BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini menyoroti kemitraan antara pemerintah dengan sekolah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KEMITRAAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA YOGYAKARTA. Bab ini menguraikan sekaligus menganalisa data yang didapatkan peneliti

BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Kata Pengantar BAB 4 P E N U T U P. Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BENTUK POKOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

Deskripsi: Dimensi Grand Design Sistem Informasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan publik melalui peningkatan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

MEMBANGUN JEJARING DAN KEMITRAAN TKSK

1.1 Latar Belakang I - 1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010

Kerjasama Publik dan Swasta dalam Pengelolaan Parkir di Onyek Wisata Taman Kyai Langgeng Kota Magelang

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

PENGELOLAAN TAMAN MELALUI KERJASAMA PEMERINTAH-SWASTA. (Studi Kasus: Kota Bandung)

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

Manual Mutu Pengabdian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aspek terpenting dalam sebuah

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

SILABUS ( MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN PUBLIK) Semester GENAP Tahun Akademik 2014/2015. Dosen Pengampu : Usisa Rohmah S.IP, M.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. maka perlu dilakukan penilaian kinerja. Tim Kerja Pemulihan Dieng (TKPD)

Analisis Pembiayaan Pembangunan Bus Transjakarta

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan Kemitraan PDPS Surabaya dengan PT AIW IV-1

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi produktifitas. Oleh karena itu, seluruh penduduk atau masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dicapai. Dalam upaya mencapai tujuan-tujuan tersebut maka dibutuhkan

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. apresiasi yang baik dari masyarakat seluruh dunia. Humas adalah model

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi Pemerintah yang menggantikan PP No. 24 Tahun 2005 akan

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Strategi yang dilaksanakan oleh masing-masing pengelola dalam

Good Governance. Etika Bisnis

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

Australia Awards Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

4. BAB IV: REKOMENDASI. Berikut adalah rekomendasi yang diberikan untuk evaluasi model kelembagaan Sekertariat Bersama Kartamantul:

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI. PENUTUP. oleh pemerintah dengan membentuk jaringan ( network). Pihak-pihak. masyarakat adalah PPTI, Aisyiyah, dan TP PKK.

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia didunia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012)

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik organisasi yang berorientasi laba maupun organisasi nirlaba, baik

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK ORGANISASI NON-PROFIT

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KOLABORATIF TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA. Frida Purwanti Universitas Diponegoro

manajemen organisasi pemerintah dan nonprofit studi tentang manajemen publik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AKUNTANSI PEMERINTAHAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, M.AB

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

MEWUJUDKAN TATAKELOLA PEMERINTAHAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Komite Advokasi Nasional & Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

Peran, Kegiatan, Tujuan dan Perbedaan Ilmu Administrasi Publik (Negara) dengan Administrasi Bisnis (Niaga)

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

KONSEP, PRINSIP, MODEL DAN TUJUAN MANAJEMEN STRATEGIS SEKTOR PUBLIK. Novia Kencana, M.PA Universitas Indo Global Mandiri Palembang

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini semakin meningkat tuntutan masyarakat kepada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. organisasi nirlaba disebakan oleh organisasi ini berpengaruh pada

KATA PENGANTAR. Taipa, 10 September 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur

BAB I PENDAHULUAN. Studi tentang..., Aris Roosnila Dewi, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan diperlukan faktor-faktor yang harus dimiliki oleh

TI-S1-3SKS PENGANTAR MANAJEMEN PROYEK

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini menyoroti kemitraan antara pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif. Penelitian dilakukan pada level sekolah menengah atas di Kota Yogyakarta. Kerjasama pemerintah-swasta yang paling baik dalam menyelenggarakan pelayanan publik digambarkan dengan adanya kemitraan yang mencirikan kolaborasi antara pemerintah dengan swasta. 1 Kemitraan dalam penelitian ini, dapat dimaknai sebagai sebuah proses dimana organisasi-organisasi yang memiliki suatu kepentingan terhadap satu masalah tertentu berusaha mencari solusi yang ditentukan secara bersama dalam rangka mencapai tujuan yang mereka tidak dapat mencapainya secara sendiri-sendiri. 2 Fosler menambahkan dalam kerjasama seperti tersebut diatas biasanya melibatkan perencanaan dan manajemen antar aktor pada tingkatan yang lebih tinggi yang saling menguntungkan, adanya upaya secara sadar untuk melakukan penyatuan tujuan, strategi, agenda, sumberdaya dan aktifitas, komitmen dan kapasitas antar aktor yang seimbang, serta pembagian resiko, kewajiban, dan keuntungan. 3 1 Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 392 2 Sink. 1998. International Collaboration. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 390 3 Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. Op.Cit. Hal. 391 1

Kemitraan seperti yang dimaksud dalam penelitian ini, telah melebihi kerjasama biasa. Adanya masalah yang disadari sangat rumit diselesaikan secara masing-masing, mendorong kerjasama dengan intensitas koordinasi lebih tinggi untuk mencapai tujuan yang diharapkan, begitupun dalam sumberdaya, tidak menggantungkan dari salah satu pihak saja, karena masing-masing pihak sadar bahwa menyelesaikan problem demikian akan sangat sulit diatasi apabila hanya menggunakan sumberdaya terbatas dari salah satu pihak saja. Pada kemitraan pemerintah-swasta, visi bersama menjadi dasar bagi masing-masing pihak untuk merumuskan tujuan, strategi, alokasi sumberdaya, dan aktifitas masing-masing sehingga kesemuanya memiliki kontribusi terhadap terwujudnya visi bersama tersebut. 4 Hal diatas tentu sangat berbeda dibandingkan kerjasama pemerintahswasta yang sebatas bersifat kontraktual, jangka pendek, dan dengan intensitas hubungan rendah seperti pada kontrak kerja, swastanisasi, atau outsourching. Adanya kemitraan pemerintah-swasta dicirikan dengan setidak-tidaknya melibatkan satu lembaga pemerintah dan satu lambaga swasta, adanya tujuan bersama/visi bersama, adanya koordinasi yang tinggi atau kompleks, dalam rangka pelaksanaan tugas tertentu, adanya orientasi jangka panjang, adanya penyatuan dan pemanfaatan serta sinergi dari sumberdaya pemerintah dan swasta, pembagian resiko, serta perolehan dalam efisiensi dan efektifitas. 5 4 Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 261 5 Lienhard, Andreas. 2006. Public-Private Partnerships (PPPs) in Switzerland: Experiences- Risks-Potentials. International Review of Administrative Sciences, Vol. 72(4): 547-563. Hal. 551 2

Kemitraan pemerintah-swasta diharapkan membawa manfaat bagi penyelenggaran pelayanan publik yang lebih baik, seperti memungkinkan pemecahan masalah secara lebih efektif karena dilakukan bersama-sama, memungkinkan penghematan anggaran & transfer pengetahuan antar organisasi, tambahan keuntungan dalam persaingan, akses pada ketrampilan baru dan akses pasar yang lebih terbuka, serta adanya pembagian resiko. 6 Kemitraan pemerintahswasta yang dikonsepkan oleh Gray sebagai kolaborasi juga dapat dipandang sebagai wadah untuk memperdebatkan atau memperselisihkan resolusi atau pengelakan. 7 Tokoh lain memaparkan kemitraan pemerintah-swasta yang dikonsepkan sebagai kerjasama yang bersifat kolaboratif, mampu meningkatkan sumberdaya yang dimiliki organisasi dan mengurangi kebutuhan persaingan untuk sumberdaya. 8 Selain itu, kemitraan pemerintah-swasta dipandang dapat meningkatkan efisiensi organisasi dengan jalan mengurangi upaya dan waktu yang dibutuhkan untuk negosiasi antar organisasi 9, serta kemitraan dengan melibatkan sektor swasta dapat meningkatkan kualitas pelayanan ataupun produk 6 Bamford, Gomes-Casseres, & Robinson. 2003. Mastering Alliance Strategy: A Comprehensive Guide to Design, Management, and Organization. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 392 7 Gray, B. 1989.Collaborating: Finding Common Ground for Multiparty Problems. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 392 8 Guo, C. & Acar. 2005. Understanding Collaboration among Nonprofit Organizations: Combining Resource Dependency, Institutional, and Network Perspectives. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 393 9 Williamson, O. E. 1996. The Mechanisms of Governance. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 393 3

akhir yang lebih baik 10. Manfaat diatas tentunya berlaku pula dalam penyelenggaraan pelayanan publik khususnya pendidikan inklusif. Kemitraan pemerintah-swasta dianggap merupakan salah satu sarana untuk mengatasi kendala-kendala maupun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta dalam rangka mewujudkan implementasi kebijakan pendidikan inklusif yang lebih baik. Dalam implementasi pendidikan inklusif, Kota Yogyakarta mulai efektif mengimplementasikan kebijakan pendidikan inklusif tahun 2008, semenjak disahkannya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 47 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi. Berangkat dari momentum tersebut, Pemerintah Kota Yogyakarta terus berbenah diantaranya dengan melaksanakan kerjasama dengan lembaga non-profit, meningkatkan dukungan sarana dan prasarana serta infrastruktur penunjang pendidikan inklusif, serta menyelenggarakan berbagai pelatihan dan FGD rutin untuk mengembangkan pendidikan inklusif yang lebih baik. 11 Pemerintah Kota Yogyakarta juga bekerjasama dengan beberapa sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif. Kerjasama yang terjalin memang tidak tertuang dalam kontrak kerja, namun baik pemerintah maupun sekolah swasta yang terlibat telah sepakat untuk bahu-membahu 10 Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 392 11 Setyawan, Priyo. 2013. Yogya jadi Pusat Pendidikan Inklusi di ASEAN. Diunduh dari http://m.sindonews.com hari Kamis, 17 April 2014 pukul 20.19 WIB 4

menyelenggarakan pendidikan inklusif. 12 Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif pada setiap jenjang pendidikan di Kota Yogyakarta, ditampilkan pada Tabel 1.1. Melihat tabel sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta, menunjukkan peran swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif cukup besar, tidak terkecuali pada level SMA, yang mana tiga perempat dari keseluruhan sekolah berlabel inklusif diselenggarakan oleh swasta. Tabel 1.1 Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Kota Yogyakarta Jenjang Pemerintah Swasta PAUD - 5 TK/TKIT - 3 SD/MI 11 10 SMP/MTS 3 4 SMA/SMK/MA 3 9 JUMLAH 17 31 Sumber: Lampiran Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta No. 188/661 tentang Penetapan Sekolah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Kota Yogyakarta Tahun 2014 Berdasarkan ciri-ciri kemitraan pemerintah-swasta sebagaimana disebutkan diawal, kerjasama Pemerintah Kota Yogyakarta dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif selama ini, mengindikasikan adanya kemitraan yang menggambarkan kerjasama yang bersifat kolaboratif. Hal tersebut ditandai dengan adanya pembagian peran dan sumberdaya antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan sekolah swasta penyelenggara pendidikan inklusif sebagaimana tertuang dalam Peraturan Walikota Yogyakarta No. 47 Tahun 2008 tentang 12 Wawancara dengan guru Bimbingan Konseling di salah satu sekolah inklusif Kota Yogyakarta, 13 Februari 2014 pukul 09.00 WIB 5

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, adanya keterlibatan jangka panjang/tidak terdapat batasan waktu dalam kerjasama yang terjalin, serta adanya upaya penanggulangan resiko bersama melalui mekanisme konferensi kasus, yakni berupa FGD antara Pemerintah Kota Yogyakarta dengan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk mengetahui tantangan dan hambatan dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif serta upaya-upaya untuk memecahkannya. 13 Adanya kemitraan yang mencirikan kolaborasi antar aktor pada penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta dipandang sebagai nilai plus untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan dalam pendidikan inklusif, sebagaimana telah dipaparkan diatas bahwa adanya kemitraan dalam pelayanan publik akan membawa manfaat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang semakin baik. Masuknya sektor swasta dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dianggap dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan, dalam hal ini pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus yang semakin berkualitas. Keahlian sektor swasta dalam responsivitas, tekhnologi, efektivitas dan efisiensi, dinamis, kompetitif, serta pengembangan sumberdaya manusianya, menjadi modal utama yang diharapkan mampu menutupi keterbatasan kemampuan pemerintah untuk melaksanakan hal tersebut. Disisi lain beban pemerintah dalam fokus tersebut sedikit berkurang, namun tetap tidak mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan, bahkan terus-menerus dipertahankan dan ditingkatkan untuk melayani masyarakat secara maksimal. 13 Widodo, Aris. Staff Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Pelaksana Pendidikan Inklusif Kota Yogyakarta. Wawancara hari Selasa, 29 April 2014 pukul 12.00 WIB 6

Namun demikian, untuk mengetahui apakah kerjasama pemerintah-swasta atau suatu kerjasama yang berlabel kemitraan yang menggambarkan adanya kolaborasi benar-benar dapat dikatakan terjadi kolaborasi antar stakeholder dan memberikan manfaat serta kontribusi bagi penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan penelitian yang mendalam dengan melihat aspek-aspek dalam kerjasama tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bermaksud mengetahui kemitraan yang terjadi antara pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. Penelitian ini berkontribusi sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pihak-pihak terkait untuk membangun kemitraan pemerintah-swasta yang lebih baik dalam rangka mengembangkan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni Bagaimanakah kemitraan antara pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemitraan antara pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 7

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat luas mengenai kemitraan pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 2. Sebagai pengkayaan konsep bagi pengguna dan pemerhati ilmu sosial politik khususnya mengenai kemitraan pemerintah-swasta. 3. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta untuk membangun kemitraan secara lebih baik sebagai upaya mengembangkan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 4. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai kemitraan pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 5. Sebagai data/masukan bagi penelitian selanjutnya. 8