Need Assessment Insfrastruktur Kesehatan Masyarakat Daerah Tertinggal di Jawa Timur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE)

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEGIATAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PROMOSI KESEHATAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

Strategi Pemecahan Masalah pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

KEPALA DESA KALIBENING KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DESA KALIBENING KECAMATAN DUKUN NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BUPATI PAMEKASAN TENTANG BUPATI PAMEKASAN, pembangunan perdesaan sehat, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KEGIATAN PERDESAAN SEHAT AWARDS 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

LATAR BELAKANG. Buku Saku Dana Desa

BAB VI INDIKATOR KINERJA PERANGKAT DAERAH YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN SEMARANG

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI

PROPOSAL KERJASAMA CSR dan SWASTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diprioritaskan pada upaya

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

DAFTAR ISI JATIM DALAM ANGKA TERKINI TAHUN TRIWULAN I

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SAAT INI

Lampiran 1. Kata Kunci : Evaluasi, Program, STBM, Kepemilikan Jamban, Pemanfaatan jamban.

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

Membangun Generasi Sehat dan Cerdas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

GAMBARAN UMUM PROGRAM PAMSIMAS III I. LATAR BELAKANG

Hapus Dahaga Desa Nelayan

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN IBU, ANAK DAN KELUARGA BERENCANA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan

PROPOSAL INOVASI PELAYANAN PUBLIK

KEMENTERIAN KESEHATAN PERLUASAN & PENGARUS UTAMAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEHATAN LINGKUNGAN

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 16/PRT/M/2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh sub Direktorat diare, Departemen

PIDATO MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HARI KESEHATAN NASIONAL (HKN) KE NOVEMBER 2010

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SAAT INI

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pembangunan. yang produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI,2009).

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. sendiri. Karena masalah perubahan perilaku sangat terkait dengan promosi

BAB 1 PENDAHULUAN. Visi pembangunan nasional tahun sebagaimana dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

EVALUASI KINERJA DINAS KESEHATAN KAB. BOALEMO TAHUN 2016 KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN UNTUK MENCAPAI TARGET

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

a. 10 (dua belas) indikator memperoleh capaian > 100 %, b. 4(empat) indikator capaiannya < 100 %, yaitu 1).Cakupan Imunisasi dasar

BAB I PENDAHULUAN. maju adalah mempunyai derajat kesehatan yang tinggi, karena derajat kesehatan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan mobilitas penduduk semakin pesat serta lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai sejak tahun Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan

Kementerian PUPR Mendorong Peran Aktif Pemda Mencapai Target 100% Akses Aman Air Minum

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Oleh : VIVI MAYA SARI No. BP

BAB 1 : PENDAHULUAN. badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan lainnya.

I. PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu contoh kebijakan publik yang paling mendasar.

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI)

Bab 1 PENDAHULUAN STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN 1

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menjaga tingkat kesehatan, aktifitas masyarakat tidak terganggu dan dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENEG PP. Layak Anak. Kabupaten. Kota. Kebijakan. Pelaksanaan.

PERBEDAAN PEMBERIAN PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PHBS PADA IBU RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan derajat kesehatan dalam rangka memperbaiki kualitas

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

MAKSUD & TUJUAN ISU STRATEGIS & PERMASALAHAN AIR LIMBAH. Tujuan umum : KONDISI EKSISTING

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan

Daftar Isi. Bab 1 : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Landasan Hukum 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Sistematika Penulisan

Oleh : Suyanti ABSTRAK

Transkripsi:

310 Simposium I Jaringan Perguruan Tinggi untuk Pembangunan Infrastruktur Indonesia, 2016 Need Assessment Insfrastruktur Kesehatan Masyarakat Daerah Tertinggal di Jawa Timur Santi Martini a *, Shrimarti R. Devy b, Sudarmaji c, Siti R. Nadhiroh d, Ira Nurmala b, Rahmat Hargono b, Riris D. Rahmayanti b, Sho im Hidayat e, Tri Martiana e, Firman Suryadi Rahman f, a Departemen Epidemiologi, FKM Universitas Airlangga (UNAIR), Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya 60115, Indonesia b Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, FKM Universitas Airlangga (UNAIR), Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya 60115, Indonesia c Departemen Kesehatan Lingkungan, FKM Universitas Airlangga (UNAIR), Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya 60115, Indonesia d Departemen Gizi, FKM Universitas Airlangga (UNAIR), Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya 60115, Indonesia e Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, FKM, Universitas Airlangga (UNAIR), Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya 60115, Indonesia f Mahasiswa Program Magister Epidemiologi, FKM, Universitas Airlangga (UNAIR), Kampus C UNAIR, Mulyorejo, Surabaya 60115, Indonesia Abstract Pelaksanaan kegiatan Pro-sehat Daerah Tertinggal (DT) Universitas Airlangga tahap II tahun 2015 dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, terdiri dari koordinasi tingkat kabupaten, koordinasi tingkat kecamatan atau puskesmas, pengembangan Tim pro-sehat DT di puskesmas, identifikasi masalah tingkat desa, penentuan prioritas masalah dan strategi penyelesaian masalah. Dalam tata kelola kegiatan di tingkat pedesaan, peran kepala desa sangat penting karena kepala desa sangat menentukan berbagai kegiatan yang akan dilakukan di desa. Untuk itu perlu dilakukan advokasi sehingga program kesehatan dapat masuk sebagai agenda pembangunan desa. Advokasi tidak hanya pada tingkat desa, namun juga sampai pada tingkat kecamatan dan kabupaten sehingga kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat di pedesaan akan mendapat dukungan politis dari pengampu kebijakan. Koordinasi ditingkat kabupaten, kecamatan dan desa dilakukan melalui kunjungan dan sosialisasi. Selanjutnya dilakukan kegiatan utama yaitu need assessment dengan perwakilan kecamatan, kepala desa, serta puskesmas. Kegiatan need assessment dilakukan secara kualitatif dengan berbagai metode sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di masing-masing kabupaten, yaitu : NGT (nominal grup technique), wawancara mendalam dan Focus Group Discussion. Hasil need assessment di empat Kabupaten tertinggal di Jawa Timur (Bangkalan, Sampang, Bondowoso dan Situbondo) menunjukkan bahwa air bersih menjadi masalah utama bagi warga yang tinggal di desa-desa terpilih. Disamping air bersih, sanitasi dan akses ke pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya ketersediaan, keberterimaan dan kualitas bidan) merupakan permasalahan kedua dan ketiga yang mendominasi di 4 kabupaten tersebut. Penyebab utama dari masalah air bersih adalah dikarenakan faktor alam dan teknologi. Faktor alam terkait dengan sumber air yang sedikit dan sulit dijangkau. Faktor teknologi disini karena permasalahan yang sudah berlangsung lama belum juga diwujudkan solusinya dengan menggunakan teknologi tepat guna, seperti pipanisasi, penjernihan air, pendeteksian sumber air. Keywords,: pro sehat, daerha tertinggal, kesehatan masyarakat, air bersih, sanitasi, jawa timur 1. Pendahuluan Kualitas kesehatan adalah salah satu komposit penting dari sumber daya manusia selain aspek kualitas pendidikan dan kemampuan daya beli. Setiap kegiatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya menghendaki dilaksanakan berdasarkan prinsip non-diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu, jaminan konstitusi menjadi penting untuk dipahami dan dilaksanakan. Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 UUD 1945 memberi penegasan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Undang Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menjabarkan amanat konstitusi tersebut dengan menjelaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan individu untuk hidup sehat agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Komitmen terhadap upaya peningkatan kualitas manusia warganegara Indonesia, termasuk dan terutama di bidang kesehatan, Pemerintah RI juga telah meratifikasi Kovensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya melalui UU No. 11 Tahun 2005 dan ikut menandatangani kesepakatan internasional dalam pencapaian target-target Millenium Development Goals (MDGs). Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang fundamental sesuai amanah dari deklarasi Alma-Ata tahun 1978, yang disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan penerapan pelayanan kesehatannya secara individu maupun kolektif. Jadi pengembangan Pro Sehat DT merupakan upaya untuk merealisasikan amanah dari deklarasi Alma-Ata dengan penguatan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi puskesmas, poskesdes, penyediaan air bersih dan sanitasi, serta gizi seimbang.

311 Pelaksanaan kegiatan Pro Sehat DT dapat dijelaskan sebagai Percepatan Pembangunan Kualitas Kesehatan berbasis Perdesaan di Daerah Tertinggal yang dilakukan dengan mengembangkan upaya dan/atau tindakan kebijakan yang terencana, realisasi secara bertahap dan terpadu, bersifat partisipatoris dengan pelibatan aktif masyarakat dalam kerangka percepatan pembangunan kesehatan yang berpihak pada karakteristik Daerah Tertinggal. Realisasi Pro Sehat DT secara bertahap dan terpadu dilaksanakan melalui intervensi pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas lembaga kesehatan berbasis struktur kependudukan dan sumber daya kawasan perdesaan di Daerah Tertinggal. Mengacu kepada agenda prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disebut dengan NAWA CITA maka kegiatan Pro Sehat DT akan membantu pemerintah dalam mencapai agenda prioritas nomor 3, 5, dan 6. Tujuan kegiatan ini adalah melakukan need assessment terhadap kebutuhan infrastruktur pada masyarakat di daerah tertinggal. 2. Metode Kegiatan Pada tahun 2013 telah terbentuk 15 Perdesaan Sehat di lima Kabupaten Regional Jawa meliputi Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Lebak dan Pandeglang dan terbentuk juga 15 kader relawan perdesaan sehat yang disebut dengan SP2W (Sarjana Pendamping Purna Waktu) yang berlatar belakang Sarjana Kesehatan Masyarakat. Kemudian pada tahun 2014 terlaksana kegiatan Perdesaan Sehat di sembilan Kabupaten yaitu Garut, Sukabumi, Lebak, Pandeglang, Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Sampang dan Pamekasan. Tahun 2015 kegiatan Pro Sehat DT dilaksanakan di empat kabupaten yaitu Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang. Pelaksanaan kegiatan Pro-sehat DT tahun 2016 melalui beberapa kegiatan antara lain: 1. Koordinasi tingkat kabupaten Koordinasi dengan pihak kabupaten, antara lain dengan Bappeda kabupaten, Dinas Kesehatan Kabupaten, dan dinas terkait lainnya perlu untuk mendapatkan kesepakatan dan komitmen dari para pihak terkait sehingga akan mendapatkan dukungan dari pihak terkait. 2. Koordinasi tingkat Kecamatan/Puskesmas Sebagai pelaksana kegiatan di lapangan, puskesmas mempunyai peranan penting. Oleh karena itu komitmen puskesmas sangat diperlukan. Koordinasi dengan puskesmas dibutuhkan terutama dalam strategi pelaksanaan Pro-sehat DT di desa. 3. Pengembangan Tim Pro-sehat DT di puskesmas Dalam pelaksanaan pro-sehat DT yang mencakup ketersediaan dokter, bidan, air bersih, sanitasi dan gizi, dibutuhkan koordinasi antar petugas yang menangan masalah tersebut. Oleh karena itu soliditas tim pelaksana sanagat diperlukan. 4. Identifikasi Masalah tingkat Desa Identifikasi permasalahan terkait Pro-sehat DT yang ada di desa sangat penting bagi masyarakat sehingga mereka akan terdorong untuk melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah tersebut. Identifikasi ini harus dilakukan oleh masyarakat sendiri supaya mereka bisa lebih mendalami permasalahan tersebut. Untuk itu, strategi FGD dan NGT dipakai dalam identifikasi ini sehinnga masayrakat terlibat secara aktif dalam proses identifikasi tersebut 5. Penentuan prioritas masalah dan strategi penyelesaian masalah Setelah masyarakat mengenal permasalahan apa yang dihadapi, diharapkan mereka, dengan pendampingan dari tim Perguruan Tinggi, kemudian memilih permasalahan apa yang akan dijadikan prioritas untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat. 6. Rencana Tindak Lanjut Dari hasil analisis identifikasi masalah dan penentuan prioritas tersebut, kemudian akan dianalisis lebih lanjut bersama masyarakat bagaimana untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Diharapkan bahwa permasalah yang membutuhkan dana yang tidak terlalu besar dan dapat diatasi dengan pemanfaatan Dana Desa, akan dilakukan perencanaan untuk dilaksanakan dengan memanfaatkan Dana Desa. Bila membutuhkan dana yang besar, maka dapat diusulkan masuk dalam Usulan Desa waktu Musrenbang. Koordinasi ditingkat kabupaten, kecamatan dan desa dilakukan melalui kunjungan dan sosialisasi. Selanjutnya dilakukan kegiatan utama yaitu need assessment dengan perwakilan kecamatan, kepala desa, serta puskesmas. Kegiatan need assessment dilakukan secara kualitatif dengan berbagai metode sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di masing-masing kabupaten, yaitu : NGT (nominal grup technique), wawancara mendalam, dan focus group discussion. 3. Hasil Kegiatan Berdasarkan hasil kegiatan perdesaan sehat selama tahun 2014 yang dilaksanakan di sembilan kabupaten menghasilkan prioritas masalah seperti tampak pada tabel 1. Tabel 1. Prioritas masalah terkait dengan lima pilar Perdesaan sehat di sembilan kabupaten regional dua Jawa pada tahun 2014 No. Prioritas Masalah Kabupaten 1. Ketersediaan dan keterjangkauan Dokter Semua Kabupaten (Lebak, Pandeglang, Sukabumi, Garut, Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Pamekasan, Sampang) 2 Ketersediaan dan keterjangkauan Bidan desa Bangkalan, Pamekasan, Sampang, Situbondo, Bondowoso, Lebak, Sukabumi, Sampang

312 No. Prioritas Masalah Kabupaten 3 Ketersediaan dan keterjangkauan Air bersih Garut, Sukabumi, Bangkalan, Lebak, Pandeglang, Situbondo, Bondowoso. 4 Sanitasi Lebak, Pandeglang, Situbondo, Bondowoso, Garut, Bangkalan, Sampang 5 Gizi Bangkalan, Lebak, Pandeglang, Situbondo, Bondowoso, Sampang 6. AKI Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Garut, Sukabumi, Pandeglang, Sampang, Pamekasan 7. AKB Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Garut, Sukabumi, Lebak, Pandeglang, Sampang, Pamekasan) 8. AHH ( Angka Harapan Hidup ) Bangkalan, Garut, Sukabumi, Prioritas masalah pada tahun 2014 yang berkaitan dengan infrastruktur adalah ketersediaan dan keterjangkauan air bersih yang ditemukan di kabupaten Garut, Sukabumi, Bangkalan, Lebak, Pandeglang, Situbondo, Bondowoso. Selanjutnya prioritas masalah lainnya yang terkait infrastruktur adalah permasalahan sanitasi ditemukan di Kabupaten Lebak, Pandeglang, Situbondo, Bondowoso, Garut, Bangkalan, Sampang (tabel 1). 30 25 27,9 28,4 20 15 15,4 18,2 16,9 10 11,2 5 7,8 6,4 0 Situbondo Bondowoso Bangkalan Sampang Insidens diare Prevalensi diare (sumber: Riskesdas. 2013) Gambar 1. Angka kejadian diare pada balita menurut di kabupaten Situbond, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang tahun 2013 Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa insidens (kasus baru) diare pada balita yang tertinggi adalah Kabupaten Bondowoso. Sementara itu, prevalensi diare pada balita yang tertinggi diantara empat kabupaten yang merupakan daerah tertinggal adalah di Kabupaten Sampang. Meskipun angka prevalensi bukan yang tertinggi diantara keempat kabupaten tersebut, angka prevalensi kejadian diare pada balita di kabupaten Bondowoso termasuk tinggi yaitu 27,9% (gambar 1). Diantara keempat kabupaten (Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang) mengenai sarana air minum yang layak maka kabupaten yang memiliki sarana air minum yang layak paling baik adalah Bondowoso. Sebaliknya kabupaten yang paling sedikit memiliki sarana air minum yang layak adalah kabupaten Bangkalan. Adapun mengenai fasilitas sanitasi yang layak, kabupaten Bondowoso merupakan kabupaten yang memiliki fasilitas sanitasi yang layak paling sedikit. Selanjutnya, keempat kabupaten tersebut memiliki fasilitas sanitasi yang layak tidak sampai 50%.

313 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 80,7 82,5 77,1 67,9 40,5 32,9 27,4 32,5 Situbondo Bondowoso Bangkalan Sampang SAM yang layak Fasilitas Sanitasi yang layak (Sumber: Riskesdas 2013) Gambar 2. Persentase rumah tangga memiliki akses terhadap sarana air minum yang layak dan fasilitas sanitasi layak di kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang. Adapun hasil need assessment yang dilakukan pada tahun 2015 di Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang menunjukkan bahwa prioritas kebutuhan infrastruktur sebagai berikut: Tabel 2. Prioritas masalah yang terkait infrastruktur di Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang pada tahun 2015 Kabupaten Desa A Desa B Desa C Desa D Situbondo Pembuangan limbah ke sungai Ketersediaan jamban Bondowoso Ketersediaan air bersih Ketersediaan jamban Bangkalan Ketersediaan air bersih Ketersediaan air bersih Ketersediaan jamban Sampang Ketersediaan air bersih Ketersediaan jamban Ketersediaan air bersih Ketersediaan air bersih Berdasarkan penentuan prioritas masalah yang dilaksakan di tiga desa tertinggal Kabupaten Situbondo, masyarakat mengidentifikasi masalahnya adalah pembuangan limah ke sungai dan ketersediaan jamban. Sementara di Kabupaten Bondowoso menyampaikan bahwa prioritas masalahnya adalah ketersediaan air bersih. Hal yang sama juga disampaikan oleh masyarakat di Kabupaten Bangkalan. Sedangkan kabupaten Sampang selain ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban juga menjadi prioritas masalah yang harus segera diselesaikan. Sumber air bersih di Kabupaten Sampang masih tampak belum dilakukan pemanfaatan dengan teknologi, seperti tampak pada gambar 3. Selanjutnya berdasarkan prioritas masalah tersebut teridentifikasi kebutuhan infrastruktur yaitu ketersediaan air bersih dan ketersediaan jamban yang mencakup semua penduduk. Gambar 3. Sumber air bersih di Desa Gunung Eleh Kabupaten Sampang 4. Pembahasan Berdasarkan hasil penentuan prioritas masalah tampak bahwa identifikasi masyarakat terhadap kebutuhan infrastruktur sudah tepat. Hal tersebut diperoleh dari analisis deskriptif kejadian diare maupun kepemilikan sarana air minum serta fasilitas sanitasi yang layak yang merupakan hasil riset kesehatan dasar tahun 2013, seperti tampak di Kabupaten Bondowoso. Angka kejadian diare di Kabupaten Bondowoso tinggi, sementara itu persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas sanitasi yang

314 layak juga paling rendah. Meskipun rumah tangga yang memiliki sarana air minum cukup tinggi, akan tetapi belum seratus persen rumah tangga memiliki akses tersebut. Oleh karena itu berdasarkan situasi tersebut maka prioritas masalah di Kabupaten Bondowoso adalah ketersediaan jamban dan air bersih. Akses rumah tangga atau penduduk terhadap sarana air minum (SAM) masih menjadi tantangan bagi pemerintah daerah sehingga target untuk meningkatkan cakupan pelayanan air bersih harus menjadi prioritas. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pencapaian target tersebut diantaranya adalah: 1. Kepedulian masyarakat terkait pemeliharaan sarana air bersih yang masih rendah 2. Pengetahuan masyarakat akan pentingnya penyehatan air dan penyehatan lingkungan pemukiman masih kurang. 3. Stimulasi perbaikan sarana air bersih di masyarakat rendah. 4. Kontur tanah yang berbatu, tidak ada sumber mata air, belum mendapatkan bantuan dana pipanisasi, keadaan dusun yang pelosok dan mengantong jauh dari desa inti sehingga penganggaran pipanisasi membengkak. 5. Kesadaran masyarakat yang kurang tentang pentingnya penggunaan jamban sehat dalam kehidupan sehari-hari, dan masyarakat yang memiliki permasalahan ketersediaan air bersih sebelumnya mempertahankan kebiasaannya menggunakan jamban tidak sehat. 6. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan, masih banyak SPAL yang tidak memadai. 7. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menerapkan PHBS dalam kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah: 1. Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kepedulian pemeliharaan sarana air bersih 2. Penyuluhan atau sosialisasi pada pemilik sarana air bersih untuk memperhatikan masalah kesehatan lingkungan dengan mengupayakan keberadaan sarana sanitasi dasar. 3. Upaya meningkatkan peran serta sektor swasta dalam program CSR untuk perbaikan SAB yang tidak sehat. Contohnya Kabupaten Situbondo mengusulkan pembangunan MCK umum dari dana ADD / APBDes yaitu 6 juta untuk tiap MCK. 4. Penganggaran pipanisasi untuk pemerataan distribusi air bersih menggunakan dana desa. 5. Bekerjasama dengan sanitarian untuk memberikan CLTS secara rutin, penganggaran sarana pra sarana pendukung penyediaan jamban sehat (air bersih, penyadaran masyarakat tentang pentingnya jamban sehat). 6. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan bekerjasama dengan tim Pro sehat DT untuk menyampaikan penyuluhan terkait. 7. Terdapat informasi dari Pendamping Desa sesuai instruksi Mentri Kemendes PDTT terkait pembangunan balai desa yang dapat dianggarkan pada tahun 2017 sehingga diadakan komitmen dengan kepala desa dan PLD untuk menyediakan alokasi pembangunan poskesdes tiap desa berdampingan dengan balai desa tersebut. 5. Kesimpulan Hasil need assessment di empat Kabupaten tertinggal di Jawa Timur (Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang) menunjukkan bahwa air bersih menjadi masalah utama bagi warga yang tinggal di desa-desa terpilih. Disamping air bersih, sanitasi dan akses ke pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya ketersediaan, keberterimaan dan kualitas bidan) merupakan permasalahan yang mendominasi di 4 kabupaten tersebut. Penyebab utama dari masalah air bersih adalah dikarenakan faktor alam dan teknologi. Faktor alam terkait dengan sumber air yang sedikit dan sulit dijangkau. Faktor teknologi disini karena permasalahan yang sudah berlangsung lama belum juga diwujudkan solusinya dengan menggunakan teknologi tepat guna, seperti pipanisasi, penjernihan air, pendeteksian sumber air. Permasalahan kedua yaitu sanitasi (termasuk didalamnya jamban), pun terkait dengan ketersediaan air bersih yang kurang. Masalah sanitasi sulit diselesaikan jika air bersih tidak atau kurang tersedia. Akibatnya, penyakit infeksi seperti diare banyak dikeluhkan oleh warga, yang dapat merembet pada status gizi kurang pada balita dan anak sekolah. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang telah memberikan hibah untuk kegiatan Pro-sehat Daerah Tertinggal di empat kabupaten (Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang) dan para Sarjana Pendamping Purnawaktu (SP2W) di Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang. Daftar Pustaka Use the "Insert Citation" button to add citations to this document.