BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

Interpretasi Citra dan Foto Udara

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

Penggunaan data informasi penginderaan jauh terutama

IV. PENGINDERAAN JAUH

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

II METODE PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

PENELITIAN FISIKA DALAM TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING PERUBAHAN GARIS PANTAI (STUDI KASUS DI WILAYAH PESISIR PERAIRAN KABUPATEN KENDAL)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

MONITORING PERUBAHAN LANSEKAP DI SEGARA ANAKAN, CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN CITRA OPTIK DAN RADAR a. Lilik Budi Prasetyo. Abstrak

Sumber bacaan 4/30/2012. Minggu 10: Klasifikasi Data Citra KOMBINASI WARNA

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Satelit Landsat

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

KAWASAN TERPADU RIMBA DI 3 KABUPATEN PRIORITAS (Kab. Kuantan Sengingi, Kab. Dharmasraya dan Kab. Tebo)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

APLIKASI CITRA ALOS PALSAR RESOLUSI 50 m DAN CITRA ALOS AVNIR-2 RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN

PENILAIAN DAN KUNCI PENGELOLAAN LAHAN BASAH:

LAMPIRAN 1 HASIL KEGIATAN PKPP 2012

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Gambar 7. Lokasi Penelitian

JENIS CITRA

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Titik Panas

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SIG (Sistem Informasi Geografis) Menurut Jaya (2002), SIG adalah sistem berbasis komputer yang terdiri atas perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data geografis dan sumberdaya manusia (brainware) yang mampu merekam, menyimpan, memperbaharui, menampilkan, dan menganalisis informasi yang bereferensi geografis. Kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan SIG. SIG didesain untuk menerima data spasial dalam jumlah besar dari berbagai sumber dan mengintregrasikannya menjadi sebuah informasi, salah satu jenis data ini adalah data penginderaan jauh. Penginderaan jauh adalah imu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan satu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1979). Wikantika (2008) menjelaskan bahwa secara garis besar tutupan lahan (land cover) mengacu pada wilayah vegetasi atau non vegetasi dari sebagian permukaan bumi, sedangkan tata guna lahan (land use) merupakan wilayah yang digunakan untuk aktivitas manusia di sebagian permukaan bumi. Penutupan tipetipe tata guna lahan dan tutupan lahan dapat dilakukan dengan cara pengamatan dari citra satelit atau bisa juga dari foto udara, selain itu diperlukan juga pengecekan ke lapangan. 2.2 Karakter Citra LANDSAT TM Citra LANDSAT TM dirancang meliputi daerah yang luas untuk pandangan secara keseluruhan. Keberadaan atau arti ciri-ciri geologi yang besar dapat nampak jelas pada citra LANDSAT TM, tetapi mudah diabaikan pada fotografi konvensional karena dibutuhkan jumlah foto udara yang banyak untuk meliputi suatu kawasan yang sama. Frekuensi yang tinggi dalam ulangan pengambilan liputan yang dilakukan oleh citra LANDSAT TM lebih cukup untuk

4 mendapatkan peta tahunan yang terbaru dan untuk mengikuti perubahanperubahan yang terjadi sepanjang waktu (Paine 1992) Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, citra LANDSAT TM mempunyai kelebihan baik dari segi resolusi spasial maupun resolusi spektral, resolusi spasial 30x30 m dan resolusi spektral sebanyak 7 (tujuh) band. Selain itu kepekaan radiometriknya dengan laju pengiriman data yang lebih cepat dan fokus penginderaan informasi yang berkaitan dengan vegetasi (Lo 1996) Tabel 1 Saluran Citra LANDSAT Saluran Kisaran Gelombang (μm) Kegunaan Utama 1 0,45 ~ 0,52 2 0,52 ~ 0,60 3 0,63 ~ 0,69 4 0,76 ~ 0,90 5 1,55 ~ 1,75 Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi. Pembedaan vegetasi dan lahan. Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan. Pengamatan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan untuk membedakan tanaman sehat terhadap tanaman yang tidak sehat. Saluran terpenting untuk membedakan jenis vegetasi. Saluran ini terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil. Saluran yang peka terhadap biomasa vegetasi. Juga untuk identifikasi jenis tanaman. Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air. Saluran penting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, kondisi kelembaban tanah.

5 Tabel 1 Lanjutan Saluran Kisaran Gelombang (μm) Kegunaan Utama 6 2,08 ~ 2,35 7 10,40 ~ 12,50 Untuk membedakan formasi batuan dan untuk pemetaan hidrotermal. Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi. Pembedaan kelembaban tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala termal. Sumber : Lillesand dan Kiefer (1990) Dwi (2010) menjelaskan bahwa interpretasi citra merupakan kegiatan mengidentifikasi objek melalui citra inderaja. Kegiatan ini merupakan kegiatan terpenting dalam inderaja. Untuk dapat mengidentifikasi objek melalui citra perlu dibantu dengan unsur-unsur interpretasi yang terdiri dari rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, asosiasi. 1. Rona dan warna. Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada citra, dengan demikian rona merupakan tingakatan dari hitam ke putih atau sebaliknya. Warna adalah wujud yang tampak pada mata, menunjukkan tingkat kegelapan yang beragam warna biru, hijau, kuning, merah, jingga dan lainnya. 2. Bentuk. Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan kerangka suatu objek. Dalam konteks ini bentuk dapat berupa bentuk yang tampak dari luar (umum), maupun menyangkut susunan atau struktur yang lebih rinci. Contoh: gedung perkantoran biasanya berbentuk huruf I, L, atau U. Pohon kelapa berbentuk bintang, sedang pinus berbentuk kerucut. 3. Ukuran. Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Sebagai contoh: ukuran suatu rumah dibedakan apakah rumah hunian, kantor atau pabrik. Rumah hunian biasanya ukurannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan perkantoran atau pabrik. 4. Tekstur. Tekstur biasanya dinyatakan dalam wujud kasar, halus atau bercakbercak. Contoh: hutan biasanya tampak bertekstur kasar, sedangkan belukar

6 bertekstur sedang, dan semak bertekstur halus. Permukaan air bertekstur halus, tanaman pekarangan bertekstur sedang, dan sawah bertekstur halus. 5. Pola. Pola merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek buatan manusia dan beberapa obyek alamiah yang membentuk susunan ruang. Contoh : perumahan real estate dikenali dengan pola yang teratur, sedangkan perkampungan menyebar tidak teratur, perkebunan polanya teratur dan dapat dibedakan dengan vegetasi yang lain. 6. Bayangan. Bayangan objek atau gejala yang terletak di daerah bayangan umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang tampak samar-samar. Namun demikian merupakan faktor penting untuk mengamati obyek-obyek yang tersembunyi. Contoh: cerobong asap pabrik, menara, bak air yang dipasang tinggi akan tampak dari bayangan, lereng yang terjal akan tampak jelas dari bayangan. 7. Situs. Situs merupakan hasil pengamatan dari hubungan antar objek di lingkungan sekitarnya atau letak suatu objek terhadap objek lain, jadi bukan mencirikan suatu objek secara langsung. Contoh: sitius kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi memerlukan pengaturan air yang baik, kompleks pemukiman biasanya memanjang disepanjang jalan, pada tanggul alam, dan pinggir bentang pantai. 8. Asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Berdasarkan asosiasi bila telah dikenali satu objek tertentu, maka dapat dijadikan petunjuk bagi obyek yang lain. Contoh: jalan kereta api tentu berasosiasi dengan jalan rel kereta api yang berderet, lapangan sepak bola berasosiasi dengan tiang gawang, tribun penonton untuk stadion yang besar. Menurut Wasit (2010), kaitannya dengan pengaturan band citra merupakan langkah penting untuk interpretasi obyek. Pengaturan band citra pada dasarnya merupakan upaya mencirikan kenampakan obyek berdasarkan rona dan warna sebagai unsur dasar interpretasi. Setiap obyek pada dasarnya memiliki kenampakan tertentu berdasarkan rona dan warna, baik warna alami maupun warna palsu. Petunjuk pengenalan obyek dari perbandingan band citra untuk citra LANDSAT berikut :

7 Tabel 2 Petunjuk pengenalan obyek dari perbandingan band Citra LANDSAT R, G, B Informasi Obyek Permukaan Lahan 3,2,1 Kombinasi warna alami, menampakkan vegetasi hutan berwarna hijau, dan tanaman pertanian berwarna coklat kuning, jalan berwarna abu abu, 4,3,2 air tampak biru muda atau putih. Daerah bervegetasi berwarna merah, permukiman berwarna biru cyan, dan tanah terbuka bervariasi dari coklat gelap ke terang. Es, salju dan awan berwarna putih atau cyan. 3,4,2 Daerah bervegetasi hijau muda, permukaan tanah terbuka tampak coklat, coklat kemerahan, permukiman tampak ungu, sungai tampak biru tua 4,5,1 4,5,3 dan awan tampak putih. Vegetasi berwarna hijau teduh, kuning merah, coklat atau kuning, obyek tanah berwarna coklat, permukiman tampak biru terang, putih, cyan atau abu-abu, lahan baru dibuka atau vegetasi yang tumbuh jarang Kombinasi juga memunculkan vegetasi berwarna hijau teduh, coklat dan kuning merah, daerah permukiman tampak biru muda, air tampak biru tua, daerah yang berair tampak biru dan tanah tampak coklat 5,4,3. 5,4,2 5,3,1 Seperti kombinasi 4 5 1 vegetasi akan muncul, hijau, dan kuning coklat. Vegetasi yang sehat tampak hijau dan ungu muda, permukiman berwarna merah muda, tubuh air atau tanah yang berair tampak biru. Vegetasi tampak hijau, coklat dan kuning terang, permukiman tampak merah muda, tubuh air atau daerah yang berair tampak biru sangat gelap. Kombinasi ini akan memunculkan tekstur topografi. Seperti halnya kombinasi 5,4,1 kenampakan obyek vegetasi hijau, coklat dan kuning Sumber : Wasit (2010) terang, permukiman tampak merah muda, tubuh air atau daerah yang berair tampak biru sangat gelap Kenampakan obyek berdasarkan perbandingan band tersebut tergantung pada band citra yang tersedia dan resolusi dari citra satelit. Pada citra dengan komposit band 543, dapat dengan mudah dibedakan antara obyek vegetasi dengan non vegetasi. Obyek bervegetasi dipresentasikan dengan warna hijau, tanah kering dengan warna merah, komposit ini paling popular untuk penerapan di bidang

8 kehutanan (Kementerian Kehutanan). Citra dengan komposit band 543, mempunyai kelebihan mudah untuk membedakan obyek yang mempunyai kandungan air atau kelembapan tinggi. Obyek dengan tingkat kelembapan atau kandungan air tinggi akan dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap secara kontras (Martono 2010) 2.3 Karakteristik ALOS PALSAR ALOS (Advanced Land Observing Satellite) merupakan satelit Jepang yang diluncurkan oleh Japan Aerospace Exploration Agency pada Januari 2006. Dalam bahasa Jepang satelit ini diberi nama DAICHI. ALOS mengelilingi bumi pada ketinggian 691,65 km dengan sudut inklinasi 98,16. Untuk mengelilingi bumi ALOS memerlukan waktu 100 menit atau 14 kali sehari dan kembali pada titik awal setiap 46 hari. ALOS mempunyai tiga instrumen penginderaan jauh yaitu PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping) untuk pemetaan ketinggian, AVNIR-2 (Advanced Vicible and Near-Imfrared Radiometer type-2) untuk pengamatan lahan dan daerah coastal, dan PALSAR (Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar) sebuah sensor gelombang mikro yang dapat melakukan pengamatan lahan pada siang dan malam hari tanpa dipengaruhi awan. PALSAR mempunyai 3 metode observasi, yaitu High Resolution Mode, ScanSAR Mode dan Polarimetry Mode. Secara umum karakteristik PALSAR disajikan pada Tabel 3.

9 Tabel 3 Karakteristik utama PALSAR Mode Fine ScanSAR Polarimetric Bandwidth 28MHz 14MHz 14,28MHz 14MHz Polarization HH or VV HH+HV or VV+VH HH or VV HH+HV+VH+VV Incidence 8-60deg. 8-60deg. 18-43deg. 8-30deg. Angle Range 7-44m 14-88m 100m 24-89m Resolution Swath 40-70km 40-70km 250-350km 20-65km Quantization 5bits 5bits 5bits 3 or 5bits Date Rate 240 Mbps 240Mbps 120Mbps, 240Mbps 240 Mbps Center Frequency Sumber: ERSDAC (2006) 1270MHz(L-band) JAXA (2006) menjelaskan bahwa sensor PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh pada kondisi cuaca. Melalui salah satu metode observasinya, yakni ScanSAR sensor ini memungkinkan untuk melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang cukup luas 250 hingga 350 km. Bentuk dari 6 instrumen PALSAR dan prinsip pengambilan objeknya disajikan pada Gambar 1 Sumber: JAXA (2006) Gambar 1 Prinsip geometri PALSAR. Polarisasi dari sinyal radar merupakan bentuk gelombang yang diterima ke arah radar atau backscatter yang dapat berupa polarisasi horisontal (H) atau vertikal (V). Beberapa sistem radar dapat memancarkan kedua arah tersebut.

10 Dengan demikian terdapat empat kombinasi dari pemancaran dan penerimaan polarisasi sebagai berikut : HH Memancarkan dan menerima secara horisontal VV Memancarkan dan menerima secara vertikal HV Memancarkan secara horisontal dan menerima secara vertikal VH Memancarkan secara vertikal dan menerima secara horisontal Purwadhi (2001) menjelaskan bahwa kecerahan dari kenampakan objek pada citra radar terkait dengan pancaran energi yang dikembalikan ke sensor oleh benda-benda permukan bumi (target). Pada prinsipnya semakin besar tenaga gelombang yang dipantulkan oleh suatu objek maka warna atau penampakan objek pada citra radar akan semakin cerah, demikian juga untuk sebaliknya. Intensitas atau kekuatan tenaga pantulan tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh dua sifat utama yaitu sifat objek yang diindera dan sistem sensor radar yang digunakan. Sifat objek citra radar dipengaruhi oleh: (1) Aspek/arah lereng yang menyebabkan perbedaan arah menghadap ke sensor; (2) Kekasaran permukaan yang menyebabkan perbedaan pantulan pulsa radar; (3) Perbedaan complex dielectrik constant (ukuran kemampuan objek atau benda untuk memantulkan 4 atau meneruskan pulsa/tenaga radar) dari objek; (4) Arah objek berhubungan dengan sudut pengamatan antena terutama terhadap arah pantulan pulsa radar. Pada permukaan kasar, energi microwave akan dipencarkan (scatter) ke beberapa arah sekaligus, ini disebut sebagai difuse atau reflektansi tersebar. Permukaan vegetasi akan menyebabkan hal ini dan terlihat lebih cerah pada citra radar. Pencaran diskrit dicirikan oleh bentuk geometri sederhana seperti bangunan. Bentuk pencaran yang terjadi biasanya seperti reflektor sudut, biasanya terbentuk oleh bentuk yang saling interseksi. Gambar 2 Bentuk bentuk refleksi atau backscatter SAR.

11 Tingkat kekasaran permukaan ditentukan oleh panjang gelombang yang digunakan dan sudut pandang. Secara umum sebuah permukaan dianggap halus apabila variasi ketinggiannya lebih kecil dari panjang gelombang (1/2 panjang gelombang). Pada sebuah permukaan tertentu, kenampakan kekasaran akan terlihat meningkat apabila sudut pandang meningkat. Permukaan kasar akan terlihat lebih cerah di atas citra radar dibanding permukaan yang halus, sekalipun materialnya sama. Sebuah objek kecil dapat terlihat sangat cerah pada citra radar. Hal ini dapat terjadi tergantung dari konfigurasi geometrik objek tersebut. Dinding bangunan atau jembatan, dengan kombinasi reflektansi dari tanah dapat membentuk reflektor sudut. Apabila dua buah objek membentuk sudut dan mengarah pada radar, maka dapat terjadi reflektor sudut dihedral yang kuat kalau permukaan refleksinya tegak lurus dengan arah sensor radar. Reflektansi kuat juga terjadi apabila timbul reflektansi sudut trihedral. Peneliti seringkali menempatkan reflektor sudut di lapangan sebagai titik acuan koreksi bagi citra radar. 2.4 Penggunaan Citra LANDSAT untuk Identifikasi Tutupan Lahan Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan menggunakan citra LANDSAT telah dilakukan sebelumnya. Harjadi Beny, C. Nugroho, S.P. dan Teguh Setiaji (1999) dalam penelitiannya menggunakan citra LANDSAT resolusi 30 m tahun 1997 di Provinsi Jambi. Penelitian ini mengidentifikasi sebanyak 7 (tujuh) kelas tutupan lahan, yaitu : non kelas, badan air, hutan gambut, tegalan, semak belukar, hutan kering, dan non hutan. Menurut Ikhwan (1999) dalam penelitiannya mengenai deteksi perubahan penutupan hutan dan lahan akibat kebakaran di Provinsi Riau menggunakan citra LANDSAT kombinasi band 5-4-3 tahun 1997 didapat hasil identifikasi sebanyak 8 (delapan) kelas penutupan lahan, yaitu : logged-over forest, tanah kosong, perkebunan, padang rumput/semak, lahan terbuka tak bervegetasi dengan tunggak-tunggak kayu hangus, awan, bayangan awan, dan penutupan air. Penelitian Priyatna (2007) di Kabupaten Bogor menggunakan citra LANDSAT TM Multi waktu, interpretasi visual citra dapat diidentifikasi sebanyak 13 kelas tutupan lahan dengan menggunakan kombinasi band 5-4-3. Tutupan lahan tersebut, yaitu : badan air, sawah, tanah kosong, padang rumput,

12 pemukiman, semak, kebun campuran, kebun karet, kebun teh, tegakan pinus, hutan daun lebar, awan dan bayangan awan. Hasil penelitian Laksono (2008) di Kabupaten Rembang menggunakan citra LANDSAT TM resolusi 30 m tahun 1996 mampu mengidentifikasi sebanyak 7 kelas tutupan lahan, yaitu : hutan rapat, hutan kerapatan sedang, hutan jarang, lahan pertanian, pemukiman, pemukiman + kebun campuran, dan tambak. Dalam penelitian Wasit (2010) mengenai interpretasi citra, citra LANDSAT dapat mengidentifikasi sebanyak 10 (sepuluh) kelas tutupan lahan, yaitu : hutan rakyat, hutan sekunder, kebun campuran, lahan terbuka (galian c), permukiman penduduk, semak belukar, lahan sawah, tegalan, tubuh air (sungai) dan jalan. 2.5 Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR juga telah dilakukan sebelumnya. Hendrayanti (2008) dalam penelitiannya menggunakan citra komposit HH-HV-HH resolusi 200 m di Pulau Jawa mampu mengidentifikasi obyek ke dalam 4 kelas penutupan lahan yaitu : tubuh air, lahan pertanian, hutan atau vegetasi biomassa rendah, dan hutan atau vegetasi biomassa tinggi. Riswanto (2009) menggunakan citra komposit yang sama, HH-HV-HH resolusi 200 m di Pulau Kalimantan mampu mengidentifikasi obyek ke dalam 4 kelas tutupan lahan, yaitu : badan air, vegetasi jarang, vegetasi sedang, dan vegetasi rapat. Hasil penelitian Radityo (2010) menggunakan citra komposit HH-HV- HH/HV resolusi 50 m di Pulau Kalimantan terdapat 8 obyek penutupan lahan yang mampu dibedakan, yaitu : badan air, lahan terbuka, lahan terbangun, belukar rawa, hutan mangrove, pertanian/kebun campuran/semak, perkebunan sawit, dan hutan. Pada penelitian Bainnaura (2010) dengan menggunakan citra komposit HH-HV-HH/HV resolusi 50 m di Kabupaten Bogor dan Sukabumi mampu mengidentifikasi adanya 12 kelas tutupan lahan, yaitu : badan air, landasan udara, hutan lahan kering, kebun campuran, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit,

13 perkebunan teh, pertanian lahan kering, perumahan, sawah, semak belukar, dan tanah terbuka. Penelitian Puminda (2010) di Provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan menggunakan citra komposit yang sama (HH-HV-HH/HV) mampu mengklasifikasikan obyek dalam 8 (delapan) kelas, yaitu : badan air, hutan tanaman pinus, kebun campuran, pertanian lahan kering, hutan tanaman jati, lahan terbangun, sawah, dan kebun kelapa. Salman (2011) dalam penelitiannya menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dengan komposit HH-HV-HH/HV di Provinsi Bali mampu mengidentifikasi citra sebanyak 11 kelas tutupan lahan, yaitu : badan air, landasan udara, hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, lahan terbuka, padang rumput, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah, dan tambak. Hasil penelitian Nurhadiyatin (2011) di Kabupaten Brebes, Cilacap, Banyumas, dan Ciamis menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m dengan komposit HH-HV-HH/HV mampu mengidentifikasi 9 (Sembilan) kelas penutupan lahan, yaitu : badan air, hutan tanaman sedang-tua, hutan tanaman muda, kebun campuran, perkebunan karet sedang-tua, perkebunan karet muda, pemukiman, sawah diolah/digenangi air, dan sawah bervegetasi.