ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dan harmoni bagi bangsa dan negara Indonesia. Namun saat ini ditemukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi rakyat, bangsa dan

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan bagian yang paling penting dan sangat erat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan hukum ataupun Pemerintah pasti melibatkan soal tanah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap individu dalam masyarakat, karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Penertiban tanah..., Biromo Nayarko, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. empat untuk menyuplai pasokan barang kebutuhan dalam jumlah yang banyak.

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mereka sehari-hari begitu juga penduduk yang bertempat tinggal di

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan peraturan perundang-undangan (statutory approach) yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. tanah mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

Sumarma, SH R

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan tanah sebgai sebesar besarnnya untuk kemakmuran rakyat. 1. menetapkan kemajuan yang sudah dicapai. 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

HUKUM AGRARIA NASIONAL

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN ASET TANAH INSTANSI PEMERINTAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG SAH HAK ATAS TANAH DENGAN ADANYA SERTIFIKAT GANDA HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, ruang angkasa, dan segala kekayaan alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angki Aulia Muhammad, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. bidang pertanahan, maka sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya. 4. Tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. A. Pengaturan kepemilikan tanah pertanian absentee bertujuan untuk menjamin

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. besar. Oleh karena itu untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. bagi kemakmuran dan kesejahteraan, bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, bahwa tanah-tanah di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia, sehingga hubungan bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi. Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah sebagai kekayaan nasional sangat menentukan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, keberlanjutan dan harmoni bagi bangsa dan negara Indonesia. Namun saat ini ditemukan beberapa masalah terhadap adanya tanah yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Disisi lain banyak warga negara Indonesia dan badan hukum yang memerlukan tanah untuk kebutuhannya sendiri-sendiri. Sebelum diundangkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau Undang Undang Pokok Agraria (UUPA), konsep tanah terlantar telah dikenal dalam hukum tanah adat. Hak atas tanah adat yang terdapat di berbagai suku di Indonesia dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu hak ulayat dan hak pakai. 1 Pada hak ulayat yang bersifat komunal ini pada hakekatnya terdapat pula hak perorangan untuk menguasai sebagian dari obyek penguasaan hak ulayat tersebut. Untuk sementara waktu seseorang berhak mengolah serta menguasai sebidang tanah dengan mengambil hasilnya, tetapi bukan berarti hak ulayat atas tanah tersebut menjadi hapus karenanya. Sementara 1 Purbacaraka, Purnadi dan Ridwan Halim, Sendi-Sendi Hukum Agraria, Ghalia Indonesia, Bandung, 1993, h.25 1

2 hak pakai membolehkan seseorang untuk memakai sebidang tanah bagi kepentingannya. Dalam konsep hukum tanah adat, tanah tidak dapat dikuasai secara mutlak. Adanya azas pemisahan horisontal yaitu tanah secara fisik adalah tetap milik komunal dan tidak boleh berpindah tangan kepemilikannya. Selain itu diatur pula pembatasan hak perseorangan, jika sebidang tanah di wilayah persekutuan telah dikerjakan oleh seseorang secara terus-menerus maka hubungan dengan tanah tersebut semakin erat. Namun apabila suatu waktu tanah tersebut ditinggalkan maka hubungannya semakin renggang dengan tanah tersebut. Sebaliknya hubungan antara tanah itu dengan persekutuan menjadi erat kembali. Lebih jauh jika tanah yang digarap tersebut ditinggalkan dan menjadi semak belukar maka tanah itu dianggap telah ditelantarkan, maka putuslah hubungan seseorang dengan tanah tersebut. 2 Sifat komunal atas tanah dalam hukum adat begitu menonjol, sehingga dalam beberapa daerah di Indonesia istilah tanah terlantar tersebut sudah ada tetapi tidak secara rinci menyebutkannya dan sanksi/tindakan apa yang akan diberikan untuk tanah-tanah tersebut. Konsep larangan penelantaran tanah yang diatur dalam hukum adat kemudian diakomodasi Undang Undang Pokok Agraria. Dalam Pasal 6 diatur bahwa setiap hak atas tanah harus mempunyai fungsi individu/pribadi sekaligus fungsi sosial. 3 Konsekuensi lebih lanjut jika secara nyata ditemukan pelanggaran dari prinsip fungsi sosial yaitu tanah ditelantarkan atau (ada unsur untuk 2 Syahyuti, Nilai-Nilai Kearifan pada Konsep Penguasaan Tanah Menurut Hukum Adat di Indonesia, Majalah Forum Penelitian Agro Ekonomi, Jakarta, No.1, Juli 2006, h.19 3 Sudjito, Fungsi Sosial Hak Atas Tanah, Ilmiah Widya Bhumi, Jakarta, 2007, h. 2

3 menelantarkan) tanah, maka hak atas tanah tersebut kembali kepada hak menguasai dari negara. 4 Dengan demikian pemegang hak atas tanah tidak hanya mempunyai hak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya tetapi juga berkewajiban menggunakan tanahnya sedemikian rupa sehingga baik secara langsung dan tidak langsung memenuhi kepentingan umum. Berdasarkan Undang Undang Pokok Agraria tersebut dapat diketahui bahwa menurut hukum agraria Indonesia, tanah memiliki fungsi sosial yang merupakan antitesa hukum tanah barat. 5 Implikasinya tanah tidak dimiliki secara bebas tanpa intervensi negara. Intervensi negara inilah kemudian diatur dalam fungsi sosial yang berfungsi sebagai upaya untuk mencegah terjadi akumulasi dan penguasaan tanah oleh sebagian orang. Dengan cara memasukan unsur masyarakat atau kebersamaan dalam penggunaan tanah, kebebasan individu dikurangi dan dimasukan unsur kebersamaan ke dalam hak individu. Jadi dalam hak individu ada hak kebersamaan, inilah yang dimaksud tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal 10 Undang Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa pemegang hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan untuk mengerjakan atau mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif dan mencegah cara-cara pemerasan. Pasal ini merupakan suatu ketentuan untuk mengusahakan sendiri, hal tersebut merupakan salah satu cara menangkal terjadinya tanah-tanah terlantar. Demikian pula dengan larangan penguasaan tanah secara absentee, yang merupakan tindak 1980, h. 61 4 Iman Sutiknjo, Proses terjadinya UUPA, Gajahmada University Press, Yogyakarta, 5 Bahari Syaiful, Negara dan Hak Rakyat Atas Tanah, Kompas, 13 Mei 2005

4 lanjut dari keharusan pemegang hak atas tanah mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif. Pasal 15 Undang Undang Pokok Agraria mengatur bahwa semua hak atas tanah harus dipeliharta baik-baik agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Kemudian dalam Pasal 27 huruf a, Pasal 34 huruf e, Pasal 40 huruf e Undang Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa setiap hak atas tanah hapus dengan sendirinya apabila tanahnya ditelantarkan. Penggunaan tanah harus dilakukan oleh yang berhak atas tanah selain untuk memenuhi kepentingannya sendiri juga tidak boleh merugikan kepentingan masyarakat. oleh karena itu bagi pemegang hak yang telah menguasai tanah dengan suatu hak sesuai dengan ketentuan Undang Undang Pokok Agraria atau penguasaan lainnya harus menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan keasaan, sifat dan tujuan pemberian haknya. Tata cara penertiban tanah terlantar lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998). Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 dinyatakan tidak berlaku lagi sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (selanjutnya disebut sebagai Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010) pada tanggal 22 Januari 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tidak mencantumkan mengenai pengertian tentang tanah terlantar. Pengertian tanah terlantar lebih lanjut diatur dalam Peraturan Kepala

5 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara penertiban Tanah Terlantar (selanjutnya disebut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010), sebagai peraturan pelaksana Ketentuan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010. Dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 dijelaskan mengenai pengertian tanah terlantar yaitu tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, atau tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya/dasar penguasaan. Pengertian Badan Usaha Milik Negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003). Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

6 2. Rumusan Masalah 1. Apakah tanah atas nama Badan Usaha Milik Negara termasuk barang milik negara? 2. Apakah tanah atas nama Badan Usaha Milik Negara termasuk pengecualian dari obyek tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010? 3. Alasan pemilihan judul Pada era modern seperti saat ini dimana tanah memiliki peran penting dalam pembangunan negara. Disatu sisi banyak tanah yang tidak digunakan sesuai dengan fungsi dan peruntukannya yang pada akhirnya menjadi tanah terlantar yang akan menghambat pembangunan negara. Salah satu obyek tanah terlantar menjadi perhatian penulis adalah tanah atas nama Badan Usaha Milik Negara, dimana tanah sebagai aset Badan Usaha Milik Negara tidak pernah disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia melainkan atas nama Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan. Sehingga penertibannya sebagai tanah terlantar perlu dikaji lebih mendalam agar tidak menjadi konflik yang menimbulkan masalah baru. Di dalam Pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010, yang menyebutkan: Tidak termasuk obyek penertiban tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah: b. Tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya.

7 Penulis lalu menemukan kelemahan dalam Pasal tersebut, karena tanah yang dikuasai Badan Usaha Milik Negara dan dalam sertipikatnya adalah atas nama Badan Usaha Milik Negara apakah termasuk Barang Milik Negara atau bukan. Karena seperti yang diketahui bahwa salah satu tujuan Badan Usaha Milik Negara adalah mencari keuntungan, lalu apabila Badan Usaha Milik Negara membeli tanah dengan hasil keuntungan tersebut apakah termasuk pengecualian objek tanah terlantar seperti yang tertuang dalam Pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010. 4. Penjelasan Judul Judul yang diangkat oleh penulis adalah Tanah Yang Dikuasai Badan Usaha Milik Negara Sebagai Obyek Penertiban Tanah Terlantar Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010. Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran tentang judul yang dimaksud, kiranya perlu dijelaskan mengenai judul skripsi. Pengertian tanah dalam ruang lingkup agraria 6, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanaha sebagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah. yang dapat 6 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012, h.9.

8 diberikan dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Dengan demikian jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi. Pengertian Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pengertian obyek penertiban tanah terlantar diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya/dasar penguasaan. 5. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui dan menganalisis apakah aset tanah Badan Usaha Milik Negara merupakan barang milik negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dan termasuk dalam Pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010. 2. Mengetahui dan menganalisis apakah tanah atas nama Badan Usaha Milik Negara tidak termasuk obyek penertiban tanah terlantar sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010.

9 6. Manfaat Penulisan 1. Dari segi teoritis yaitu pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya dibidang penertiban tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban Tanah Terlantar; 2. Dari segi praktis, yaitu sebagai sumbangan pemikiran kepada para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam penertiban tanah terlantar untuk lebih mengetahui apakah aset tanah Badan Usaha Milik Negara dapat ditertibkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010. 7. Metode Penelitian 7.1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum, karena penelitian ini akan meneliti tentang norma dan peraturan perundang-undangan mengenai politik hukum di bidang penertiban tanah terlantar dan implementasinya. 7.2. Pendekatan Masalah Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan cara mengkaji dan menganalisis hukum positif di bidang pertanahan yang mempunyai hubungan yang erat dengan penertiban tanah terlantar.

10 Kemudian dilakukan pendekatan konseptual (conceptual approach). 7 Pendekatan ini dilakukan dengan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang mengenai politik hukum. Setelah mengetahui pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin mengenai politik hukum maka selanjutnya akan di cari konsep-konsep politik hukum di bidang penertiban tanah melalui peraturan pemerintah yang mengatur mengenai penertiban tanah terlantar yaitu Peraturan pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang penertiban tanah terlantar. 7.3. Sumber Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan bahan hukum, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan serta regulasi yang berkaitan dengan judul dan permasalahan yang dibahas. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang bersifat memperjelas bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini adalah semua publikasi tentang hukum namun bukan merupakan dokumen resmi, berupa buku-buku literatur, majalah hukum, artikel dari media cetak atau internet yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. 7.4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum Prosedur dan pengumpulan dan pengelolaan bahan hukum dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan yang meliputi pengumpulan peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, pidato, jurnal, 7 Phillipus M. Hadjon, Merancang dan Menulis Penelitian Hukum Normatif Teori dan Filsafat, Makalah Penelitian Metode Penelitian Hukum Normatif, Kerjasama Lemlit dan Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 11-12 Juni1997, h.4.

11 majalah maupun internet yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara dan obyek penertiban tanah terlantar sebagai bahasan dalam penulisan skripsi ini. Setelah semua bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan dengan cara inventarisasi kemudian dilakukan pengolahan bahan hukum, dengan cara bahanbahan hukum tersebut dipisah-pisahkan dan dimasukkan dalam bab perbab, disesuaikan dengan materi bab dan bahan hukum yang ada dengan maksud untuk memperoleh penjelasan dari seluruh permasalahan. 7.5. Analisa Bahan Hukum Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu data yang relevan dengan materi permasalahannya yang dibahas, disusun, diuraikan, ditafsirkan, dan dikaji permasalahannya, dengan demikian akan diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan rumusan masalahanya. Analisa bahan hukum juga dilakukan melalui interpretasi. Interpretasi yang digunakan antara lain interpretasi gramatikal, sistematik, intrinsic dan ekstensif. 8. Sistematika Penulisan Pendahuluan diuraikan dalam Bab I, karena dalam pendahuluan ini dijelaskan mengenai pengantar secara keseluruhan dari skripsi Tanah Yang Dikuasai Badan Usaha Milik Negara Sebagai Obyek Penertiban Tanah Terlantar Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 dan merupakan gambaran umum dari permasalahan yang akan ditulis dalam bab-bab selanjutnya.

12 Tanah atas nama Badan Usaha Milik Negara termasuk barang milik negara akan diuraikan dalam Bab II, karena penulis menganggap kreteria barang milik negara yang diatur dalam Pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 masih belum jelas. Tanah atas nama Badan Usaha Milik Negara termasuk pengecualian dari obyek tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 diuraikan dalam Bab III, untuk mengetahui apakah aset tanah yang dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara termasuk yang dikecualikan berdasarkan Pasal 3 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010. Kesimpulan diuraikan dalam Bab IV, karena merupakan penutup dari uraian tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar dimana kesimpulan mengenai masalah dan saran disampaikan dalam bab ini.