I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkiraan Permintaan Buah-Buahan Indonesia Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM :

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

Perkembangan luas panen buah-buahan di Indonesia dalam. lain disebabkan terjadinya peremajaan tanaman tua yang tidak produktif

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

I. PENDAHULUAN. seperti China Asia Free Trade Area (CAFTA) dapat memperparah keadaan krisis

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku pada Tahun Nilai PDB (dalam milyar rupiah) Pertumbuhan (%)

PELUANG AGRIBISNIS BUAH

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu bagian dari negara tropis yang memiliki kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berusaha di pedesaan (Abdurrahman et al, 1999). Hampir sebagian besar. dalam arti sebagai sumber pendapatan (Sumaryanto, 2002).

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

VIII. IDENTIFIKASI FAKTOR STRATEGIS. kelemahan PKPBDD merupakan hasil identifikasi dari faktor-faktor internal dan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. secara turun temurun sebagai sumber kehidupan.

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting di Indonesia, oleh sebab itu

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas.

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

PENDAHULUAN. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia terdiri dari enam sub sektor, yaitu sub sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Transkripsi:

1. 1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Hortikultura merupakan salah satu bagian dari pembangunan sektor pertanian yang terdiri dari komoditas buah-buahan, sayuran, tanaman obat, dan florikultur (bunga dan tanaman hias). Buah-buahan merupakan komoditas hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pertanian di Indonesia. Pada tahun 2010, nilai PDB komoditas buah-buahan diproyeksikan menempati urutan pertama di atas komoditas hortikultura lainnya yaitu mencapai Rp 88.851 triliun atau sekitar 52,6 persen dari total PDB hortikultura (PT Media Data Riset 2010). Pengembangan buah-buahan khususnya buah-buahan tropis di Indonesia memiliki prospek yang bagus. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi dan potensi pasar yang besar. Jumlah produksi buah-buahan Indonesia tahun 2000-2009 cenderung terus meningkat dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 9,30 persen per tahun (Badan Pusat Statistik 2010). Peningkatan produksi tersebut terjadi diduga karena adanya pertambahan luas areal panen dan semakin berkembangnya teknologi produksi yang diterapkan petani serta semakin intensifnya bimbingan dan fasilitas yang diberikan kepada petani dan pelaku usaha, semakin baiknya manajemen yang dilakukan pelaku usaha dan adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani. Tingginya produksi buah-buahan juga didukung oleh besarnya peluang atau potensi pasar yang dimiliki. Perkiraan permintaan buah-buahan Indonesia tahun 2000-2015 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkiraan Permintaan Buah-Buahan Indonesia Tahun 2000-2015 Tahun Total Buah Populasi Penduduk Konsumsi per kapita Total konsumsi (Juta) (Kg) (Ribu ton) 2000 213.000 36,76 7.829,88 2005 227.000 45,70 10.373,90 2010 240.000 57,92 13.900,80 2015 254.000 78,74 19.999,96 Sumber : Pusat Kajian Buah Tropika, 1998 Berdasarkan Tabel 1, peningkatan jumlah permintaan buah-buahan terjadi akibat adanya pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan yang ditunjukkan oleh meningkatnya konsumsi buah-buahan per kapita. Peluang pemasaran buah- 1

buahan Indonesia tidak hanya di dalam negeri, era perdagangan bebas membuat Indonesia memiliki peluang besar untuk dapat memasarkan produk buah-buahan yang dihasilkannya ke mancanegara. Sentuhan perdagangan bebas di Indonesia ditandai dengan dilakukannya beberapa perjanjian internasional. Di tingkat regional, sebut saja ASEAN Free Trade Area (AFTA), Kerjasama Agribisnis Republik Indonesia-Singapura, Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA), ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), dan ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA). Adanya perjanjian-perjanjian tersebut menyebabkan akses perdagangan antar negara semakin mudah dan terbuka lebar sehingga produk buah-buahan dari negara lain dengan mudah masuk ke Indonesia dan juga sebaliknya. Namun, peluang pasar yang tercipta melalui kerjasama tersebut belum termanfaatkan secara optimal bagi komoditas buah-buahan Indonesia. Hal ini tercermin dari nilai neraca ekspor dan impor buah-buahan Indonesia yang masih defisit. Perkembangan volume ekspor dan impor buah di Indonesia tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Buah di Indonesia Tahun 2006-2010 Tahun Ekspor Impor Laju Laju Volume Nilai Volume Nilai (%) (%) (Kg) (US $) (Kg) (US $) 2006 16.419.273 10.490.914-376.324.802 267.711.473-2007 13.786.858 8.874.054-16,03 309.390.705 245.858.606-17,79 2008 22.336.164 12.171.944 62,01 481.197.626 443.918.406 55,53 2009 19.465.596 11.976.235-12,85 617.736.690 593.297.919 28,37 2010* 17.354.175 13.314.091-10,85 522.166.073 512.622.468-15,47 Laju Pertumbuhan Volume Laju Pertumbuhan 5,57 Ekspor Rata-Rata Volume Impor Rata-Rata 12,66 Sumber: Kementerian Pertanian, 2011 (Diolah) Keterangan: * Data Januari Oktober Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa volume dan nilai impor buah di Indonesia masih lebih besar dibandingkan volume dan nilai ekspornya. Komoditas buah-buahan yang dimaksud antara lain adalah pisang, nanas, alpukat, jambu, mangga, manggis, jeruk, belimbing, lemon, semangka, apel, durian, pir, ceri, leci, strawberi, dan rambutan yang diperdagangkan dalam bentuk segar maupun olahan. Rata-rata pertumbuhan impor buah di Indonesia meningkat sebesar 12,66 persen setiap tahun pada tahun 2006 sampai 2010, sedangkan rata-rata 2

pertumbuhan ekspor buah di Indonesia hanya sebesar 5,57 persen setiap tahun pada tahun 2006 sampai 2010. Sehingga neraca perdagangan buah-buahan Indonesia tahun 2006 sampai 2010 selalu bernilai negatif. Melihat kondisi tersebut, maka Indonesia dituntut untuk dapat meningkatkan dayasaing produk buah-buahan yang dihasilkannya agar mampu bertahan menghadapi persaingan global serta memanfaatkan peluang pasar yang ada dengan meningkatkan volume dan nilai ekspor buah-buahan Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji mengenai kemampuan dayasaing komoditas buah-buahan Indonesia, khususnya buah-buahan tropis. Salah satu jenis buah tropis yang sedang dikembangkan dan memiliki prospek yang cukup bagus ialah belimbing. Berdasarkan Lampiran 1, produksi belimbing di Indonesia dari tahun 2000-2009 memiliki trend (kecenderungan) positif dari tahun ke tahun dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 5,30 persen per tahun. Namun, sampai saat ini volume dan nilai ekspor buah belimbing di Indonesia masih sangat kecil, Indonesia mengekspor belimbing ke Jepang dan Saudi Arabia. Di sisi lain, Indonesia juga masih mengimpor belimbing dari Malaysia dan Taiwan dengan volume dan nilai yang lebih tinggi dibandingkan ekspornya. Perkembangan volume ekspor dan impor belimbing di Indonesia tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Belimbing Indonesia Tahun 2007-2010 Tahun Ekspor Impor Laju Laju Volume Nilai Volume Nilai (%) (%) (Kg) (US $) (Kg) (US $) 2007 25 104-8.521 2.333-2008 27 190 8,00 558 444-93,45 2009 19 86-29,63 3.656 1.017 555,20 2010* 383 182 1.915,79 3.202 6.914-12,42 Sumber: Kementerian Pertanian, 2011 Keterangan: *Data Januari Oktober Sesungguhnya Indonesia memiliki peluang yang sangat baik untuk meningkatkan kemampuan ekspor belimbing yang dihasilkannya. Hal tersebut terlihat dari dukungan produksi belimbing yang cenderung terus meningkat dan potensi pasar internasional yang besar. Pengimpor buah tropika terbesar dari 3

ekspor buah dunia adalah negara-negara Uni Eropa sebanyak 43 persen, Amerika Serikat sebanyak 16 persen, negara-negara di sekitar Uni Eropa sebanyak 6 persen, Federasi Republik Rusia sebanyak 5 persen, Jepang sebanyak 4 persen, dan negara-negara di Afrika, Asia Barat, Timur Tengah, Kanada, China, dan Amerika Latin sebanyak 24 persen (Kementerian Pertanian 2011). Jika terjadi peningkatan kemampuan ekspor belimbing Indonesia, diharapkan mampu meningkatkan devisa negara dan eksistensi Indonesia di mata dunia sebagai negara agraris yang beriklim tropis. Dilihat dari sisi produsen belimbing, tercatat sebanyak 33 provinsi di seluruh Indonesia merupakan daerah penghasil belimbing yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga Pulau Papua. Berdasarkan Lampiran 2, terlihat bahwa Pulau Jawa menempati urutan pertama sebagai penghasil belimbing terbanyak yaitu sebesar 67,66 persen dari total produksi belimbing di Indonesia. Provinsi-provinsi di Pulau Jawa yang menjadi sentra penghasil belimbing terdiri dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Yogyakarta. Pada tahun 2009, Provinsi Jawa Barat menjadi sentra penghasil belimbing di Pulau Jawa karena mampu memberikan kontribusi produksi dan produktivitas tertinggi pertama di Pulau Jawa. Jawa Barat menghasilkan produksi belimbing sebesar 31,91 persen dari total produksi belimbing di Pulau Jawa serta memiliki nilai produktivitas sebesar 451,10 kuintal per hektar (lihat Lampiran 3). Nilai produktivitas ini berada diatas rata-rata nilai produktivitas belimbing secara nasional, dimana nilai produktivitas belimbing nasional hanya sebesar 249,13 kuintal per hektar (lihat Lampiran 4). Provinsi Jawa Barat memiliki 26 wilayah penghasil belimbing yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota. Kota Depok menjadi wilayah penghasil belimbing tertinggi pertama di provinsi tersebut, dengan kontribusi produksi sebesar 43,66 persen dari keseluruhan produksi belimbing di Jawa Barat pada tahun 2009 (lihat Lampiran 5). Dengan demikian, Kota Depok merupakan sentra produksi belimbing di wilayah Jawa Barat. Belimbing di Kota Depok lebih dikenal dengan sebutan belimbing dewa. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 718/Kpts/TP.240/8/98, belimbing dewa merupakan salah satu komoditas buah unggulan Kota Depok yang berasal dari varietas dewa baru. Hal ini mendapat sambutan yang sangat baik 4

oleh pemerintah daerah Kota Depok. Pemerintah mencoba menjalankan perannya untuk membantu menguatkan citra belimbing dewa di Kota Depok dengan menjadikan belimbing sebagai icon Kota Depok sejak tanggal 21 Juli 2009. Pemerintah memiliki peran yang strategis dalam membantu kemajuan agribisnis belimbing dewa di Kota Depok. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan, maka penelitian mengenai analisis dayasaing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas belimbing penting untuk dilakukan. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Depok sebagai salah satu sentra produksi belimbing di Indonesia, khususnya untuk wilayah Jawa Barat. 1.2 Perumusan Masalah Belimbing dewa di Kota Depok telah lama diperdagangkan dalam bentuk buah segar ke beberapa wilayah di Indonesia, di antaranya ke wilayah Bandung dan Jabodetabek. Dalam rangka mengembangkan agribisnis belimbing di Kota Depok, pemerintah dan seluruh stakeholders belimbing dewa di Kota Depok mulai melirik pasar internasional untuk memasarkan produk unggulan serta icon Kota Depok tersebut. Adanya arus globalisasi atau era perdagangan bebas membuat keinginan untuk dapat menembus pasar internasional semakin terbuka lebar. Namun, untuk dapat menembus pasar internasional atau melakukan ekspor maka komoditas belimbing dewa di Kota Depok harus memiliki dayasaing agar mampu bertahan dan bersaing dengan produk-produk sejenis yang ada di mancanegara. Pembangunan dan pengembangan agribisnis belimbing dewa di Kota Depok tidak terlepas dari peran dan kebijakan pemerintah. Beberapa upaya dan kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah di antaranya yaitu melakukan penguatan citra belimbing dengan menjadikan belimbing sebagai icon Kota Depok, meningkatkan produktivitas dan kualitas belimbing dengan memfasilitasi pembuatan Standard Operational Procedure (SOP) dan Good Agriculture Practice (GAP) belimbing dewa Depok serta melakukan pembinaan dan pelatihan kepada petani dalam menerapkan SOP dan GAP tersebut, melakukan pengembangan pasar dan pemasaran belimbing dengan mendukung dan 5

memfasilitasi pendirian Pusat Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa Depok (Puskop) serta membantu pengembangan industri olahan belimbing dalam rangka meningkatkan nilai tambah yaitu dengan melakukan pelatihanpelatihan mengenai produk-produk turunan (pengolahan) dari belimbing kepada masyarakat serta memfasilitasi pendirian pabrik pengolahan belimbing. Pemerintah juga telah memberikan insentif input produksi kepada para petani belimbing di Kota Depok berupa pemberian bibit tanaman belimbing dewa, pupuk, pestisida, pembungkus buah belimbing, pompa air serta menyalurkan dana bantuan program Peningkatan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang dikelola oleh kelompok tani. Disamping itu, adanya Peraturan Menteri Keuangan No.241/PMK.011/2010 yang menaikkan bea masuk (pajak impor) sebesar lima persen atas produk bahan baku pertanian seperti pupuk dan obat-obatan dapat menyebabkan harga pupuk dan obat-obatan ditingkat petani menjadi lebih tinggi sehingga biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani akan meningkat. Adanya Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007 mengenai pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar sepuluh persen atas input-input produksi seperti peralatan, pupuk dan obat-obatan juga dapat menyebabkan harga-harga input produksi ditingkat petani menjadi lebih tinggi dan mengakibatkan biaya produksi meningkat. Selain itu, adanya inflasi dapat memengaruhi tingkat suku bunga dan membuat harga yang diterima petani menjadi berbeda dengan harga pada saat kondisi pasar persaingan sempurna (tidak ada distorsi pasar maupun intervensi pemerintah). Semua hal tersebut diduga akan memengaruhi tingkat keuntungan dan efisiensi usahatani belimbing dewa di Kota Depok. Perkembangan komoditas belimbing dewa di Kota Depok juga tidak terlepas dari kondisi pasar. Fluktuasi harga belimbing di pasar lokal dapat terjadi karena kualitas dan kuantitas belimbing yang ada di pasar. Pada saat jumlah belimbing melimpah maka harga belimbing di pasar cenderung akan menurun atau rendah dan sebaliknya ketika jumlah belimbing sedikit maka harga belimbing akan cenderung tinggi. Hal ini akan berpengaruh terhadap perubahan penerimaan dan keuntungan yang diperoleh oleh petani belimbing, termasuk petani belimbing di Kota Depok. 6

Input produksi merupakan faktor yang memengaruhi struktur biaya pengusahaan komoditas belimbing dewa. Input produksi yang digunakan dapat menentukan besarnya biaya yang dikeluarkan. Salah satu input produksi yang memiliki proporsi kebutuhan biaya paling tinggi dalam sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok adalah input tenaga kerja. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian dapat diketahui bahwa proporsi kebutuhan biaya tenaga kerja adalah sebesar 42,92 persen dari keseluruhan input produksi dalam pengusahaan belimbing dewa. Upah tenaga kerja cenderung meningkat setiap tahunnya. Peningkatan upah tenaga kerja tersebut dapat meningkatkan biaya produksi yang dikeluarkan. Besarnya biaya yang dikeluarkan diduga berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh. Selain tenaga kerja, input produksi yang memiliki proporsi kebutuhan yang cukup besar adalah pupuk. Pupuk anorganik (pupuk daun dan NPK) yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian adalah pupuk nonsubsidi. Harga pupuk anorganik nonsubsidi cenderung tinggi. Untuk mengendalikan tingginya harga tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) baik untuk pupuk bersubsidi maupun nonsubsidi. Namun, kemungkinan penyelewengan harga yang diberlakukan kepada petani sangat mungkin terjadi. Sehingga harga pupuk anorganik yang dibeli oleh petani menjadi lebih tinggi dari HET. Perubahan harga pupuk anorganik tersebut akan berpengaruh terhadap biaya produksi. Perubahan biaya produksi yang terjadi diduga akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Sulitnya pengendalian organisme pengganggu tanaman belimbing, khususnya hama ulat penggerek buah dapat mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah produksi buah belimbing yang dihasilkan oleh petani belimbing dewa di Kota Depok. Penurunan jumlah produksi ini diduga akan berpengaruh terhadap penerimaan dan keuntungan dari sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah komoditas belimbing dewa di Kota Depok memiliki dayasaing? 7

2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok? 3. Bagaimana dampak perubahan harga buah belimbing, upah tenaga kerja, harga pupuk dan jumlah output belimbing yang dihasilkan terhadap dayasaing belimbing dewa di Kota Depok? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok. 2. Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok. 3. Menganalisis dampak perubahan harga buah belimbing, upah tenaga kerja, harga pupuk dan jumlah output belimbing yang dihasilkan terhadap dayasaing belimbing dewa di Kota Depok. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan seperti : 1. Pemerintah, sebagai bahan masukan serta evaluasi bagi penetapan arah dan prioritas kebijakan pembangunan dayasaing komoditas belimbing dewa sebagai icon dan komoditas unggulan di Kota Depok. 2. Penulis, sebagai pengalaman dan wawasan baru yang berharga sekaligus sebagai media latihan dalam menerapkan ilmu yang diterima selama mengikuti perkuliahan di Departemen Agribisnis (Mayor) dan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (Minor). 3. Pihak akademis dan pembaca, sebagai informasi dan bahan referensi, baik untuk penelitian selanjutnya maupun bahan bacaan penambah wawasan. 1.5 Ruang Lingkup Mengacu pada permasalahan dan tujuan penelitian serta kendala yang ada, ruang lingkup penelitian ini terdiri dari : (1) analisis yang terbatas pada output belimbing dalam bentuk buah segar, bukan hasil olahannya. Karena di Kota 8

Depok, aktivitas pengolahan belimbing menjadi produk turunan masih sangat terbatas atau masih belum banyak dilakukan; (2) orientasi perdagangan yang dianalisis adalah kegiatan perdagangan belimbing pada wilayah lokal yaitu perdagangan belimbing mulai dari petani hingga sampai pada konsumen akhir yang ada di wilayah lokal, sehingga biaya angkut yang dianalisis dalam penelitian ini adalah biaya angkut mulai dari petani hingga konsumen akhir yang berada di wilayah lokal. Hal ini dilakukan mengingat belum adanya kegiatan ekspor belimbing yang dilakukan di lokasi penelitian atau Kota Depok. 9