BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan merupakan suatu kontrak antara satu atau lebih prinsipal dengan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi prinsipal dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling,1976 dalam Pebi, 2010). Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomi rasional dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Agen bertanggungjawab kepada prinsipal dengan membuat laporan pertanggungjawaban setiap periode tertentu. Hubungan antara prinsipal dan agen pada hakekatnya sulit tercipta dikarenakan terdapat kepentingan masing-masing individu yang saling bertentangan (Conflict of Interest). Kepentingan individu yang bertentangan tersebut menyebabkan munculnya keragu-raguan yang dirasakan oleh prinsipal kepada agen terkait kewajaran laporan pertanggungjawaban yang dibuat akibat manipulasi. Untuk meminimalisir dampak dari konflik kepentingan dapat dilakukan dengan adanya monitoring dari pihak ketiga yaitu auditor independen (Surya Antari, 2007 dalam Satwika, 2015). Teori keagenan dapat membantu seorang auditor sebagai pihak ketiga untuk memahami permasalahan yang terjadi antara prinsipal dan agen (Sanjiwani, 2016). Dengan adanya seorang auditor independen, diharapkan tidak akan terdapat kecurangan dalam laporan keuangan 17
yang dibuat oleh manajemen atau agen. Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer atau agen melalui sarana laporan pertanggungjawaban. Auditor memiliki tugas memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan tersebut. 2.1.2 Pengertian Audit Menurut Jusup (2014:10) pengauditan merupakan suatu proses sistematis yang digunakan untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat kepatuhan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Agoes (2004:3) mengatakan bahwa auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen dengan tujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan dengan memeriksa laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya. Audit merupakan suatu proses sistematis yang digunakan untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersiasersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan (Halim, 2008). Menurut Whittington, et. al. (2001) dalam Susiana dan Arleen Herawaty (2007) audit merupakan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan oleh 18
perusahaan akuntan publik independen. Definisi tersebut dapat diuraikan menjadi 7 elemen yang harus diperhatikan di dalam melaksanakan audit, yaitu: 1) Proses yang sistematis; 2) Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif; 3) Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi; 4) Menentukan tingkat kesesuaian (degree of correspondence); 5) Kriteria yang ditentukan; 6) Menyampaikan hasil-hasilnya; dan 7) Para pemakai yang berkepentingan. 2.1.3 Jenis Audit Jusup (2014:14) menyatakan terdapat 3 jenis audit yaitu: 1) Audit laporan keuangan Audit laporan keuangan digunakan untuk menentukan apakah suatu laporan keuangan sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang akan diperiksa dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. 2) Audit Kepatuhan Audit kepatuhan memiliki tujuan untuk menentukan apakah pihak yang telah diaudit telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. 19
3) Audit Operasional Audit operasional merupakan pengkajian (review) atas setiap bagian dari prosedur dan metode yang diterapkan pada suatu entitas dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. 2.1.4 Jenis Auditor Menurut Jusup (2014:16) auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: auditor pemerintah, auditor internal, dan auditor independen (akuntan publik). Adapun penjelasan dari masing-masing jenis auditor tersebut adalah sebagai berikut. 1) Auditor pemerintah Auditor pemerintah adalah auditor yang memiliki tugas untuk melakukan audit atas keuangan negara pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dibentuk sebagai perwujudan dari Pasal 23 ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945. Selain BPK, di Indonesia juga mengenal adanya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merupakan internal auditor pemerintah yang independen terhadap jajaran organisasi pemerintahan. 2) Auditor internal Auditor internal merupakan seorang auditor yang bekerja pada suatu entitas atau perusahaan dan berstatus sebagai pegawai pada entitas tersebut. Tugas audit yang dilakukan ditunjukkan untuk membantu manajemen entitas tempat dimana auditor tersebut bekerja. 20
3) Auditor independen Tanggungjawab utama yang harus dilakukan auditor independen atau lebih umum disebut akuntan publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan entitas seperti perusahaan dan organisasi lainnya. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan terbuka (perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal), perusahaan-perusahaan besar maupun kecil, serta organisasiorganisasi yang tidak bertujuan mencari laba. 2.1.5 Kinerja Auditor Mangkunegara (2005:67) mengemukakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata actual performance atau job performance (prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang atau prestasi kerja), yaitu hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Gibson, et. al. (1996), menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi. Beberapa peneliti terdahulu percaya bahwa karyawan yang dapat mengontrol dan mengelola stres dengan baik ketika bekerja, kinerja karyawan tersebut di perusahaan akan lebih tinggi (Ciarrochi et al., 2002). Menurut Mahsun dkk (2007) istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan seorang individu maupun kelompok 21
individu. Pengertian kinerja auditor menurut Ristio dkk (2014) dalam Heny (2015) adalah kinerja auditor merupakan hasil dari kerja auditor dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab auditor tersebut. Mulyadi dan Kanaka (1998:116) menyatakan bahwa pengertian kinerja auditor adalah auditor yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu entitas (perusahaan atau organisasi lain) dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Menurut Kalbers dan Forgarty (1995) kinerja auditor merupakan evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan langsungnya. Kinerja (prestasi kerja) auditor merupakan pencapaian hasil karya seorang auditor dalam melaksanakan tugastugas ataupun kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu. Menurut Fanani dkk (2008), pencapaian kinerja seorang auditor yang lebih baik harus sesuai dengan standar dan kurun waktu tertentu, yaitu: 1) Kualitas kerja Mutu penyelesaian pekerjaan dengan bekerja berdasar pada seluruh kemampuan dan keterampilan, serta pengetahuan yang dimiliki auditor tersebut. 22
2) Kuantitas kerja Jumlah hasil kerja yang dapat diselesaikan dengan target yang menjadi tanggungjawab pekerjaan auditor, serta kemampuan untuk memanfaatkan sarana dan prasarana yang menunjang pekerjaan. 3) Ketepatan Waktu Ketepatan penyelesaian pekerjaan sesuai dengan waktu yang disediakan. 2.1.6 Komitmen Organisasi Pamilih (2014) mengemukakan bahwa keberhasilan maupun kinerja seseorang dalam pekerjaannya dapat ditentukan dari beberapa hal, yaitu tingkat kompetensi, profesionalisme dan juga komitmen terhadap bidang pekerjaan yang ditekuninya. Sementara Robbins (2006) dalam Wati dkk (2010) menyebutkan bahwa komitmen seorang karyawan pada suatu organisasi merupakan salah satu sikap yang mencerminkan perasaan suka maupun tidak suka seorang karyawan terhadap organisasi atau entitas tempat ia bekerja. Misbah (2010:28) menyebutkan bahwa komitmen organisasi adalah sikap kerja seseorang yang merupakan hasil dari identifikasi diri dengan tujuan dan nilainilai organisasi yang mempengaruhi keputusan seorang pekerja atau karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Menurut Wibowo (2009:33) komitmen auditor terhadap organisasinya merupakan kesetiaan auditor terhadap organisasinya sehingga menumbuhkan loyalitas serta mendorong keterlibatan diri auditor dalam mengambil berbagai keputusan. 23
Komitmen organisasi merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap anggota organisasi demi menciptakan kelangsungan hidup sebuah organisasi. Terdapat 3 faktor karakteristik di dalam komitmen organisasi, yaitu keinginan seseorang yang kuat untuk mempertahankan status keanggotannya dalam suatu organisasi, kesiapan maupun kesediaan seseorang untuk meningkatkan partispiasinya demi kepentingan organisasi, suatu keyakinan yang kuat terhadap organisasi dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi (Trisnaningsih, 2007). Komitmen organisasi merupakan sebuah proses dari dalam diri individu untuk mengidentifikasikan dirinya dengan berbagai aturan, nilai dan tujuan organisasi yang bukan hanya sebagai kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, sehingga komitmen mencerminkan hubungan pegawai dan organisasi secara aktif. Menurut Allen dan Meyer (1990) dalam Yustina (2006) komitmen organisasi dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu 1) Komitmen yang berpengaruh (affective commitment) yaitu keadaan emosional dari seorang karyawan untuk menyesuaikan diri, menggabungkan diri dan berbaur langsung dalam organisasi. 2) Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) yaitu komitmen yang didasarkan pada sebuah penghargaan yang diharapkan oleh karyawan untuk dapat tetap berada dalam organisasi. 3) Komitmen normatif (normative commitment) yaitu perasaan seorang karyawan terhadap kewajiban untuk tetap tinggal dalam suatu organisasi. 24
2.1.7 Gaya Kepemimpinan Uman (2010:270) menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses dalam mengerahkan segala keahlian seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, menggerakkan dan mengarahkan orang lain dengan cara memanfaatkan dana, sarana, dan tenaga yang tersedia untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan adalah kekuasaan seseorang untuk mempengaruhi perilaku manusia, baik perseorangan maupun kelompok. Gaya kepemimpinan merupakan cara seorang pimpinan untuk mempengaruhi orang lain atau bawahannya yang telah di persepsikan pimpinan sedemikian rupa sehingga bawahannya mau melakukan kehendak pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak disenangi (Ginanjar, 2009). Menurut James Mac Gregor Burns (1979:141) dalam Uman (2010:278) dalam matriks gaya kepemimpinan dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu: 1) Gaya kepemimpinan autokratis Gaya kepemimpinan autokratis dapat dibedakan menjadi dua model, yaitu model garis keras dan model paternalistik. Model garis keras bersifat menuntut dan mengharapkan kepatuhan. Jika tidak, akan terdapat sanksi tertentu yang telah disepakati. Sementara model paternalistik juga menuntut dan mengharapkan kepatuhan dari anggota-anggotanya, namun kepatuhan ini didasarkan atas hubungan yang bersifat pribadi yaitu berdasarkan ketergantungan bawahan dan berdasarkan pada penghargaan dan rasa aman. 25
2) Gaya kepemimpinan birokratis Gaya kepemimpinan ini adalah gaya kepemimpinan yang dijalankan dengan menginformasikan kepada seluruh anggota atau bawahannya mengenai apa dan bagaimana segala sesuatu harus dilaksanakan. Dasar-dasar dari perintah gaya kepemimpinan ini hampir seluruhnya dipengaruhi oleh berbagai kebijakan, prosedur, dan peraturan yang terkandung di dalam sebuah organisasi. 3) Gaya kepemimpinan diplomatis Seorang pemimpin yang diplomat dapat juga dikatakan sebagai seorang seniman, karena melalui seninya ia berusaha melakukan persuasi secara pribadi. Biasanya sekalipun ia memiliki wewenang dan kekuasaan yang jelas, pemimpin yang bersifat diplomat jarang menggunakan kekuasaannya tersebut. Pemimpin yang memiliki sifat diplomatis ini biasanya akan lebih banyak memberi motivasi kepada bawahannya sehingga mereka mengerjakan tugas dengan baik. 4) Gaya kepemimpinan partisipatif Pemimpin dengan gaya partisipatif biasanya selalu mengikutsertakan bawahannya dalam berpartisipasi atau mengambil bagian secara aktif dalam mencari keputusan maupun menentukan metode-metode operasionalnya baik secara luas ataupun dalam batasan-batasan tertentu. 5) Gaya kepemimpinan free rein leader Gaya kepemimpinan ini biasanya dilakukan pimpinan dengan menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh anggota atau bawahannya untuk bebas 26
bekerja dan bertindak tanpa pengarahan atau kontrol lebih lanjut dari pimpinan. Meskipun demikian, pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan ini tidak benar-benar memberikan kebebasan kepada anggota atau bawahannya untuk bekerja tanpa pengawasan sama sekali. 2.1.8 Pelatihan profesi Pelatihan merupakan salah satu media yang penting di dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM), terutama dalam hal pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), keahlian (skill) dan sikap (attitude). Pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian khusus seseorang atau sekelompok orang (Notoatmodjo, 1998 dalam Ayuni, 2008). Mangkunegara (2005) menyatakan pelatihan adalah suatu proses pendidikan dengan kurun waktu yang relatif singkat yang menggunakan prosedur sistematis dan teroganisir dimana staf atau karyawan mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas. Pelatihan di tempat kerja dapat membantu auditor dalam melakukan kerja di lapangan. Pelatihan bisa diselenggarakan oleh organisasi profesi atau dapat juga dilakukan secara mandiri oleh kantor akuntan publik terhadap staf auditor. Pelatihan tersebut harus mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. Program pelatihan yang dianggap efektif adalah program pelatihan yang membawa hasil positif sehingga mampu meningkatkan kinerja, baik itu kinerja individu maupun kinerja organisasi. Pelatihan yang dimaksud dapat berupa kegiatankegiatan, seperti seminar, symposium, lokakarya pelatihan itu sendiri maupun 27
kegiatan penunjang keterampilan lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja auditor. 2.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara dari pokok permasalahan penelitian yang diuji kebenarannya (Sugiyono, 2014:93). Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut. 2.2.1 Pengaruh komitmen organisasi pada kinerja auditor. Komitmen organisasi merupakan suatu hubungan antara anggota dengan organisasi. Komitmen organisasinal menunjukkan adanya suatu daya dari seseorang dalam mengidentifikasikan keterlibatannya dalam suatu bagian organisasi (Mowday, et. al., 2007). Komitmen organisasi dapat dibangun atas dasar kepercayaan pekerjaan atas nilai-nilai organisasi, kerelaan anggota organisasi dalam membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas yang tinggi untuk tetap menjadi anggota organisasi. Akan terjalin hubungan yang baik apabila auditor memiliki rasa kesetiaan yang tinggi dan dapat mengidentifikasikan dirinya terhadap tempat ia bekerja. Dengan adanya komitmen organisasi yang dimiliki oleh auditor akan berdampak pada kinerja auditor. Hasil penelitian Yuskar dan Selly Devisia (2011) menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh pada kinerja auditor. Rendy (2012), dalam 28
penelitiannya menyebutkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan pada kinerja auditor. Siders et al. (2001) menyatakan bahwa komitmen internal foci berhubungan dengan kinerja untuk reward secara organisasional, sedangkan komitmen eksternal foci berpengaruh pada kinerja relevan dengan reward oleh para konsumen. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Komitmen organisasi berpengaruh positif pada kinerja auditor 2.2.2 Pengaruh gaya kepemimpinan pada kinerja auditor. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seorang manajer pada saat ia mempengaruhi perilaku bawahannya. Menurut Trisnaningsih (2007) apabila kepemimpinan tersebut terjadi pada suatu organisasi formal tertentu, dimana para manajer diharuskan mengembangkan karyawan, membangun iklim motivasi, menjalankan fungsi-fungsi manejerial dalam rangka menghasilkan kinerja yang tinggi dan meningkatkan kinerja perusahaan, maka manajer harus menyesuaikan gaya kepemimpinannya. Pemimpin merupakan pemeran utama yang akan menentukan arah keberhasilan dari suatu perusahaan. Gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin dapat memberikan pengaruh dalam menanamkan kedisiplinan bekerja kepada para auditor sehingga dapat mempengaruhi kreatifitas kinerja auditor dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota organisasi. Semakin baik cara memimpin seorang pimpinan dimana auditor bekerja, maka akan semakin mempengaruhi kinerja dari seorang auditor. 29
Hasil penelitian yang dilakukan Wibowo (2009) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif pada kinerja, hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Elya, dkk (2010) yang menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh pada kinerja auditor. Kemudian menurut Adeyeme dan Fagbemi (2010) kepemimpinan memiliki dampak positif pada kinerja auditor. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2 : Gaya kepemimpinan berpengaruh positif pada kinerja auditor 2.2.3 Pengaruh pelatihan profesi pada kinerja auditor. Seorang auditor professional harus memenuhi persyaratan dengan menjalani berbagai pelatihan. Pelatihan-pelatihan yang dimaksud dapat berupa mengikuti seminar atau symposium. Pelatihan ini berfungsi untuk meningkatkan pengalaman auditor sehingga diharapkan dapat meningkatkan ketelitian masingmasing auditor dalam melakukan pemeriksaan audit. Ketelitian yang tinggi di dalam pemeriksaan audit akan menghasilkan laporan audit yang berkualitas dan menunjukkan kinerja auditor yang baik. Adinda (2008) menyatakan bahwa pelatihan berpengaruh secara signifikan pada kinerja auditor junior dan penelitian yang dilakukan Satwika (2015) menunjukkan bahwa variabel pelatihan berpengaruh positif pada kinerja auditor. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Pelatihan Profesi berpengaruh positif pada kinerja auditor 30