BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasai menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di setiap tempat kerja. Untuk itu kita perlu mengembangkan dan meningkatkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi. 1 Sebagaimana dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai Kesehatan Kerja disebutkan bahwa upaya Kesehatan Kerja wajib diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. 2 Secara umum kita harus dapat menciptakan kondisi kerja sebaik baiknya dengan jalan mengendalikan semua faktor lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi pekerjaan dan efisiensi manusia, antara lain masalah penerangan. Penerangan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, serta mempunyai kaitan yang sangat erat dengan peningkatan produktivitas. 3 Penerangan untuk suatu ruangan yang dipergunakan sebagai kantor atau tempat kerja memerlukan suatu pengaturan tersendiri. 4 Untuk mendapatkan kualitas penerangan pada suatu tempat yang memadai, maka baik sumber penerangan maupun faktor lingkungan harus diperhitungkan. 5 Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan. 6 Penerangan yang lebih baik juga dapat memberikan hal berupa efisiensi yang lebih tinggi, dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi kesulitan serta tekanan penglihatan terhadap pekerjaan. 7 Sebaliknya jika lingkungan kerja memiliki penerangan yang buruk ( kurang maupun yang silau )
dapat berakibat sebagai berikut : kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal di daerah sekitar mata dan sakit kepala di sekitar mata, kerusakan alat penglihatan ( mata ), dan meningkatnya kecelakaan kerja. 8 Di samping itu, penerangan yang buruk akan mengakibatkan rendahnya produktivitas juga kualitas bagi pekerja. 7 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswatiningsih pada tahun 1998 terhadap 31 tenaga kerja bagian penjahitan PT. Rodeo Semarang didapatkan sebanyak 19 responden ( 61,29 % ) menyatakan pusing di sekitar kepala, 12 responden ( 39,37 % ) menyatakan pegal di sekitar mata, 14 responden ( 45,10 % ) merasa penglihatannya kabur. Dari pengukuran rata rata intensitas penerangan umum didapatkan sebesar 164,67 lux dan rata rata intensitas penerangan lokal pada meja kerja sebesar 51,53 lux 198,63 lux. Hal ini masih di bawah standar yang dianjurkan yaitu sebesar 200 lux. Pada pengukuran tingkat kelelahan mata tenaga kerja terjadi perubahan tingkat kelelahan mata sebelum dan sesudah 4 jam bekerja, ditunjukkan dengan penurunan kecepatan melihat rangsang kedipan cahaya yang berkisar antara 0,16 milli detik 2,53 milli detik. Institusi pendidikan adalah tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar secara formal, dimana terjadi transformasi ilmu pengetahuan dari para guru atau pengajar kepada anak didiknya. Oleh karena itu upaya pembinaan lingkungan sekolah yang sehat mencakup lingkungan fisik, mental dan sosial guna mendukung anak periode intelektual dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal sangat diperlukan. 2 Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 4 April 2005 di SDN Rembes II Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang terlihat bahwa gedung sekolahnya, untuk kelas 1, 2, 3 menghadap ke utara dan untuk kelas 4, 5, 6 menghadap ke timur. Selanjutnya dilakukan survei terhadap siswa kelas 5 dengan pertimbangan bahwa ruang kelas 4, 5, 6 sama sama menghadap ke timur, dan ruang kelas 5 terletak di antara ruang kelas 4 dan 6. Dari hasil survei terhadap siswa kelas 5 yang berjumlah 29 siswa, didapatkan keluhan-keluhan sebagai berikut : 1) pegal di sekitar mata, dimana 10 siswa (34,5 %) menyatakan pegal di sekitar mata dan 19 siswa (65,5 %) menyatakan tidak; 2) pusing di sekitar mata, dimana 15 siswa (51,7
%) menyatakan pusing di sekitar mata dan 14 siswa (48,3 %) menyatakan tidak; 3) merasa silau, dimana 11 siswa (37,9 %) menyatakan silau dan 18 siswa (62,1 %) menyatakan tidak. Dari pengamatan lingkungan kerja terlihat bahwa ruang kelas 5 memiliki jendela di bagian depan (timur) sehingga sinar matahari pagi langsung masuk ke dalam ruangan mengingat tidak terpasangnya tirai pada jendela. Dari pengukuran rata-rata intensitas penerangan umum didapatkan sebesar 362,25 lux, telah sesuai dengan standar yang dianjurkan yaitu minimal 350 lux. Rata-rata intensitas penerangan lokal pada meja belajar sebesar 57 lux 645 lux. Hal ini belum sesuai dengan standar yang dianjurkan yaitu sebesar 350 lux 700 lux. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui pengaruh intensitas penerangan terhadap kecepatan waktu reaksi melihat rangsang cahaya siswa kelas 5 SDN Rembes II Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. B. Rumusan Masalah Dalam aktivitas belajar kondisi yang diharapkan adalah siswa merasa nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat dilakukan seoptimal mungkin. Salah satu keadaan yang menunjang kenyamanan proses tersebut adalah intensitas penerangan yang sesuai dengan kebutuhan siswa, yaitu untuk kegiatan membaca, menggambar menurut Suma mur (1989) diperlukan tingkat penerangan sebesar 350-700 lux. Dari survei pendahuluan yang dilakukan pada siswa kelas 5 SDN Rembes II Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang masih ada keluhan keluhan yang dirasakan, diantaranya : 1) pegal di sekitar mata, dimana 10 siswa (34,5 %) menyatakan pegal di sekitar mata dan 19 siswa (65,5 %) menyatakan tidak; 2) pusing di sekitar mata, dimana 15 siswa (51,7 %) menyatakan pusing di sekitar mata dan 14 siswa (48,3 %) menyatakan tidak; 3) merasa silau, dimana 11 siswa (37,9 %) menyatakan silau dan 18 siswa (62,1 %) menyatakan tidak. Atas dasar itu maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut : Adakah pengaruh intensitas penerangan terhadap kecepatan waktu reaksi melihat rangsang cahaya siswa kelas 5 SDN Rembes II Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh intensitas penerangan terhadap kecepatan waktu reaksi melihat rangsang cahaya siswa kelas 5 SDN Rembes II Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mengukur intensitas penerangan di ruang kelas 5 ( intensitas penerangan umum dan lokal ) SDN Rembes II Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. b. Mengidentifikasi keluhan keluhan yang dirasakan oleh siswa kelas 5 SDN Rembes II Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. c. Mengukur kecepatan waktu reaksi melihat rangsang cahaya pada siswa kelas 5 SDN Rembes II Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. d. Menganalisis pengaruh intensitas penerangan terhadap kecepatan waktu reaksi melihat rangsang cahaya siswa kelas 5 SDN Rembes II Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Institusi Terkait ( Sekolah ). Sebagai upaya peningkatan kesadaran bagi institusi sekolah mengenai pentingnya intensitas penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya, dalam hal ini yaitu kegiatan belajar yang meliputi membaca, menggambar, menulis, menghitung, dan sebagainya. 2. Untuk Departemen Kesehatan khususnya yang menangani program UKS. Bisa memberikan informasi yang bermanfaat untuk melaksanakan tindakan koreksi ataupun perbaikan terhadap lingkungan kerja (sekolah) agar didapat kondisi lingkungan sekolah yang aman dan nyaman. 3. Untuk Mahasiswa. Dapat dijadikan bahan pengalaman dan menambah wawasan mahasiswa tentang kesehatan kerja di lingkungan sekolah, terutama kelelahan mata dan faktor yang mempengaruhinya.
E. Bidang Keilmuan Penelitian ini merupakan bagian dari Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja.