbaru memiliki sentra produksi sayuran di 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Tampan, Marpoyan Damai, Tenayan Raya, dan Rumbai Pesisir, dari 4 kecamatan tersebut terdapat 4 kelurahan sebagai penghasil sayuran yaitu Kelurahan Sidomulyo Barat, Kelurahan Maharatu, Kelurahan Kulim, dan Kelurahan Tebing Tinggi Okura. Usahatani sayuran merupakan sumber penghasilan rumahtangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga meliputi kebutuhan pangan dan non pangan. Besar kecilnya pengeluaran rumahtangga rumahtangga ditentukan oleh pendapatan rumahtangga. Struktur pendapatan rumahtangga dibentuk oleh pendapatan usahatani sayuran, usahatani non sayuran, non usahatani, dan pendapatan non kerja. Seberapa besar tingkat struktur pendapatan rumahtangga petani sayuran sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga. Keputusan rumahtangga dalam mengalokasikan pendapatannya, akan menentukan pola konsumsi rumahtangga. Pola konsumsi rumahtangga itu terdiri dari pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan. Pengeluaran pangan adalah jumlah yang diminta oleh suatu keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya seperti beras, ikan, telur, dan sayuran. Sedangkan pengeluaran non pangan adalah pengeluaran untuk kebutuhan keluarga yang meliputi pendidikan, kesehatan, transportasi dan rekreasi. Besarnya pangan dan non pangan itu ditentukan oleh pendapatan rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga, dan pendidikan kepala keluarga (Tari, 2013). Dari hal tersebut maka perlu dipelajari bagaimana rumahtangga mengalokasikan pendapatannya sesuai dengan pengeluarannya sehingga kebutuhan rumahtangga dapat terpenuhi dan mencapai tingkat kepuasan 5

rumahtangga. Kepuasan rumahtangga akan menunjukkan pola konsumsi rumahtangga. Pengeluaran pangan rumahtangga akan menentukan tingkat kesejahteraan rumahtangga. Tingkat kesejahteraan rumahtangga dapat diukur melalui besarnya konsumsi pangan dan non pangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru? 2. Bagaimana struktur pendapatan rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru? 3. Bagaimana pengeluaran rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru? 4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru? 5. Bagaimana kesejahteraan rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : 1. Karakteristik rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru 2. Struktur pendapatan rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru 3. Pengeluaran rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru 5. Tingkat kesejahteraan rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 6

1. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal yang berkaitan dengan usahatani sayuran dan mengenai konsumsi rumahtangga di pedesaan khususnya dalam ruang lingkup rumahtangga petani. 2. Bagi pembaca, merupakan sumber informasi dan bahan untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan rumahtangga petani atau mengenai konsumsi rumahtangga pada umumnya. 3. Bagi pemerintah daerah sebagai bahan informasi dan masukan yang bermanfaat, khususnya dalam penerapan kebijakan yang terkait dengan pengembangan usahatani. 4. Bagi para petani, hal ini merupakan sumber informasi sehingga petani mengetahui seberapa besar kontribusi usahataninya terhadap pendapatan total keluarga dan konsumsi rumahtangganya. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai analisis pendapatan, konsumsi dan kesejahteraan rumahtangga petani sayuran di Kota Pekanbaru ini dibatasi pada karakteristik dan kondisi sosial ekonomi di Pekanbaru. Penelitian ini menganalisis konsumsi rumahtangga petani yang terdiri atas konsumsi atau pengeluaran rumahtangga dalam satu tahun terakhir baik pengeluaran pangan maupun non pangan. Dalam penelitian ini konsumsi atau pengeluaran pangan yang dinilai tidak hanya dari pembelian langsung di pasar atau warung saja, tetapi konsumsi yang berasal dari kebun dan pekarangan ataupun dari hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga petani tersebut tetap dinilai dalam satu satuan rupiah. 7

Jenis sayuran yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah jenis sayuran yang sering ditanam petani dan yang sering di konsumsi oleh masyarakat, yaitu mentimun, terong, bayam, kangkung, dan kacang panjang. 8

9