BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini menyoroti kemitraan antara pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif. Penelitian dilakukan pada level sekolah menengah atas di Kota Yogyakarta. Kerjasama pemerintah-swasta yang paling baik dalam menyelenggarakan pelayanan publik digambarkan dengan adanya kemitraan yang mencirikan kolaborasi antara pemerintah dengan swasta. 1 Kemitraan dalam penelitian ini, dapat dimaknai sebagai sebuah proses dimana organisasi-organisasi yang memiliki suatu kepentingan terhadap satu masalah tertentu berusaha mencari solusi yang ditentukan secara bersama dalam rangka mencapai tujuan yang mereka tidak dapat mencapainya secara sendiri-sendiri. 2 Fosler menambahkan dalam kerjasama seperti tersebut diatas biasanya melibatkan perencanaan dan manajemen antar aktor pada tingkatan yang lebih tinggi yang saling menguntungkan, adanya upaya secara sadar untuk melakukan penyatuan tujuan, strategi, agenda, sumberdaya dan aktifitas, komitmen dan kapasitas antar aktor yang seimbang, serta pembagian resiko, kewajiban, dan keuntungan. 3 1 Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 392 2 Sink. 1998. International Collaboration. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 390 3 Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. Op.Cit. Hal. 391 1
Kemitraan seperti yang dimaksud dalam penelitian ini, telah melebihi kerjasama biasa. Adanya masalah yang disadari sangat rumit diselesaikan secara masing-masing, mendorong kerjasama dengan intensitas koordinasi lebih tinggi untuk mencapai tujuan yang diharapkan, begitupun dalam sumberdaya, tidak menggantungkan dari salah satu pihak saja, karena masing-masing pihak sadar bahwa menyelesaikan problem demikian akan sangat sulit diatasi apabila hanya menggunakan sumberdaya terbatas dari salah satu pihak saja. Pada kemitraan pemerintah-swasta, visi bersama menjadi dasar bagi masing-masing pihak untuk merumuskan tujuan, strategi, alokasi sumberdaya, dan aktifitas masing-masing sehingga kesemuanya memiliki kontribusi terhadap terwujudnya visi bersama tersebut. 4 Hal diatas tentu sangat berbeda dibandingkan kerjasama pemerintahswasta yang sebatas bersifat kontraktual, jangka pendek, dan dengan intensitas hubungan rendah seperti pada kontrak kerja, swastanisasi, atau outsourching. Adanya kemitraan pemerintah-swasta dicirikan dengan setidak-tidaknya melibatkan satu lembaga pemerintah dan satu lambaga swasta, adanya tujuan bersama/visi bersama, adanya koordinasi yang tinggi atau kompleks, dalam rangka pelaksanaan tugas tertentu, adanya orientasi jangka panjang, adanya penyatuan dan pemanfaatan serta sinergi dari sumberdaya pemerintah dan swasta, pembagian resiko, serta perolehan dalam efisiensi dan efektifitas. 5 4 Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 261 5 Lienhard, Andreas. 2006. Public-Private Partnerships (PPPs) in Switzerland: Experiences- Risks-Potentials. International Review of Administrative Sciences, Vol. 72(4): 547-563. Hal. 551 2
Kemitraan pemerintah-swasta diharapkan membawa manfaat bagi penyelenggaran pelayanan publik yang lebih baik, seperti memungkinkan pemecahan masalah secara lebih efektif karena dilakukan bersama-sama, memungkinkan penghematan anggaran & transfer pengetahuan antar organisasi, tambahan keuntungan dalam persaingan, akses pada ketrampilan baru dan akses pasar yang lebih terbuka, serta adanya pembagian resiko. 6 Kemitraan pemerintahswasta yang dikonsepkan oleh Gray sebagai kolaborasi juga dapat dipandang sebagai wadah untuk memperdebatkan atau memperselisihkan resolusi atau pengelakan. 7 Tokoh lain memaparkan kemitraan pemerintah-swasta yang dikonsepkan sebagai kerjasama yang bersifat kolaboratif, mampu meningkatkan sumberdaya yang dimiliki organisasi dan mengurangi kebutuhan persaingan untuk sumberdaya. 8 Selain itu, kemitraan pemerintah-swasta dipandang dapat meningkatkan efisiensi organisasi dengan jalan mengurangi upaya dan waktu yang dibutuhkan untuk negosiasi antar organisasi 9, serta kemitraan dengan melibatkan sektor swasta dapat meningkatkan kualitas pelayanan ataupun produk 6 Bamford, Gomes-Casseres, & Robinson. 2003. Mastering Alliance Strategy: A Comprehensive Guide to Design, Management, and Organization. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 392 7 Gray, B. 1989.Collaborating: Finding Common Ground for Multiparty Problems. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 392 8 Guo, C. & Acar. 2005. Understanding Collaboration among Nonprofit Organizations: Combining Resource Dependency, Institutional, and Network Perspectives. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 393 9 Williamson, O. E. 1996. The Mechanisms of Governance. Dalam Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 393 3
akhir yang lebih baik 10. Manfaat diatas tentunya berlaku pula dalam penyelenggaraan pelayanan publik khususnya pendidikan inklusif. Kemitraan pemerintah-swasta dianggap merupakan salah satu sarana untuk mengatasi kendala-kendala maupun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta dalam rangka mewujudkan implementasi kebijakan pendidikan inklusif yang lebih baik. Dalam implementasi pendidikan inklusif, Kota Yogyakarta mulai efektif mengimplementasikan kebijakan pendidikan inklusif tahun 2008, semenjak disahkannya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 47 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi. Berangkat dari momentum tersebut, Pemerintah Kota Yogyakarta terus berbenah diantaranya dengan melaksanakan kerjasama dengan lembaga non-profit, meningkatkan dukungan sarana dan prasarana serta infrastruktur penunjang pendidikan inklusif, serta menyelenggarakan berbagai pelatihan dan FGD rutin untuk mengembangkan pendidikan inklusif yang lebih baik. 11 Pemerintah Kota Yogyakarta juga bekerjasama dengan beberapa sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif. Kerjasama yang terjalin memang tidak tertuang dalam kontrak kerja, namun baik pemerintah maupun sekolah swasta yang terlibat telah sepakat untuk bahu-membahu 10 Gazley, Beth & Brudney, Jeffrey L. 2007. The Purpose (and Perils) of Government-Nonprofit Partnership. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol.36 (3): 389-414. Hal. 392 11 Setyawan, Priyo. 2013. Yogya jadi Pusat Pendidikan Inklusi di ASEAN. Diunduh dari http://m.sindonews.com hari Kamis, 17 April 2014 pukul 20.19 WIB 4
menyelenggarakan pendidikan inklusif. 12 Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif pada setiap jenjang pendidikan di Kota Yogyakarta, ditampilkan pada Tabel 1.1. Melihat tabel sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta, menunjukkan peran swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif cukup besar, tidak terkecuali pada level SMA, yang mana tiga perempat dari keseluruhan sekolah berlabel inklusif diselenggarakan oleh swasta. Tabel 1.1 Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Kota Yogyakarta Jenjang Pemerintah Swasta PAUD - 5 TK/TKIT - 3 SD/MI 11 10 SMP/MTS 3 4 SMA/SMK/MA 3 9 JUMLAH 17 31 Sumber: Lampiran Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta No. 188/661 tentang Penetapan Sekolah Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Kota Yogyakarta Tahun 2014 Berdasarkan ciri-ciri kemitraan pemerintah-swasta sebagaimana disebutkan diawal, kerjasama Pemerintah Kota Yogyakarta dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif selama ini, mengindikasikan adanya kemitraan yang menggambarkan kerjasama yang bersifat kolaboratif. Hal tersebut ditandai dengan adanya pembagian peran dan sumberdaya antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan sekolah swasta penyelenggara pendidikan inklusif sebagaimana tertuang dalam Peraturan Walikota Yogyakarta No. 47 Tahun 2008 tentang 12 Wawancara dengan guru Bimbingan Konseling di salah satu sekolah inklusif Kota Yogyakarta, 13 Februari 2014 pukul 09.00 WIB 5
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, adanya keterlibatan jangka panjang/tidak terdapat batasan waktu dalam kerjasama yang terjalin, serta adanya upaya penanggulangan resiko bersama melalui mekanisme konferensi kasus, yakni berupa FGD antara Pemerintah Kota Yogyakarta dengan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk mengetahui tantangan dan hambatan dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif serta upaya-upaya untuk memecahkannya. 13 Adanya kemitraan yang mencirikan kolaborasi antar aktor pada penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta dipandang sebagai nilai plus untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan dalam pendidikan inklusif, sebagaimana telah dipaparkan diatas bahwa adanya kemitraan dalam pelayanan publik akan membawa manfaat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik yang semakin baik. Masuknya sektor swasta dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dianggap dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan, dalam hal ini pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus yang semakin berkualitas. Keahlian sektor swasta dalam responsivitas, tekhnologi, efektivitas dan efisiensi, dinamis, kompetitif, serta pengembangan sumberdaya manusianya, menjadi modal utama yang diharapkan mampu menutupi keterbatasan kemampuan pemerintah untuk melaksanakan hal tersebut. Disisi lain beban pemerintah dalam fokus tersebut sedikit berkurang, namun tetap tidak mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan, bahkan terus-menerus dipertahankan dan ditingkatkan untuk melayani masyarakat secara maksimal. 13 Widodo, Aris. Staff Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Pelaksana Pendidikan Inklusif Kota Yogyakarta. Wawancara hari Selasa, 29 April 2014 pukul 12.00 WIB 6
Namun demikian, untuk mengetahui apakah kerjasama pemerintah-swasta atau suatu kerjasama yang berlabel kemitraan yang menggambarkan adanya kolaborasi benar-benar dapat dikatakan terjadi kolaborasi antar stakeholder dan memberikan manfaat serta kontribusi bagi penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan penelitian yang mendalam dengan melihat aspek-aspek dalam kerjasama tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bermaksud mengetahui kemitraan yang terjadi antara pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. Penelitian ini berkontribusi sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pihak-pihak terkait untuk membangun kemitraan pemerintah-swasta yang lebih baik dalam rangka mengembangkan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni Bagaimanakah kemitraan antara pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemitraan antara pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 7
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat luas mengenai kemitraan pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 2. Sebagai pengkayaan konsep bagi pengguna dan pemerhati ilmu sosial politik khususnya mengenai kemitraan pemerintah-swasta. 3. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi para pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta untuk membangun kemitraan secara lebih baik sebagai upaya mengembangkan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 4. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai kemitraan pemerintah dengan sekolah swasta dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta. 5. Sebagai data/masukan bagi penelitian selanjutnya. 8