MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NILAI DI PERGURUAN TINGGI 0leh; Agus Salam Rahmat 1.Pengertian Perguruan Tinggi



dokumen-dokumen yang mirip
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38/DIKTI/Kep/2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Smart, Innovative, Professional

MUKADIMAH. Untuk mewujudkan keluhuran profesi dosen maka diperlukan suatu pedoman yang berupa Kode Etik Dosen seperti dirumuskan berikut ini.

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS)

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Nomor : 61/KEP/UDN-01/VI/2007. tentang KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

No membangun kurikulum pendidikan; penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip dan norma yang terkait dengan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia, sebagai mahluk sosial memerlukan pendidikan sebagai usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Profil Lulusan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam Tahun dan Relev Ansinya dengan Penyerapan Dunia Kerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI. Presiden Republik Indonesia,

FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN NASIONAL 1 Paul Suparno

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA

PETUNJUK PENYELENGGARAAN POLA DAN MEKANISME PEMBINAAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. dengan memudarnya sikap saling menghormati, tanggung jawab,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN1990 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KONSEP DASAR KURIKULUM 2004

KODE ETIK DOSEN MUKADIMAH BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KONSEP MBB-ISBD DALAM KERANGKA GENERAL EDUCATION DI PERGURUAN TINGGI UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

PENDIDIKAN PANCASILA (Pendahuluan) Modul 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG

Pendidikan Pancasila. Berisi tentang Kontrak Perkuliahan Pendidikan Pancasila. Dosen : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom. Modul ke:

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDIDIKAN PANCASILA (2 SKS)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

KEPUTUSAN KETUA SEKOLAH TINGGI ILMU KOMPUTER (STIKOM) DINAMIKA BANGSA Nomor :104/ SK/ STIKOM-DB/ VII/ 2007

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan diri, pendidikan merupakan upaya meningkatkan derajat. kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Model Penyelenggaraan Peminatan Kurikulum 2013 di SMA KATA PENGANTAR. 2014,Direktorat Pembinaan SMA-Ditjen Pendidikan Menengah ii

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Materi Kuliah. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan. Modul 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

2 pendidikan tinggi harus memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan pera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah ialah karena dirasakan tidak efektifnya lembaga-lembaga. reformulasi ajaran dan pendidikan Islam.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

PERATURAN KELUARGA BESAR MAHASISWA FAKULTAS NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG GARIS-GARIS BESAR HALUAN KERJA KELUARGA BESAR MAHASISWA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN MATA KULIAH UMUM PLSBT

MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

No Statuta Universitas Gadjah Mada ini merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Universitas Gadja

Standar Kompetensi Lulusan Acuan Standar Lain

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan aspek strategis bagi suatu negara. Sifat pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

KANTOR PENJAMINAN MUTU INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

BAB I PENDAHULUAN. dampak bagi gaya hidup manusia baik positif maupun negatif. Di sisi lain kita

BAB I PENDAHULUAN. dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia,

BAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang

PENDIDIKAN PANCASILA. Pendahuluan. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi

BAB I PENDAHULUAN. kesungguhan yang serius dalam mencapainya. Karena itu pendidikan sangatlah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REVIU KURIKULUM BAHASA ARAB PERGURUAN TINGGI. Oleh Syihabuddin [PS Pend. Bahasa Arab, FPBS, Universitas Pendidikan Indonesia]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

MODEL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NILAI DI PERGURUAN TINGGI 0leh; Agus Salam Rahmat 1.Pengertian Perguruan Tinggi Istilah Perguruan Tinggi yang digunakan untuk lapisan ke-2, identik dengan istilah Perguruan Tinggi yang disebut dalam Peraturan Pemerintah No.30 th 1990, yaitu organisasi satuan pendidikan, yang menyelenggarakan pendidikan di jenjang pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Fungsi-fungsi utama Perguruan Tinggi adalah : 1. Membina kualitas hasil dan kinerja Perguruan Tinggi, agar dapat memberi sumbangan yang nyata kepada perkembangan IPOLEKSOSBUD di masyarakat. Untuk dapat melaksanakan pembinaan kualitas yang baik, secara periodik Perguruan Tinggi menyelenggarakan evaluasi-diri yang melibatkan semua Unit Akademik Dasar. Evaluasi-diri sewajarnya dianggap sebagai perangkat manajemen Perguruan Tinggi yang utama, karena setiap pengambilan keputusan harus dapat mengacu pada hasil evaluasi-diri. 2. Merencanakan pengembangan Perguruan Tinggi menghadapi perkembangan di masyarakat. Rencana Strategis menjangkau waktu pengembangan 10 tahun, seyogyanya dapat dibuat oleh Perguruan Tinggi. Dari Rencana Strategis tersebut, dapat dijabarkan Rencana Operasional Lima Tahunan dan Rencana Operasional Tahunan, dan yang terakhir ini mengkaitkan pada Memorandum Program Koordinatif Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, dalam arti bahwa bagian-bagian Rencana Operasional Tahunan yang memerlukan anggaran pembangunan, dapat diajukan sebagai Daftar Isian Proyek. 3. Mengupayakan tersedianya sumberdaya untuk menyelenggarakan tugastugas fungsional dan rencana perkembangan Perguruan Tinggi. 1

Sumberdaya diupayakan, tidak hanya Otoritas Pusat, tetapi juga dari pihak-pihak lain melalui kerjasama, kontrak penelitian, penyediaan pendidikan dan pelatihan khusus, sumbangan dan lain-lain. 4. Menyelenggarakan pola manajemen Perguruan Tinggi, yang dilandasi Paradigma Penataan Sistem Pendidikan Tinggi, dengan sasaran utama adanya suasana akademik yang kondusif untuk pelaksanaan kegiatan fungsional pendidikan tinggi. http://www.dikti.org/kpptjp/bab_3.htm Perguruan Tinggi merupakan wadah bagi masyarakat kampus. Sebagai suatu organisasi maka perguruan tinggi mempunyai (1) struktur, (2) aturan penyelesaian tugas, yang mencakup pembagian tugas antar kelompok fungsional dan antar warga dalam kelompok yang sama, (3) rencana kegiatan, dan (4) tujuan. Tujuan dibimbing oleh asas dan membimbing rencana kegiatan. Struktur dan aturan penyelesaian tugas menjadi prasarana pencapaian tujuan dan sekaligus mencerminkan asas. Perguruan tinggi sebagai masyarakat tidak terlepas dari suatu masyarakat besar yang menjadi lingkungannya (pengertian atau ungkapan universal), atau yang menjadi induknya (pengertian atau ungkapan paternalistik). Dalam hal Indonesia, yang kebanyakan warganya sangat cenderung pada paternalisme, masyarakat perguruan tinggi menjadi anak masyarakat besar Indonesia. Penempatan dan penyesuaian diri masyarakat kampus pada masyarakat besar Indonesia lebih banyak berlangsung secara formalistic (melalui ketentuan, peraturan, undang-undang yang bermaksud baik) daripada secara ekologi. Fakta ini berpengaruh jelas pada penjabaran asas menjadi tujuan dan selanjutnya pada penjabaran tujuan menjadi tugas pokok. Barangkali pengaruh fakta ini sampai pula mencapai asas. Hakekat perguruan tinggi (di Indonesia) dapat kiranya tercermin pada hal-hal berikut: 1. merupakan pelaksana pemerintah dalam bidang pendidikan dan pengajaran di atas perguruan tingkat menegah. 2

2. bertugas pokok melestarikan kebudayaan kebangsaan Indonesia dengan cara ilmiah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari: 3.1 pengembangan pendidikan dan pengajaran 3.2 Penelitian dalam rangka pengembangan kebudayaan khususnya ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan dan seni. 3.3 Pengabdian pada masyarakat 4. Menyelenggarakan pembinaan sivitas akademika dan hubungannya dengan lingkungannya. www.soil.faperta.ugm.ac.id/ Di Indonesia, perguruan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah, institut atau universitas. Program pendidikan dapat berupa diploma (D-1, D-2, D- 3, D-4), sarjana (S-1), magister (S-2), spesialis (SP 12), dan doctor (S-3) yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi dan/atau vokasi. 1. Pendidikan Umum di Perguruan Tinggi Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan. Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan umum mensosialisasikan nilai dalam rangka konsensus nilai. Karakteristik pendidikan umum adalah tujuannya lebih menyangkut moralitas dan penyikapan, bahan ajar berupa nilai-nilai, dan metode yang dipakai menuntut pelibatan emosi, intelektualitas, dan sosial pembelajar Terdapat sejumlah literature yang mempersoalkan kelayakan pendidikan ilmu dalam berbagai bentuknya (Hall & Kevies, 1982) dan yang lain yakin bahwa asumsi Pendidikan Umum perlu mendapat kritik radikal (Lousi, 1981). 3

Secara teoritis Pendidikan Umum sebagai pendidikan nilai bertujuan untuk melengkapi pendidikan yang selama ini hanya menekankan pada kemampuan kognitif (IQ) semata, dengan kemampuan emosional (EQ) dan kemampuan spiritual (SQ), agar menelorkan sarjana yang paripurna; matang secara nalar, emosional, maupun spiritual dan menjadi warga negara yang baik. Dari hasil kajian awal dan juga landasan teori diketahui bahwa pengimplementasian pendidikan secara umum masih menekankan pada transfer pengetahuan semata (transfer of knowledge) yang menuntut hanya factual judgement. Penjabaran nilainilai yang diemban dalam setiap matakuliah tidak jelas. Banyak dosen tidak menguasai konsep-konsep dan model pembelajaran nilai. Tujuan Pendidikan Umum/Pendidikan Nilai Program Magister Pendidikan Umum bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan (a) melakukan pengkajian tentang pribadi manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertakwa, terintegrasi dan terdidik seperti seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional ;(b) mengembangkan kemampuan dalam memahami dan menerapkan berbagai konsep, teori, dan metode baru dalam pendidikan nilai dan watak;(c) merancang dan melaksakan pembinaan sikap dan nilai pada peserta didik; dan (d) mengaplikasikan teori-teori pendidikan ke dalam praktik pendidikan. Program Doktor Pendidikan Umum bertujuan menghasilkan lulusan yang mampu; (a) menampilkan gagasan-gagasan kreatif yang dapat diterapkan dalam mengembangkan pendidikan pada umumnya dan pendidikan nilai dan watak pada khususnya; (b) melakukan kajian dan penelitian mandiri sehingga mampu menghasilkan temuan-temuan yang bernilai tinggi bagi pengembangan teori dan atau praktek pendidikan nilai dan watak pada jalur pendidikan sekolah mapun luar sekolah dengan dilandasi penguasaan yang kokoh terhadap ilmu pendidikan. ( Buku Informasi UPI 2003;113) Misi dan Visi Pendidikan Umum Secara rasional eksistensi Pendidikan Umum bertitik tolak pada: (1) prediksi tantangan Indonesia abad 21, (2) tantangan nasional yang actual, (3) kontribusi pendidikan terhadap pembangunan nasional. 4

Globalisasi Globalisasi dan desa buana yang memandang seluruh umat manusia sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa adanya pemisahan dalam susunan umat sedunia berimplikasi luas terhadap kehidupan berbangasa dan bernegara, baik di bidang ideology, politik, keamanan, social budaya, maupun ekonomi. Batas-batas politik, ekonomi social budaya antar bangsa menjadi samara-samar dan memudar. Selain bermakna positif, perkembangan ini juga bermakna negative karena dapat mengancam integritas dan identitas nasional. Dapat disadari bahwa dalam era persaingan global, kelemahan kualitas sumber daya manusia merupakan ancaman nyata bagi bangsa Indonesia yang terkenal dengan kemajemukan masyarakat dan kualitasnya. Tntangan Nasional Yang Aktual Seharusnya kita dapat mewadahi dan menjawab tantangan actual dalam skala nasional melalui: (1) kepribadian dan integrasi nasional. Kontak budaya dan perubahan orientasi budaya menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat yang sedang menumbuhkan identitasnya sendiri sebagai bangsa. Semuanya itu menghadapkan maslaah urgen berupa upaya memperkuat kepribadian nasional. (2) kewaspadaan nasional dan pembudayaan Pancasila. Dalam menyerap informasi dan nilai budaya yang selaras sangat membutuhkan adanya kewaspadaan dan kuatnya kepribadian bangsa. (3) Kontribusi pendidikan terhadap pembangunan. Sektor ini memberikan makna bahwa keterkaitan pendidikan dengan program pembangunan dan keterikatan program PU dengan pembangunan di bidang pendidikan. Dalam konteks kebudayaan, pendidikan tidak hanya sekedar upaya pewarisan kebudayaan. Phenix (1964) mengemukakan bahwa jika pendidikan hnaya pewarisan kebudayaan, mak awajarlah bila kelemahan 5

dalam kebudayaan akan ditemukan juga dalam pendidikan dan generasi yang mendapat penddidikan tersebut. Pengajaran Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut di atas, hendaknya pendidikan umum memperhatikan prinsip-pirinsip berikut ini: (1) Prinsip Idealisme di atas dengan tetap mempertahankan program pengajaran Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama, dengan ditekankan pada aspek kebersamaan, keberagaman, dan kebangsaan. (2) Prinsip pragmatisme dengan memberikan keleluasaan bagi perguruan tinggi masing-masing untuk mengemukakan program Pendidikan Umum yang cocok utnuk daerah masing-masing. Mengacu pada hal tersebut pendidikan umum dapat mencakup didiplin ilmu seperti agama untuk biologi pada fakultas IPA, atau moralitas hukum untuk fakultas hukum. Sehungga program Pendidikan Umum itu mendasari program spesialisasi. (3) prinsip progresivisme yang memperhatikan kebutuhan mahasiswa. Seperti program Pendidikan Umum mencakup mata kuliah metode penelitian, ilmu computer, bahasa asing (Arab, Jepang, Perancis, Jerman, dll) disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa. MKU (mata kuliha umum diniati sebagai wadah pendidikan umum (general education) atau liberal education agar mahasiswa tidak berpikiran sempit seolah-olah prodi mereka itu segala-galanya demi karier di masa mendatang. MKU memperluas wawasan, memperkaya spesialisasi (prodi), dan mempersiapkan belajar sepanjang hayat. Mendasari MKU adalah filsafat bahwa pendidikan itu tidak sekadar untuk mendapatkan pekerjaan (careerism), tetapi untuk menegakkan humanisme --atau dalam bahasa pendidikan kita-- demi terbentuknya insan kamil atau manusia seutuhnya. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/ Organisasi Kelembagaan 6

Secara kelembagaan, Pendidikan Umum bernaung dalam dua bentuk, yaitu Unit Pelaksana Teknis suatu wadah yang di luar fakultas dan berada di bawah rektor langsung dan berbentuk jurusan dan sering diragukan pengertiannya karena tidak memiliki mahasiswa tertentu. Untuk menghadapi persoalan ini, jika ditinjau dari kepentingan karier akademis, psikologis, tridharma PT, kesejarahan dan lainlain, bebrepa PT (termasuk IKIP Malang) tetap menghendaki bentuk jurusan. 3. Pendidikan Nilai dan Pengembangannya Makna Pendidikan Nilai berkaitan dengan masalah baik pertimbangan moral maupun non-moral tentang suatu objek; termasuk etika dan estetika. Tujuan pendidikan nilai adalah untuk membantu siswa mengeksplorasi nilai-nilai yang ada melalui pengujian yang kritis agar mampu meningkatkan kualitas pikiran dan perasaan siswa. Pendidikan nilai paling sedikit meliputi empat dimensi, yaitu identifikasi inti nilai-nilai personal dan sosial; penemuan filosofis dan rasional tentang inti tersebut; respon afektif dan emotif terhadap inti tersebut; pembuatan keputusan berkaitan dengan inti berdasarkan penemuan dan respon. http://sps.upi.edu/v2/ Konsep Pendidikan Nilai Pertama, perlu diperjelas dahulu mengenai konsep nilai dan norma. Bertens mengungkapkan bahwa nilai adalah sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya, sesuatu yang baik (Adimassana; 2001). Pendapat ini sejalan dengan pemikiran Piet G.O. bahwa konsep nilai dalam arti sifat yang berharga menurutnya adalah sifat dari suatu hal, benda, atau pribadi yang memenuhi kebutuhan elementer manusia yang memang serba butuh atau menyempurnakan manusia yang memang tak kunjung selesai dalam pengembangan dirinya secara utuh, menyeluruh, dan tuntas (Piet GO, 1990). Menurut Sinurat, nilai dan perasaan tidak dapat dipisahkan, keduanya saling mengandaikan, perasaan adalah aktifitas psikis di mana manusia menghayati nilai (Adimassana; 2001). Yang 7

bernilai menimbulkan perasaan positif dan yang tidak bernilai menimbulkan perasaan negatif. Selaras dengan pemikiran-pemikiran diatas, Hans Jonas mengatakan bahwa nilai itu the addresse of a yes (Adimassana; 2001). Jadi, nilai adalah sesuatu yang selalu kita setujui. Sementara itu, norma adalah aturan atau patokan baik tertulis atau tidak tertulis yang berfungsi sebagai pedoman bertindak. Bila tiap manusia punya suatu sistem nilai dalam dirinya, dan sistem nilai itu dihidupi dan dijadikan pedoman hidup, berarti manusia itu sudah memenuhi kriteria manusia purnawan. Tujuan pendidikan nilai secara global adalah mencapai manusia yang seutuhnya; menjadi manusia purnawan, jika menggunakan bahasa Driyarkara. Pendidikan nilai hendak mencapai manusia yang sehat; mencapai pribadi yang terintegrasi jika menggunakan bahasa Philomena Agudo. Integrasi pribadi memadukan semua bakat dan kemampuan daya manusia dalam kesatuan utuh menyeluruh. Pembawaan fisik, emosi, budi, dan rohani diselaraskan menjadi kesatuan harmonis. GBHN 1988 Bab II B mendukung pernyataan ini : Landasan Pembangunan Nasional: Berdasarkan pola pikiran bahwa hakekat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya.. Jadi, pendidikan nilai itu manifestasi non scholae sed vitae discimus. http://krisnaster.blogspot.com 4.Pengembangan Pendidikan Nilai di PT Pendidikan nilai bukan saja perlu karena dapat mengembalikan filosofi dasar pendidikan Indonesia yang seharusnya non scholae sed vitae discimus, namun juga perlu karena Indonesia, sebagai negara Pancasila, pada hakekatnya, menuntut pendidikan nilai karena ciri khasnya justru terletak dalam komitmen terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai landasan negara. Dunia masa kini menghadapi suatu perubahan budaya akibat kemajuan ilmu dan teknologi yang juga membawa dampak negatif berupa lunturnya nilai-nilai yang vital, misalnya, nilai kegotong-royongan, nilai kesopanan, nilai kesusilaan. Maka, harus ada usaha reservasi nilai-nilai kehidupan supaya tidak punah. Dalam hal ini, pendidikan nilai berperan penting. 8

Formulasi substansi dan materi pengajaran pendidikan moral yang lama, terlalu berpola deduktif, khas kebijakan politik Orde Baru yang ingin mengontrol semua bidang kehidupan. Pemaknaan nasionalisme, misalnya, jarang sekali dikaitkan dari sudut pandang kelompok- kelompok masyarakat yang begitu beragam. Nasionalisme disajikan dalam bentuknya yang negara-sentris. Separatisme dimaknai secara hitam-putih tanpa dilihat dari perspektif lebih luas. Sementara itu, nilai-nilai seperti kejujuran, ketulusan, kebajikan, dan semacamnya, banyak tampil sekadar semacam petuah tanpa eksplorasi mendalam, eksplisit maupun implisit. MOMENTUM lahirnya kebijakan otonomi daerah, yang diatur dalam UU No. 22/1999, seperti memberi napas baru bagi dunia pendidikan kita yang terengah-engah. Berdasar undang-undang itu, wewenang terbesar bidang pendidikan ada di tangan pemerintah daerah, baik kebijakan menyangkut alokasi budget maupun kebijakan yang bersifat strategis di bidang kurikulum. Apalagi dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, maka perangkat pemulihan daya pendidikan semakin tersedia. Dari perspektif otonomi pendidikan ini, menarik untuk didiskusikan peluang pengembangan pendidikan moral atau pendidikan nilai di PT yang berbasis sumber daya atau khazanah setempat, yakni yang bisa berupa sejarah atau pemikiran yang bersumber dari kearifan lokal. Asumsi dasarnya adalah, dalam warisan sejarah dan pemikiran lokal itu ada sejumlah etos dan nilai moral yang inheren dan betul-betul hidup dalam masyarakat, sehingga ada keterjalinan yang cukup kuat antara peserta didik dengan kurikulum yang disajikan. http://kompas.com/ Pendidikan Nilai di PT selama ini bertumpu pada mata kuliah-mata kuliah MKDU (mata kuliah dasar umum) yan yang berubah nama MKU (mata kuliah umum) yang terdiri atas pendidikan moral pancasila (kewarganegaraan), pendidikan agama, penddikan bahasa Indinesia, pendidikan bahasa Inggris, olah raga, kewiraan dan PLSBT. 9

Pendidikan Agama Islam (PAI) atau Ilmu Pendidikan Agama Islam (IPAI) bagi umat Islam bisa dijadikan core dalam pengebangan Pendidikan Umum di perguruan tinggi yaitu dengan mengembangkan Ilmu aqidah, syariah, ibadah, muamalah terutama akhlakul karimah. Pendidikan agama di PT umum rata-rata mempunyai bobot dua sks, dan ada beberapa perguruan tinggi umum yang memberi bobot empat sks yang terdiri dari dua sks pembekalan ilmu agama dan dua sks lagi berupa seminar pendidikan agama. 10