1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi merupakan salah satu syarat penting menuju terciptanya kesejahteraan rakyat Indonesia. Pembangunan tersebut melibatkan banyak pihak yang satu dengan yang lainnya harus saling berinteraksi dengan baik agar memperoleh hasil yang optimal, pembangunan ekonomi suatu negara disamping memerlukan program pembangunan yang terencana dan terarah untuk mencapai sasaran pembangunan, faktor lainnya adalah dibutuhkannya modal atau dana pembangunan yang cukup besar. Peningkatan pembangunan ekonomi ataupun pertumbuhan perlu ditunjang dengan peningkatan dana pembangunan ekonomi. Umumnya negara mengalami keterbatasan dalam penyediaan dana pembangunan, untuk itu diperlukan mobilisasi dana dari masyarakat. Demikian pula negara Indonesia, hal ini dicirikan dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan pemerintah di bidang moneter, keuangan, dan perbankan. Industri perbankan memiliki fungsi sebagai lembaga perantara (intermediary) yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya pada sektor riil. Seperti diketahui perbankan nasional merupakan lembaga keuangan pengelola dana masyarakat yang paling besar dibandingkan lembaga keuangan lainnya. Sejak dasawarsa terakhir industri perbankan merupakan industri yang paling pesat perkembangannya terlihat dari sisi volume usaha, mobilisasi dana dari masyarakat dan fasilitas pemberian kredit pada sektor lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang perbankan antara lain paket deregulasi perbankan Tahun 1983, paket kebijakan 27 Oktober Tahun 1988, paket kebijakan Januari Tahun 1990, dan paket deregulasi perbankan 29 Mei 1993. Kebijakan pemerintah tentang deregulasi bidang perbankan ini dilihat dari satu sisi memang mampu menghasilkan banyak kemajuan antara lain pada sisi
2 jumlah Bank yang beroperasi. Jika pada tahun 1987 jumlah Bank yang beroperasi hanya 111 Bank dan terus bertambah mencapai titik tertinggi pada tahun 1995 dengan 240 Bank. Namun sejak terjadinya krisis ekonomi yang menghantam Indonesia, pada bulan Maret 1999 pemerintah melakukan kebijakan reformasi perbankan dengan melakukan 38 penutupan Bank, pengambilalihan 7 Bank, rekapitalisasi 9 Bank, dan mengintruksi 73 Bank untuk mempertahankan operasi tanpa mengikuti program rekapitalisasi sehingga pada tahun 2001 Bank yang tersisa berjumlah 151 Bank. Keadaan ini membuktikan bahwa perbankan Indonesia tidak memiliki pondasi yang kuat sehingga ketika terjadi masalah, likuditas dan solvabilitas langsung jatuh, dengan kata lain perbankan Indonesia sangat rapuh. Adapun masalah-masalah yang dihadapi perbankan Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Non Performing Loan yaitu jumlah kredit bermasalah yang meningkat tajam yang mengakibatkan Bank harus menyediakan cadangan penghapusan utang yang cukup besar sehingga kemampuan memberikan kredit menjadi terbatas. 2. Likuiditas yaitu masalah tingginya mobilitas dana masyarakat sehingga Bank melakukan rangsangan dengan suku bunga yang tinggi agar dana dapat terhimpun kembali. 3. Negative Spread yakni kondisi dimana biaya dana lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman. Akibatnya menimbulkan ketidakpercayaan deposan baik dalam dan luar negeri untuk menanamkan investasinya, akibat yang terjadi adalah capital flight atau pelarian modal keluar negeri oleh para investor. Laporan keuangan perbankan sangat buruk dengan adanya negative net income dan CAR yang tidak terpenuhi. Implikasi dari ketentuan CAR adalah Bank memiliki batasan dalam melakukan ekspansi kredit yang ditunjukkan oleh LDR. Batasan dalam melakukan ekspansi kredit akan menyebabkan pertumbuhan Bank tersebut semakin lambat, sehingga Bank harus memiliki modal yang memadai untuk melakukan ekspansi usaha yang mengakibatkan tambahan aktiva. Hal ini dimungkinkan terjadi dikarenakan adanya risiko-risiko yang dihadapi oleh
3 perbankan seperti : risiko kredit, risiko likuiditas, risiko suku bunga dan risiko kecukupan modal. Mengingat modal merupakan faktor yang penting bagi Bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian, maka Bank Indonesia menetapkan kewajiban penyediaan modal minimum Bank seperti yang diatur dalam surat keputusan Bank Indonesia Nomor 26/20/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993, Bank Indonesia menetapkan CAR yaitu kewajiban modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap Bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) sebesar 8%. Ketentuan CAR pada prinsipnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional yaitu sesuai standar Bank for International Settlement (BIS). Dengan ketentuan tersebut Bank wajib memelihara ketersediaan modal karena setiap pertambahan kegiatan Bank yang pada khususnya akan mengakibatkan pertambahan aktiva harus diimbangi dengan pertambahan modal sebesar 100 berbanding 8. Dilain pihak para pengelola Bank selalu dihadapkan pada pilihan untuk memenuhi atau menjaga kecukupan modal yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Seperti yang diuraikan diatas akibat ketetapan Bank Indonesia mengenai ketentuan CAR tersebut Bank-bank menjadi tidak leluasa untuk mengalokasikan kreditnya kepada masyarakat. Karena keterikatan kuat antara CAR dengan portofolio kredit sehingga jika sekiranya Bank terus melakukan ekspansi kredit ATMR Bank akan menurun drastis. Untuk mengurangi tingginya risiko yang dihadapi perbankan dalam penyaluran pinjaman yang diberikan dibandingkan dengan besarnya modal sendiri dan dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun Bank. Berdasarkan ketentuan yang sedang berlangsung dalam surat edaran Bank Indonesia Nomor 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 besarnya LDR ditetapkan oleh Bank Indonesia 85% - 110%. Selain CAR dan LDR, rentabilitas juga merupakan faktor penting dalam menilai tingkat kesehatan Bank. secara kuantitatif dapat dilihat dengan menggunakan enam macam tolak ukur. Perkembangan laba yang diperoleh perbankan dapat diketahui melalui laporan keuangan Bank, pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan analisis laporan keuangan guna memperoleh
4 informasi mengenai kinerja dan tingkat kesehatan Bank. Pada penelitian ini penulis menghitung tingkat rentabilitas dengan menggunakan Return on Asset (ROA) hal ini dikarenakan kemampuan Bank dalam menghasilkan laba akan tergantung pada kemampuan manajemen Bank dalam mengelola aktiva dengan liabilitasnya yang ada. Dari uraian diatas terlihat bahwa Bank dalam menjalankan kegiatan operasionalnya terutama dalam pemberian pinjaman harus tetap memperhatikan kecukupan modal yang dimilikinya, sehingga Bank tidak secara sembarangan melakukan ekspansi pinjaman hanya untuk memperoleh laba yang besar, juga agar tidak terlalu membatasi pinjaman hanya untuk menghindari risiko. Untuk itulah penulis tertarik untuk meneliti pengaruh kecukupan modal yang dimiliki Bank yang dinyatakan dengan CAR dan besarnya pemberian pinjaman yang dinyatakan oleh LDR terhadap Rentabilitas yang dinyatakan dengan ROA yang diperoleh Bank dengan judul penelitian : Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Rentabilitas Bank (ROA). 1.2. Identifikasi Masalah 1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari Loan to Deposit Ratio terhadap Rentabilitas Bank (ROA). 2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari Capital Adequacy Ratio terhadap Rentabilitas Bank (ROA). 3. Secara bersama-sama apakah ada pengaruh yang signifikan dari Loan to Deposit Ratio dan Capital Adequacy Ratio terhadap Rentabilitas Bank (ROA). 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari Loan to Deposit Ratio terhadap Rentabilitas Bank (ROA). 2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari Capital Adequacy Ratio terhadap Rentabilitas Bank(ROA).
5 3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan secara bersamasama dari Loan to Deposit Ratio dan Capital Adequacy Ratio terhadap Rentabilitas Bank(ROA). 1.4. Kegunaan penelitian Penulis berharap agar penelitian yang dilakukan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut : 1. Bagi Kalangan Akademik Penelitian yang dilakukan dapat menambah pengetahuan dan menjadi pedoman dalam menganalisis. 2. Bagi Kalangan Praktisi Hasil penelitian dapat menjadi masukan, informasi dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan di masa yang akan datang dan memberikan pengetahuan dalam praktik sesungguhnya. 1.5. Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan usahanya sebagai lembaga keuangan, kegiatan Bank sehari-hari tidak terlepas dari bidang keuangan sama seperti halnya perusahaan lain. Kegiatan pihak perbankan secara sederhana dapat kita katakan sebagai tempat melayani segala kebutuhan para nasabahnya. Para nasabah datang silih berganti baik sebagai pembeli jasa maupun penjual jasa yang ditawarkan. Hal ini sesuai dengan kegiatan utama Bank yaitu membeli uang dari masyarakat (menghimpun dana) melalui simpanan dan kemudian menjual uang yang diperolehnya dari penghimpunan dana dengan cara (menyalurkan dana) kepada masyarakat umum dalam bentuk pinjaman. Hal ini ditegaskan oleh Undangundang Nomor 7 tahun, 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang menyebutkan bahwa: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari dalam masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dan bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
6 Kemudian menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 31 mengenai Bank adalah: Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial Intertmediary) antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak-pihak yang memerlukan dana (deficit unit) serta sebagai lembaga yang berfungsi mempelancar lalu lintas pembayaran. Juga dikemukakan oleh Y.Sri Susilo Dkk (2000:52): Dana yang telah berhasil dikumpulkan (dihimpun) disalurkan dalam berbagai macam bentuk penyaluran dana (pinjaman) dengan tujuan dasar untuk memperoleh penerimaan. Loan to Deposit Ratio adalah rasio yang menunjukkan seberapa besar pinjaman yang diberikan atau didanai oleh pihak ketiga. Atau menurut Gibson (1998:725) Loan to deposit ratio is a type of asset to liability ratio. Loan comprise a large portion of the Bank asset and as principal obligation are the deposit that can be drawn on request within time limitation this is a type of debt coverage ratio and it measured the positive of the Bank with regard to talking rush. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam usahanya untuk menghimpun dana dan menyalurkan dana tersebut kepada sektor riil, Bank hanya dapat mengelola tingkat rasio likuiditasnya yang diukur dengan LDR. Rasio ini mengindikasi mengenai jumlah dana dari pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit, semakin besar LDR suatu Bank semakin besar pula jumlah kredit yang diberikan oleh Bank dibandingkan jumlah dana pihak ketiga ditambah modal inti. Capital Adequacy Ratio adalah rasio yang menunjukkan kecukupan modal yang ditetapkan lembaga pengatur yang berlaku dalam industri-industri yang berada di bawah pengawasan pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia. Rasio ini dimaksudkan menilai keamanan dan kesehatan perusahaan dari sisi modal pemilik. Di Indonesia standar CAR adalah 8%. Rasio ini menunjukkan sejauh mana modal pemilik dapat menutupi aktiva risiko.
7 Rentabilitas Bank adalah kemampuan Bank mendapatkan laba melalui semua sumber yang ada seperti kas, aktiva, dan modal. Penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas Bank tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP 31 Mei 2004 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 12 April 2004 dengan mengunakan beragam macam indikator antara lain: Pengembalian atas aktiva (ROA) Pengembalian atas ekuitas (ROE) Margin bunga bersih (NIM) Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) Pertumbuhan laba operasional Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya Prospek laba operasional Meski ada beragam indikator penilaian rentabilitas yang lazim digunakan oleh Bank, yang akan penulis pergunakan adalah nilai ROA karena memperhitungkan bagaimana kemampuan manajemen Bank dalam memperoleh rentabilitasnya dan manajerial efisiensi secara menyeluruh. Nilai ROA yang mengindikasikan bahwa suatu Bank dapat dikatakan sehat adalah lebih dari 1.15%. Lukman Dendawijaya (2000:120) menjelaskan bahwa: Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen Bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan, semakin besar ROA suatu Bank semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai Bank tersebut dan semakin baik pula posisi Bank tersebut dari segi penggunaan aktiva. Hubungan antara Loan to Deposit Ratio dan Capital Adequacy Ratio terhadap Rentabilitas Bank adalah bahwa kedua rasio tersebut menunjukkan tingkat kesehatan Bank apabila Bank sehat maka kemampuan Bank dalam menciptakan laba akan bertambah. Selanjutnya paradigma penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.1 Paradigma Penelitian
8 Bank Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Bank Penilaian Tingkat Kesehatan Bank CAR Manajemen Likuiditas Kualitas aktiva Rentabilitas (ROA) LDR Berdasarkan uraian di atas maka Penulis dapat merumuskan hipotesis sebagai berikut: Loan to Deposit Ratio dan Capital Adequacy Ratio yang baik akan menunjang Rentabilitas Bank (ROA). 1.6. Metodologi Penelitian Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode asosiatif atau hubungan. Menurut Prof.Dr. Sugiyono (2004:11) metode asosiatif adalah : Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian ini terdapat tiga variabel yang dihubungkan untuk mencari hubungan antara variabel-variabel tersebut. Disini penulis akan mengungkapkan hubungan kausal atau sebab akibat antara Loan to Deposit ratio dan Capital Adequacy ratio terhadap Rentabilitas Bank
9 I.7. Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam mengumpulkan data yang diperlukan penulis melakukan studi survei terhadap 4 Bank milik pemerintah yang laporan keuangannya dipublikasikan di website www.bi.go.id. Adapun waktu yang direncanakan hingga penelitian ini selesai adalah dari awal bulan Maret hingga bulan Juli 2006.