BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan listrik Indonesia semakin lama semakin meningkat dengan di dorongnya laju pertumbuhan ekonomi dan teknologi serta meningkatnya jumlah penduduk. Di Indonesia, kebutuhan jumlah energi listrik sangat besar tetapi jumlah energi listrik yang dapat dihasilkan masih belum mencukupi. Bahkan banyak wilayah di Indonesia masih belum terjangkau oleh listrik terutama di wilayah pedesaan di Indonesia bagian Timur. Data nasional mencatat pada tahun 2014, dari 82.190 desa yang ada di Indonesia, 79.671 desa telah terjangkau aliran listrik atau sebesar 96,94% [1]. Ini berarti masih ada sekitar 2.519 desa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang belum terjangkau aliran listrik. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan pembangkit dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan kondisi geografis sebagian wilayah Indonesia yang sulit dijangkau untuk akses transmisi listrik. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh PLN tetapi juga oleh pihak swasta. Pada tahun 2014, total kapasitas pembangkit nasional adalah sebesar 52 GW [2]. Dilihat dari tipe pembangkit listrik, pembangkit berbahan bakar batubara dan gas adalah yang paling besar yaitu masing-masing sebesar 50% (26 GW) dan 23% (12 GW), diikuti oleh pembangkit berbahan bakar minyak sekitar 14% (7,5 GW). Sisanya sebesar 13% berasal dari energi terbarukan dengan rincian sebesar 10% (5,1 GW) dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), 3% (1,3 GW) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), serta sisanya adalah dari pembangkit listrik energi terbarukan lainnya berupa PLT surya, PLT bayu, PLT sampah, PLT mikrohidro, dan PLT biomassa [2]. Masih tingginya konsumsi bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik karena digunakan untuk memenuhi beban dasar dan beban puncak untuk wilayah Jawa dan Sumatera. Sementara pembangkit listrik energi terbarukan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik wilayah terpencil di luar 1
2 Jawa dan Sumatera sebagai pengganti pembangkit tenaga uap dan gas karena keterbatasan pasokan dan kondisi geografis wilayah yang tidak mendukung. Upaya pencarian sumber energi baru sebaiknya memenuhi beberapa syarat yaitu menghasilkan jumlah energi yang cukup besar, biaya yang ekonomis dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Salah satunya adalah pengembangan listrik tenaga surya yang berbasis pada efek photovoltaic dari piranti sel surya sebagai salah satu sumber tenaga listrik yang murah, bebas polusi dan ramah lingkungan. Namun, sekarang ini penggunaan sel surya sebagai sumber listrik masih sangat minim dan belum dapat diandalkan sebagai suatu sumber tenaga alternatif yang dapat mengganti tenaga listrik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kemampuan sel surya yang belum optimal dalam menghasilkan tenaga listrik (efisiensi rendah), proses pembuatan sel surya yang memerlukan operasi pembiayaan yang mahal, apalagi jika sel tersebut masih harus diimpor. Memang tidak diragukan lagi bahwa sel surya adalah salah satu sumber energi yang ramah lingkungan dan sangat menjanjikan pada masa yang akan datang karena tidak ada polusi yang dihasilkan selama proses pembangkitan energi [3]. Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang masih memiliki tingkat rasio elektrifikasi terendah kedua se-indonesia yaitu sebesar 58,64% atau baru sekitar 649.926 KK (Kepala Keluarga) yang sudah menikmati listrik dari 1.108.326 KK [2]. Hal ini dikarenakan kondisi geografis NTT yang terdiri dari pulau-pulau kecil yang tersebar dan sulit dijangkau jaringan PLN karena membutuhkan biaya yang lebih mahal. Desa Waisika adalah salah satu desa di provinsi NTT yang masih kurang dalam hal ketersediaan listrik. Kebutuhan listrik Desa Waisika didapatkan dari produksi listrik Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di ibukota kabupaten yang terletak sejauh 36 km. Desa Waisika memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.490 orang yang terdiri dari 620 KK dengan sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani dan pedagang [4]. Pasokan listrik Desa yang berasal dari PLTD sering tidak stabil karena pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk PLTD harus didatangkan dari luar pulau sehingga sering terkendala cuaca, jarak dan waktu. Oleh karena itu, penggunan PLTD sebagai pemasok utama listrik di Pulau Alor kurang efisien sehingga perlu adanya
3 pembangkit listrik dengan sumber energi lain untuk memenuhi kebutuhan listrik Pulau Alor khususnya Desa Waisika. Desa Waisika memiliki potensi panas matahari rata-rata dalam setahun sebesar 6,51 kwh/m 2 /hari [5]. Selain itu, kondisi wilayah yang terdiri dari padang rumput dan perbukitan serta kondisi cuaca yang panas membuat wilayah ini memiliki potensi panas matahari yang tinggi. Untuk mengatasi permasalahan ini dilakukan perancangan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan memanfaatkan potensi panas matahari lokal agar mendapatkan sistem PLTS yang efisien, ekonomis, serta sesuai dengan kebutuhan. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan suatu sistem yang memanfaatkan sumber energi dari cahaya matahari diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan teknologi photovoltaic. Sistem ini terdiri dari beberapa komponen utama yaitu modul PV (photovoltaic), solar charge controller, dan inverter. Keunggulan utama Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) bila dibandingkan dengan sumber energi lain khususnya sumber energi terbarukan adalah PLTS tidak bergantung pada lokasi dimana sumber energi berada. Berbeda halnya dengan PLT panas bumi dan air yang sangat bergantung pada lokasi dimana sumber energi tersebut berada sehingga listrik dari pembangkitan kedua sumber energi tersebut tidak dapat diterapkan secara sembarangan karena membutuhkan infrastruktur yang memadai untuk menjangkau daerah-daerah yang membutuhkan. PLTS untuk saat ini memang masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya sangat bergantung pada lamanya penyinaran matahari yang secara efektif sampai 5 jam dalam satu hari untuk daerah tropis dengan penyinaran matahari 10 12 jam dan faktor cuaca. Sistem PLTS terbagi menjadi 2 jenis yaitu sistem PLTS terpusat dan terdistribusi. PLTS jenis terpusat memiliki susunan modul surya pada satu lokasi tertentu dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik secara komunal atau skala besar misalnya untuk satu desa atau lebih, sedangkan jenis terdistribusi atau disebut SHS (Solar Home System) dipasang pada atap-atap rumah penduduk untuk memenuhi kebutuhan listrik per rumah sehingga tiap rumah dapat berbeda-beda jumlah modul yang dipasang tergantung kebutuhan daya tiap rumah. Keduanya memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing tergantung pada nilai investasi
4 pembangunannya, kebutuhan daya, operasional dan pemeliharaan, kondisi lokasi pemasangan, dan sistem jaringan daya. Hal ini akan memengaruhi pemilihan salah satu jenis pemasangan PLTS yang cocok diterapkan untuk pemenuhan kebutuhan listrik di Desa Waisika, Kabupaten Alor. Sistem jaringan distribusi daya listrik terbagi menjadi 2 yaitu jaringan AC (Alternating Current) dan jaringan DC (Direct Current). Jaringan AC biasanya digunakan sebagai jaringan utama pada sistem distribusi daya PLN untuk seluruh konsumen, sedangkan jaringan DC biasanya digunakan untuk alat-alat elektronik dengan daya rendah. Pada penelitian ini akan dibahas mengenai empat hal yaitu mengenai PLTS tepusat dengan jaringan AC, PLTS terpusat dengan jaringan DC, PLTS terdistribusi dengan jaringan AC, dan PLTS terdistribusi dengan jaringan DC. Keempatnya akan dilakukan perhitungan biaya mulai dari investasi awal sampai dengan biaya listrik yang dihasilkan. Pemilihan sistem distribusi daya yang sesuai akan mengurangi rugi-rugi yang dihasilkan oleh jaringan listrik. I.2. Rumusan Masalah Perancangan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya harus mempertimbangkan jenis sistem PLTS terpusat atau terdistribusi yang sesuai dengan lokasi dan kondisi wilayah pemasangan PLTS. Selain itu, perlu mempertimbangkan biaya investasi serta pihak mana yang akan menjalankan operasional dan pemeliharaan PLTS setelah dibangun. Ini akan memengaruhi pemilihan jenis pemasangan PLTS terpusat atau terdistribusi. Untuk daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh jaringan PLN, penggunaan PLTS akan sangat membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan listrik dengan memanfaatkan potensi alam yang ada di sekitar mereka. Dari beberapa literatur dan juga pengalaman dari orang-orang yang terlibat dalam proyek PLTS, banyak yang berinvestasi untuk membangun PLTS di wilayah-wilayah terpencil tetapi pada akhirnya PLTS tersebut akan terbengkalai karena tidak adanya pelatihan operasional dan pemeliharaan sistem PLTS ke warga. Banyak instalasi PLTS yang kurang temanfaatkan dengan baik dikarenakan pengoperasian PLTS tidak dengan baik dan benar. Selain itu, biaya penggantian komponen yang mahal menyebabkan
5 banyak warga yang akhirnya membiarkan PLTS ataupun SHS mereka rusak. Hal ini menjadi pertimbangan untuk perancangan jenis PLTS yang akan diterapkan di Desa Waisika. Selain itu, sistem jaringan listrik yang digunakan akan mempengaruhi hasil keluaran daya dari PLTS. Jaringan listrik memiliki sekitar 20-30% kerugian dari daya yang dihasilkan sistem PLTS. Kondisi wilayah Desa Waisika yang berbukit menyebabkan sulitnya pemasangan kabel untuk menyalurkan kebutuhan listrik sehingga sistem jaringan listrik yang dipilih harus mempertimbangkan hal ini serta faktor lain yang mungkin berbeda pada tiap lokasi pemasangan PLTS. Selain itu, pertimbangan peralatan rumah tangga yang digunakan oleh masyarakat desa lebih sederhana dan lebih sedikit dibandingkan dengan peralatan rumah tangga yang digunakan di pulau-pulau besar lainnya seperti di pulau Jawa. Kebutuhan daya dalam skala menengah kebawah serta tipe peralatan rumah tangga yang digunakan yang umumnya masih menggunakan jaringan AC dapat dikaji lebih dalam dan dibandingkan dengan pemakaian jaringan DC (misalnya untuk pencahayaan) akan menghasilkan distribusi daya yang optimal untuk jaringan listrik desa dari segi biaya. I.3. Batasan Masalah Penelitian tugas akhir ini mengambil batasan masalah sebagai berikut: 1. Sistem PLTS yang akan dirancang digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Desa Waisika, sedangkan jika terdapat kelebihan produksi dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk menyalurkannya ke jaringan PLN. 2. Penelitian ini berdasarkan kajian perbandingan tipe PLTS terpusat dan terdistribusi dengan jaringan AC dan DC. 3. Rancangan sistem PLTS meliputi pemilihan modul dan jumlah modul surya, jenis inverter, pemilihan jenis dan jumlah baterai, pemilihan jenis dan jumlah solar charge controller, nilai Life Cycle Cost serta biaya pembangkitan energi listrik yang dihasilkan. 4. Rancangan sistem PLTS tidak melibatkan teknis pemasangan dari komponen PLTS.
6 5. Data kebutuhan energi listrik yang digunakan untuk perancangan sistem PLTS adalah asumsi perhitungan penggunaan alat-alat listrik rumah tangga tiap rumah yang ada di Desa Waisika. 6. Data potensi panas matahari dan kecepatan angin didapatkan dari NASA. 7. Analisis ekonomi tidak melibatkan pajak PPn, PPh, bea masuk, dan biaya impor. 8. Biaya pemasangan jaringan baru DC diasumsikan sama dengan biaya pemasangan jaringan baru AC sesuai dengan peraturan pemerintah. I.4. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan rekomendasi rancangan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Desa Waisika dengan membandingkan sistem terpusat dan terdistribusi dengan jaringan AC dan DC dari aspek ekonomi. 2. Melakukan perhitungan nilai investasi optimal dengan mempertimbangkan biaya dari pembangunan sampai masa hidup PLTS berakhir. 3. Melakukan analisis perbandingan rancangan sistem PLTS ditinjau dari aspek operasional dan pengelolaan. I.5. Manfaat Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran umum berbagai skenario rancangan sistem PLTS dan rekomendasi rancangan sistem PLTS untuk Desa Waisika guna memenuhi kebutuhan listrik. Rekomendasi ini berupa lokasi peletakan, sudut pemasangan, jumlah modul modul surya, jumlah inverter, jumlah baterai, jumlah solar charge inverter, jenis sistem PLTS, pemilihan jaringan listrik, serta biaya siklus hidup dan biaya pembangkitan energi dari kombinasi sistem PLTS dan jaringan listrik sehingga didapatkan nilai yang optimal dari segi biaya. Selain itu, dilakukan analisis dari aspek operasional dan pengelolaan sistem PLTS sehingga didapatkan sistem PLTS mana yang lebih mudah pengelolaannya selama masa hidupnya.