V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

III. METODE PENELITIAN

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

III. BAHAN DAN METODE

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

Implementasi Budidaya Tanaman Padi. Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu. Oleh : ASEP FIRMANSYAH

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGELOLAAN TERPADU PADI SAWAH (PTPS): INOVASI PENDUKUNG PRODUKTIVITAS PANGAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

PAKET TEKNOLOGI USAHATANI Padi Penyusun : Wigati Istuti dan Endah R

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

KARAKTERISTIK PETANI KARAKTERISTIK USAHATANI

Budi Daya Padi Sawah di Lahan Pasang Surut

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

BAB IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai. mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan.

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

1 SET B. KELOMPOK TANI SEHAMPARAN

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI SISTEM TANAM BENIH LANGSUNG (TABELA) DI LAHAN SAWAH IRIGASI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH PENDAHULUAN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sumber : Nurman S.P. (

RAKITAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI DI LAHAN GAMBUT PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

1 SET A. INDIVIDU PETANI

III. METODE PENELITIAN

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu HP:

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

V. GAMBARAN UMUM. menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat.

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - TADAH HUJAN Individu petani

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - IRIGASI Individu petani

Budi Daya Padi Sawah di Lahan Pasang Surut

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

Dibajak satu atau dua kali, digaru lalu diratakan. Tanah yang telah siap ditanami harus bersih dari gulma, dan buatlah saluran-saluran drainase.

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Transkripsi:

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Plered Kecamatan Plered merupakan salah satu kecamatan yang berada di sebelah Selatan Kabupaten Purwakarta. Jaraknya dari Ibukota Kabupaten sekitar 17 km. Luas wilayah Kecamatan Plered 3 148 hektar, yang terdiri dari luas lahan sawah 1 197 dan 1 951 hektar luas lahan bukan sawah. Secara administratif, di sebelah Utara Kecamatan Plered berbatasan dengan Kecamatan Babakansari dan Citekokaler, sebelah Selatan dengan Kecamatan Darangdan, sebelah Barat dengan Kecamatan Citeko dan Gandamekar, di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pasawahan. Keadaan tanah di daerah ini secara umum mempunyai ph bervariasi antara 4.5 5.5 dengan ketinggian 241 dari permukaan laut (dpl). Jenis tanah di Kecamatan Plered adalah podzolik. Kedalaman tanah efektif mayoritasnya lebih dari 90 cm. Keadaan iklim di Kecamatan Plered termasuk iklim basah tipe A (Puslittanak, 2002) dengan tujuh bulan basah dan 5 bulan kering menurut Schmidt dan Ferguson dengan temperatur antara 19-30 C atau rata-rata 24.5 C dan ratarata curah hujan tahunan 2 963 mm. Pergiliran musim penghujan dan musim kemarau dalam keadaan normal musim penghujan jatuh pada bulan Oktober Maret dan musim kemarau jatuh pada bulan April September (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta, 2004). Berdasarkan data BPS (2003), jumlah penduduk di Kecamatan Plered berjumlah 60 438 orang atau 8.47 persen dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Purwakarta yang berjumlah 713 963 orang. Jumlah rumahtangga

sebanyak 11 202 Kepala Keluarga (KK) dengan ukuran rumahtangga rata-rata 5 orang per keluarga (lihat Lampiran 3 dan 4). 5.2. Gambaran Umum Pertanian Kecamatan Plered Kegiatan pertanian terutama untuk tanaman padi di Kecamatan Plered memanfaatkan lahan sawah seluas 1 197 ha yang terdiri dari sawah irigasi dan sawah tadah hujan, seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Luas Lahan Sawah di Kecamatan Plered Tahun 2005 Uraian Luas (ha) Luas (%) Sawah Irigasi 1 Irigasi Teknis 235 19.63 2 Irigasi setengah teknis 315 26.32 3 Irigasi sederhana 188 15.71 4 Irigasi non PU 108 9.02 Sawah Tadah hujan 351 29.32 Total 1 197 100 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta (2005) Adapun realisasi tanam padi di Kecamatan Plered berdasarkan data Kabupaten Purwakarta Dalam Angka (2003), luas panen 2 051 ha dengan produktivitas 52.17 ku/ha sehingga menghasilkan produksi padi sebanyak 10 700 ton GKP. Tingkat produktivitas padi di Kecamatan Plered lebih tinggi dari ratarata produktivitas padi kabupaten (50.52 ku/ha). Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang sering menyerang tanaman padi di Kecamatan Plered diantaranya tungro, hama putih, BLB, tikus, dan ulat grayak. Pengendalian hama dan penyakit tanaman (PHT) padi oleh Dinas Pertanian Kabupaten Purwakarta lebih ditekankan pada pengendalian secara alami dan ramah lingkungan. Petani di Kecamatan Plered dilatih PHT dengan pembuatan pestisida alami oleh petani sendiri dengan bahan-bahan rempah-

rempah/dedaunan yang mudah didapat di lingkungan sekitar. Selain tidak mencemarkan lingkungan juga murah harganya. Sedangkan penggunaan pupuk di Kecamatan Plered pada umumnya menggunakan pupuk tunggal yaitu Urea Pril, TSP/SP-36, ZA dan KCl. Belakangan ada kecenderungan petani untuk menggunakan pupuk organik/kandang tetapi petani yang menggunakannya masih relatif sedikit yang tertarik dengan pertanian organik. Dengan adanya program pupuk berimbang diharapkan petani yang terbiasa menggunakan pupuk tunggal akan beralih menggunakan pupuk majemuk yang terbukti dapat meningkatkan produksi yang diperoleh petani. 5.3. Gambaran Umum Petani Sampel Berdasarkan hasil wawancara terhadap seluruh petani sampel, diperoleh data karakteristik petani di daerah penelitian. Data ini meliputi umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengalaman usahatani, status dan luas lahan yang dimiliki. 5.3.1. Karakter Petani Sampel Penelitian dilakukan di Kecamatan Plered dengan responden sebanyak 55 responden. Berikut ini akan disajikan karakteristik responden dan usahataninya. Pemaparan karakteristik ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi petani dan keragaan usahatani padi di Kecamatan Plered. Petani sampel sebagian besar berumur antara 41 50 tahun dan di atas 50 tahun, yaitu 43.33 persen (13 orang) untuk petani peserta program pemupukan berimbang berumur antara 41 50 tahun dan di atas 50 tahun dan 48 persen (12

orang) untuk petani non peserta program pemupukan berimbang berumur antara 41 50 tahun dan 44 persen (11 orang) di atas 50 tahun. Sedangkan yang berumur antara 31 40 tahun jumlahnya paling sedikit, yaitu 13.33 persen (4 orang) untuk petani peserta program pemupukan berimbang dan 8 persen (2 orang) untuk petani non peserta program pemupukan berimbang. Dari penyebaran umur petani sampel terlihat bahwa pada umumnya petani di Kecamatan Plered telah memasuki usia tua. Semakin tua umur semakin berkurang kekuatan fisiknya sehingga produktivitasnya semakin menurun. Harus ada regenerasi agar keberlanjutan pertanian khususnya usahatani padi terus berjalan dan berkesinambungan. Umur petani akan mempengaruhi fisiknya untuk bekerja dan berfikir. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), umumnya petani yang berumur muda dan sehat mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat daripada petani tua. Petani muda lebih cepat menerima inovasi baru (kosmopolit = terbuka) serta lebih berani menanggung resiko dibandingkan petani tua. Tingkat pendidikan petani responden sebagian besar tamat SD, sebagian tamat SLTP. Pada petani peserta program pemupukan berimbang sudah ada yang menduduki bangku kuliah (3.33 persen) sedangkan pada petani responden non pupuk berimbang paling tinggi pendidikan formalnya SLTA (8 persen). Dilihat dari tingkat pendidikan formalnya, petani responden masih memerlukan tambahan pendidikan baik secara formal ataupun pelatihan-pelatihan tentang inovasi teknologi padi sehingga dapat menunjang keberhasilan usahatani padi yang dilakukannya.

Petani yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak menggunakan teknologi baru dibandingkan dengan yang mempunyai pendidikan rendah, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan semakin respon dalam menggunakan input-input baru. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berfikir petani. Pendidikan yang lebih tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis. Tabel 3. Karakteristik Petani Sampel di Kecamatan Plered Pupuk Berimbang Non Pupuk Berimbang Uraian Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Umur (tahun) a. 31 40 tahun 4 13.33 2 8.00 b. 41 50 tahun 13 43.33 12 48.00 c. > 50 tahun 13 43.33 11 44.00 2. Pendidikan a. Tidak Tamat SD 3 10.00 3 12.00 b. SD 17 56.67 16 64.00 c. SLTP 6 20.00 4 16.00 d. SLTA 3 10.00 2 8.00 e. Kuliah S1 1 3.33 3. Pengalaman Usahatani a. < 10 tahun 2 6.67 3 12.00 b. 10 20 tahun 11 36.67 11 44.00 c. 21 30 tahun 8 26.67 7 28.00 d. 31 40 tahun 8 26.67 4 16.00 e. > 40 tahun 1 3.33 4. Jumlah Tanggungan a. 1 2 orang 10 33.33 10 40.00 b. 3 4 orang 13 43.33 11 44.00 c. > 4 orang 7 23.33 4 16.00 5. Status Lahan a. Milik Sendiri 29 96.67 23 92.00 b. Sakap 1 3.33 2 8.00 6. Luas Lahan a. < 0,25 2 6.67 3 12.00 b. 0,25 0,50 18 60.00 19 76.00 c. 0,51 0,75 2 6.67 1 4.00 d. 0,76 1,00 7 23.33 1 4.00 e. > 1,00 1 3.33 1 4.00 Sumber: Data (diolah)

Pada umumnya petani responden melakukan usahatani padi merupakan turun temurun, sesuai dengan kebiasaan yang telah diwariskan dari orang tua mereka. Jadi, petani responden telah mulai mengenal usahatani padi sejak kecil dan menekuninya (sebagai patokan perhitungan pengalaman usahatani) setelah berumahtangga untuk menghidupi keluarganya. Pengalaman usahatani petani responden sebagian besar berkisar 10 20 tahun dan sebagian 21 30 tahun, 31 40 tahun, bahkan ada yang mempunyai pengalaman di atas 40 tahun. Petani yang relatif tua mempunyai kapasitas pengelolaan usahatani yang lebih matang. Jumlah tanggungan keluarga petani responden berkisar antara 1 7 orang. Jumlah tanggungan 1 2 orang pada petani peserta program pupuk berimbang sebanyak 10 keluarga (33.33 persen) dan pada petani non peserta program pemupukan berimbang juga sebanyak 10 keluarga (40 persen), jumlah tanggungan 3 4 orang pada petani peserta program pemupukan berimbang sebanyak 13 keluarga (43.33 persen)dan non peserta program pemupukan berimbang 11 keluarga (44 persen), dan di atas 4 orang pada petani peserta program pemupukan berimbang sebanyak 7 keluarga (23.33 persen) dan pada petani non peserta program pemupukan berimbang sebanyak 4 keluarga (16 persen). Anak-anak petani responden tidak dapat diharapkan sebagai tenaga kerja dalam keluarga karena mereka sebagai pelajar atau bersekolah. Status lahan umumnya merupakan milik sendiri, yaitu pada petani peserta program pemupukan berimbang sebanyak 29 petani (96.67 persen) dan pada petani non peserta program pemupukan berimbang sebanyak 23 petani (92 persen). Status lahan dengan sistem sakap, yaitu pada petani peserta program

pemupukan berimbang sebanyak 1 petani (3.33 persen) dan pada petani non peserta program pemupukan berimbang sebanyak 2 petani (8 persen). Luas lahan petani responden berkisar 0.1 1.2 hektar. Luas lahan kecil dari 0.25 ha pada petani peserta program pemupukan berimbang sebanyak 2 petani (6.67 persen) dan pada petani non peserta program pemupukan berimbang sebanyak 3 petani (12 persen). Luas lahan antara 0.25 0.50 ha pada petani peserta program pemupukan berimbang sebanyak 18 petani (60 persen) dan pada petani non peserta program pemupukan berimbang sebanyak 19 petani (76 persen). Luas lahan antara 0.51 0.75 ha pada petani peserta program pemupukan berimbang sebanyak 2 petani (6.67 persen) dan pada petani non peserta program pemupukan berimbang sebanyak 1 petani (4 persen). Luas lahan antara 0.76 1.00 ha ada petani peserta program pemupukan berimbang sebanyak 7 petani (23.33 persen) dan pada petani non peserta program pemupukan berimbang sebanyak 1 petani (4 persen). Luas lahan besar dari 1.00 ha masing-masing pada petani peserta program pemupukan berimbang dan petani non peserta program pemupukan berimbang sebanyak 1 petani atau 3.33 persen dan 4 persen. 5.3.2. Usahatani Padi Sawah Usahatani padi sawah yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Plered tidak jauh berbeda dengan petani padi sawah di daerah lainnya. Indeks Pertanaman (IP) usahatani padi sawah di Kecamatan Plered dilakukan dengan 2 dan 3 kali setahun. Usahatani yang dilakukan 2 kali setahun dengan pola tanam padi-padi-bera karena ketersediaan air irigasi yang kurang mencukupi pada musim kemarau untuk usahatani padi dan petani lebih memilih lahannya untuk diberakan. Usahatani yang dilakukan 3 kali setahun dengan pola padi-padi-palawija/hortikultura.

Tanaman yang cocok ditanam pada kondisi tersebut seperti kacang-kacangan dan sayur-sayuran. Teknik bercocok tanam di Kecamatan Plered yang dilakukan oleh petani peserta program pemupukan berimbang berbeda dengan petani non peserta program pemupukan berimbang. Pada petani padi peserta program pemupukan berimbang, jadwal penanaman dilakukan serempak pada lokasi lahan sehamparan dengan varietas Cigeulis dan Ciherang. Jadwal pemupukan pertama dilakukan pada 0 7 hari setelah tanam (hst) dan pemupukan kedua pada 30 35 hst dengan jenis pupuk majemuk NPK. Sedangkan pada petani non peserta program pemupukan berimbang, penanaman tidak serempak dengan varietas padi yang beragam, pemupukan pertama sekitar 2 minggu hst dan pemupukan kedua sama pada 30 35 hst dengan jenis pupuk tunggal (Urea, SP-36, dan KCl). 1. Persiapan Lahan Kegiatan dalam persiapan lahan adalah pengolahan lahan dan pembuatan bedengan untuk persemaian benih padi. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan yang dilakukan baik oleh petani peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang tidak ada perbedaan yang mendasar. Selain dilakukan oleh tenaga manusia juga dibantu oleh tenaga hewan/kerbau (bajak) dan tenaga mesin/traktor. Petani memakai bajak dengan alasan biaya yang dikeluarkan lebih hemat dibandingkan dengan memakai traktor. Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 10 petani (33 persen) memakai bajak dan 20 petani (67 persen) memakai traktor dan dari 25

petani non peserta program pemupukan berimbang, 9 petani (36 persen) memakai bajak dan 16 petani (64 persen) memakai traktor dalam pengolahan lahannya. Tahap-tahap pengolahan lahan adalah sebagai berikut: 1. Mojokan (perbaikan dan pembersihan pematang). Pematang sawah sebagai pembatas petak-petak sawah dan saluran air yang rusak diperbaiki dan rerumputan yang terdapat di sisi pematang dibersihkan dengan memakai cangkul dan parang. 2. Pembalikan tanah dengan memakai bajak atau traktor. Setelah sawah diari dilakukan pembalikan tanah, pemecahan bongkahan tanah menjadi lebih halus (garu) dengan bajak atau traktor. Bajak atau traktor ini merupakan tenaga kerja borongan yang biayanya disesuaikan dengan kondisi dan luas lahan yang dikerjakan. 3. Meratakan tanah. Kegiatan meratakan tanah dilakukan secara manual oleh petani dengan memakai alat yang terbuat dari kayu yang disebut sosorongan. Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah yang bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga dapat menjadi media tumbuh yang baik bagi tanaman padi. Memperbaiki aerase tanah sehingga ketersediaan oksigen akan lebih terjamin dan dapat membantu menekan gulma, karena dengan pengolahan tanah gulma akan tercampur dengan tanah dan mengalami dekomposisi sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pengolahan lahan ini dimulai setelah air sudah menggenangi lahan sawah selama sekitar seminggu (Puspitasari, 2001). Sedangkan menurut Taslim, et al. (1989), pengolahan lahan dapat dilakukan dengan memakai traktor atau dengan bajak dan dicangkul (manual). Setelah tanah

melumpur diratakan yang berguna agar distribusi air merata dan memudahkan untuk membuat jarak tanam. Penyemaian Persemaian yang dilakukan baik oleh petani peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang relatif tidak ada perbedaan. Seminggu setelah panen, persiapan benih terlebih dahulu dilakukan dengan merendam benih padi yang dianggap bagus untuk bibit dalam baskom selama 2 hari dan dimasukkan ke dalam karung juga 2 hari agar tumbuh kecambahnya (tumbuh gigi). Diinkubasi dalam karung, menurut Vergara (1995) adalah untuk mematahkan periode dormansi benih yang diperlukan untuk mempertahankan agar benih tetap hangat, meningkatkan pertumbuhan lembaga dan menghasilkan perkecambahan yang seragam (Vergara, 1995). Sementara itu dipersiapkan tempat persemaian atau bedengan (21-24 hari sebelum tanam), biasanya di petak sawah. Dalam pembuatan bedengan dibutuhkan bahan sekam (huller), pupuk kandang, dan EM (Emulsi Mikroba = moretan (mikro organisme rekan petani). Untuk luas lahan 1 ha biasanya dipakai 200 250 m 2 untuk bedengan dengan kebutuhan bahan sekam 4 bagian, pupuk kandang 2 bagian, dan EM 1/3 liter gratis diberikan dari Dinas Pertanian Purwakarta melalui kelompoktani. Tambahkan EM dengan 20 liter air, campurkan dengan bahan dan masukkan ke dalam karung, tutup/ikat. Setelah 3 hari karungnya dibalik dan setelah 7 hari ditaburkan ke lahan bedengan yang telah disediakan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta, 2005). Setelah dilakukan pembajakan/traktor, dibentuk kotakan pada lahan sawah untuk lahan persemaian benih padi. Setelah lahan persemaian ditaburi dengan

campuran EM benih disebar ke dalam lajur-lajur yang sudah dibentuk. Untuk memperkecil kemungkinan kegagalan persemaian akibat gangguan fisik dan biologis, maka dilakukan pemagaran dengan plastik di sekeliling areal persemaian. Persemaian sebaiknya dilakukan di lahan yang sama atau berdekatan dengan petakan sawah yang akan ditanami. Maksudnya agar bibit yang siap dipindah, waktu dicabut dan akan ditanami mudah diangkut dan tetap segar (Utomo dan Nazaruddin, 2000). Puspitasari (2001) menyatakan bahwa untuk jumlah benih sebanyak 25-30 kg yang akan ditanam dalam 1 hektar lahan sawah, luas bedengan persemaian yang dibutuhkan dapat menggunakan seperlima bagian di satu petakan sawah. Pada lahan persemaian perlu dilakukan pembajakan atau pencangkulan 3 kali agar tanah melumpur. Kecambah yang disemai akan cepat tumbuh. Hingga umur 1 minggu kebutuhan hara masih disuplai oleh keping biji, setelah itu bedengan persemaian perlu ditabur dengan Urea sebanyak 2.5 kg, TSP 1 kg dan KCl 1 kg untuk lahan 1 ha. 2. Penanaman Setelah pengolahan lahan selesai maka bibitpun siap ditanam. Bibit biasanya dipindah saat berumur 18-25 hari, umumnya 21 hari (3 minggu). Bibit ditanam dengan cara dipindah (tanam pindah = tapin) dari bedengan persemaian ke petakan sawah. Caranya bibit dicabut dari bedengan persemaian dengan menjaga agar bagian akarnya terikut semua dan tidak rusak. Setelah itu bibit dikumpulkan dalam ikatan-ikatan lalu ditaruh di sawah dengan sebagian akar terbenam ke air.

Jarak tanam yang dipakai oleh petani peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang beragam, 25 x 25 cm, 25 x 27 cm, dan 27 x 27 cm. Bibit yang ditanam perlubang juga beragam ada yang 1 2, 2 3, 3 5, bahkan ada yang 5 7 batang/lubang. Posisi bibit tegak, kedalaman sekitar 2 3 cm. Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 24 petani (80 persen) menggunakan jarak tanam 25 x 25 cm, 3 petani (10 persen) menggunakan jarak tanam 25 x 27 cm dan 3 petani (10 persen) menggunakan jarak tanam 27 x 27 cm, dan dari 25 petani non peserta program pemupukan berimbang, 19 petani (76 persen) menggunakan jarak tanam 25 x 25 cm, 2 petani (8 persen) menggunakan jarak tanam 25 x 27 cm dan 4 petani (16 persen) menggunakan jarak tanam 27 x 27 cm. Kedalaman tanam sekitar 2 cm tapi jangan kurang dari itu agar bibit tidak mudah hanyut. Jarak tanam padi biasanya 20x20 cm atau 25x25 cm (Utomo dan Nazaruddin, 2000). 3. Pemupukan Dalam kegiatan pemupukan, terlihat perbedaan perlakuan antara petani peserta program dan non peserta program pemupukan berimbang. Jadwal pemupukan pertama pada petani peserta program pemupukan berimbang dianjurkan pada umur tanaman padi 0 7 hst dan pemupukan kedua relatif sama dengan petani non peserta program pemupukan berimbang, yaitu 30 35 hst sedangkan jadwal pemupukan pertama pada petani non peserta program pemupukan berimbang biasanya setelah penyiangan pertama ( ± 2 minggu hst). Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 8 petani (27 persen) melakukan pemupukan pertama 0 7 hst, 22 petani (73 persen) melakukan pemupukan pertama 14 17 hst dan dari 25 petani non peserta program

pemupukan berimbang, 2 petani (8 persen) melakukan pemupukan pertama 0 7 hst, 23 petani (92 persen) melakukan pemupukan pertama 14 21 hst. Jenis pupuk dan dosis pupuk sesuai rekomendasi yang digunakan oleh petani peserta program pemupukan berimbang adalah pupuk majemuk (NPK) dengan dosis NPK/Kujang 400 kg/ha dan Phonska/Petro 300 kg/ha + Urea 150 kg/ha. Petani non peserta program pemupukan berimbang menggunakan pupuk tunggal dengan dosis Urea 250 kg/ha + TSP/SP-36 100 kg/ha + KCl 100 kg/ha. Aplikasi pemupukan oleh petani di lapangan, dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 25 petani (83 persen) menggunakan jenis dan dosis pupuk anorganik sesuai dengan rekomendasi dari Dinas Pertanian Kab. Purwakarta, 5 petani (17 persen) menggunakan jenis dan dosis pupuk anorganik tidak sesuai rekomendasi dan dari 25 petani non peserta program pemupukan berimbang, semuanya menggunakan jenis dan dosis pupuk anorganik tidak sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian Kab. Purwakarta baik untuk pupuk tunggal maupun majemuk. Karena distribusi pupuk ke lokasi program terlambat maka ada beberapa petani peserta program pemupukan berimbang mau melakukan pemupukan sesuai anjuran tertunda jadwalnya walaupun banyak juga petani peserta program pemupukan berimbang tidak melakukan pemupukan pertama sesuai anjuran karena masih ragu-ragu untuk melaksanakannya. Petani tetap melakukan pemupukan sesuai kebiasaan petani sebelum adanya program pemupukan berimbang atau seperti jadwal yang dilakukan oleh petani non peserta program pemupukan berimbang, yaitu 2 minggu hst.

Beberapa petani padi sawah di Kecamatan Plered hanya menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk tanamannya. Hal ini dilakukan karena pada kegiatan pelatihan mingguan yang diberikan dari Pemerintah Daerah Purwakarta petani diberikan pengetahuan mengenai pertanian organik. Beberapa petani tertarik untuk melaksanakan pertanian organik yang salah satunya dengan memakai pupuk kandang dalam usahatani padi sawahnya. Mungkin perlu ditetapkan rekomendasi pupuk kandang/organik dalam usahatani padi di Purwakarta khususnya di Plered. 4. Penyiangan Menurut rekomendasi dari Dinas Pertanian Purwakarta, penyiangan dilakukan setelah pemupukan baik penyiangan pertama maupun penyiangan kedua. Tetapi karena kebiasaan atau karena tenaga kerjanya tidak tersedia tepat waktu maka sebelum penyiangan dilakukan pemupukan terlebih dahulu karena biasanya pumupukan dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Penyiangan dan pemupukan dilakukan secara manual oleh tenaga kerja wanita. Kegiatan penyiangan yang dilakukan petani peserta program pemupukan berimbang dan petani non peserta program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered dua kali, yaitu 2 minggu hst dan 30 35 hst. Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, untuk penyiangan pertama 12 15 hst dan penyiangan kedua 30 36 hst dan dari 25 petani non peserta program pemupukan berimbang, penyiangan pertama 14 20 hst dan penyiangan kedua 30 40 hst. Gulma yang ada dicabut, digumpalkan dan dibenamkan dengan kaki ke dalam tanah sawah. Penyiangan ini dilakukan agar padi tidak bersaing dengan gulma dalam memperoleh zat hara yang sangat dibutuhkan padi untuk tumbuh

dan berbuah. Penyiangan dilakukan pada gulma yang tumbuh pada tanaman berumur 15, 35 dan 55 hari setelah tanam (hst), kebanyakan petani menyesuaikan dengan jadwal pemupukan. Gulma yang tumbuh dicabut dan dibenamkan ke tanah sawah (cara manual) dan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida Indamin yang biasanya dilakukan pada 7 hst dengan dosis 50 cc/ha (Utomo dan Nazaruddin, 2000). 5. Pengendalian OPT Pada musim tanam pertama (MT. I) biasanya gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tidak mengkhawatirkan sehingga tidak banyak petani yang melakukan pengendalian OPT pada tanaman padinya. Berdasarkan data Kabupaten Purwakarta dalam Angka (2003), OPT yang sering menyerang tanaman padi sawah di Kecamatan Plered diantaranya Tungro, Hama Putih, Tikus, dan Ulat grayak. Secara umum di Indonesia menurut Suparyono dan Setyono (1993), ada beberapa hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman padi, antara lain walang sangit, ganjur, penggerek padi, wereng, tikus, dan burung. Penyakit tanaman padi adalah hawar daun dan pelepah, bercak bakteri, busuk batang dan lain-lain. Cara dengan penyemprotan tidak lagi dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Purwakarta karena selain pestisida mencemari irigasi atau sumber air di sekitarnya juga menghabiskan biaya besar. Dengan Pengendalian Hama Penyakit Terpadu (PHPT) sangat dianjurkan yang merupakan suatu sistem pengelolaan populasi hama dengan menggunakan seluruh teknik yang cocok dalam suatu cara yang terpadu untuk mengurangi populasi hama dan penyakit serta mempertahankannya pada tingkat di bawah jumlah yang dapat merugikan.

Petani padi sawah di Kecamatan Plered telah terkelompok dalam kelompoktani-kelompoktani yang setiap minggu selalu mengadakan pertemuan dengan PPL bersama aparat Pemda setempat untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan tambahan bagaimana berusahatani yang lebih baik dan benar. Salah satu pengetahuan yang dibagikan adalah pembuatan pestisida organik/nabati. Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan pestisida nabati adalah jahe, kunyit, ubi jalar, jengkol, serehwangi, daun jeruk, tembakau, daun surian. Bahan ditumbuk, setelah ditumbuh diberi campuran EM (EM + 6 liter air), dimasukkan dalam karung dan direndam selama 2 hari. Untuk 1 ha tanaman padi membutuhkan 8 liter air rendaman dicampur dengan 48 liter air biasa (Dinas Pertanian Kab. Purwakarta, 2005). Biaya yang dibutuhkan untuk membuat pestisida nabati ini adalah Rp 25 000 untuk kebutuhan 2 hektar lahan. Menurut pengalaman petani yang telah mencobanya, pestisida ini cukup ampuh dalam upaya pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan dan murah harganya. Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 6 petani (20 persen) menggunakan pestisida nabati dan dari 25 petani non peserta program pemupukan berimbang, 2 petani (8 persen) yang menggunakan pestisida nabati. 6. Panen dan Pasca Panen Padi siap dipanen bila bulir-bulir padi sudah menguning rata. Apabila sebagian padi ada yang masih muda/hijau, mungkin karena pengaturan air yang kurang baik dan jarak tanam yang tidak teratur maka bagian tersebut ditinggalkan untuk dipanen beberapa hari kemudian (menunda panen bagi padi yang sudah

matang akan menyebabkan kehilangan/mengurangi hasil). Waktu panen padi umur 115. Alat yang digunakan adalah sabit bergerigi. Produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) rata-rata perhektar untuk petani peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang masing-masing 6 003 kg dan 5 027 kg. Usahatani padi pada petani peserta program pemupukan berimbang memiliki tingkat produksi 976 kg lebih tinggi daripada usahatani padi pada petani non peserta program pemupukan berimbang. Hal ini diduga terjadi karena adanya pemakaian pupuk majemuk NPK dan varietas unggul bermutu. Hasil panen petani peserta program pemupukan berimbang dijual ke PT. Pertani atau ke tengkulak seperti yang dilakukan oleh petani non peserta program pemupukan berimbang. Harga gabah dijual dengan harga yang bervariasi antara Rp 1 300 Rp 1 600 tergantung kepada kualitas gabah dan harga pasar.