Selangkah Menuju Hutan Adat To Kulawi Uma di Moa

dokumen-dokumen yang mirip
Abstract. Page 2 of 14

LAPORAN STUDY DAN PENDOKUMENTASIAN. Ir. Yusak Jore Pamei, M.Si Hadiyanto, S.Hut ASI. OLEH : Ir. YUSAK JORE PAMEI,MA HADIYANTO, S.

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2012

I. PENDAHULUAN. besar yaitu 76% dari total kebutuhan air. Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah, terletak antara 2 lintang utara -

Oleh : Sri Wilarso Budi R

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vii ABSTRAK viii ABSTRACT. ix

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik serta ciri khas masyarakatnya berdasarkan etnografisnya. Perbedaanperbedaan

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

BAB V KESIMPULAN. A. Analisis dari periodesasi di atas secara rinci diuraikan sebagai berikut 1. Perkembangan Penduduk dan Luas Ladang

Kasus Pengelolaan Kolaboratif Hutan: Small Grant Programme for the Promotion of Tropical Forest (SGP PTF)

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

BAB I. PENDAHULUAN A.

PENDAHULUAN Latar Belakang

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

S. Andy Cahyono dan Purwanto

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

BAB III TINJAUAN WILAYAH BANTUL

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

BAB III GAMBARAN KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS (TNBD)

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kedaulatan dan Kemandirian Masyarakat Adat Melalui Pencapaian Pengelolaan Hutan Adat Lestari

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

ANALISIS MANAJEMEN HUTAN ADAT DI DESA TORO KECAMATAN KULAWI KABUPATEN DONGGALA

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN ADAT MORONENE TOBU HUKAEA LAEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBAGA ADAT MORONENE ADATI TOTONGONO WONUA TOBU HUKAEA LAEA

QANUN MUKIM PALOH NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN MUKIM LANGO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN HUTAN ADAT MUKIM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

TRANSEK TREN KALENDER MUSIM ANALISIS KELEMBAGAAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial

KONSEP DASAR SOSIOLOGI PERDESAAN. Pertemuan 2

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI

Judul. Rehablitasi Lahan Dan Hutan Melalui Pengembangan Hkm Untuk Peningkatan Daya Dukung DAS Moyo Kabupaten Sumbawa Lembaga Olah Hidup (Loh)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

PROSES PENGAJUAN PERHUTANAN SOSIAL

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pekarangan pada dasarnya merupakan lahan di sekitar rumah yang di

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

Warta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

Alang-alang dan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan

BUPATI ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG NOMOR 1 TAHUN 2016

Transkripsi:

Selangkah Menuju Hutan Adat To Kulawi Uma di Moa PENGANTAR Kebijakan Pemerintah Daerah Kab Sigi, tentang pengakuan Masyarakat adat dan hutan adat merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan REFORMA AGRARIA yang masuk dalam bagian RPJMD Kab, Sigi periode 2016-2021. Sebagaimana ditegaskan dalam produk hukum konsideran SK 189.1-521 Tahun 2015 : Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat To Kaili dan To Kulawi di Kabupaten Sigi Bahwa : 1. pengakuan, penghormatan dan perlindungan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dan hak tradisionalnya merupakan amanat KONSTITUSI (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) sebagaimana Pasal 18b dan Pasal 28i 2. pemberian pengakuan adalah penerimaan atas realitas social budaya masyarakat kabupaten Sigi. Sebaliknya, Tidak mengakui berarti mengingkari realitasi social budaya yang ada di dalam masyarakat Sigi 3. pengakuan MHA serta Hak Asal usulnya merupakan langkah perlindungan terhadap masyarakat dan kehidupanya. Karena memberikan kepastian hukum dan landasan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendapatkan pengakuan atas haknya. Misalnya hak atas HUTAN ADAT 3. Keputusan Bupati Nomor. 189-014 Tahun 2017 tentang perlindungan dan pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kulawi di Marena, kecamatan Kulawi. Selanjutnya keputusan Bupati Sigi Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat yang sementara dalam proses ditahun 2018 yang difasiltasi oleh Karsa institute Palu dan Kemitraan Jakarta melalui Program Peduli terdiri dari Masyarakat Hukum adat: 1. Masyarakat hukum adat To Kulawi Uma di Moa Kec, Kulawi Selatan 2. Masyarakat hukum adat To Kulawi Uma di Masewo, Kec,Pipikoro 3. Masyarakat Hukum Adat To Kulawi di Ngata Toro, Kec. Kulawi. Saat ini produk hukum Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat yang telah tersedia antara lain: 1. Perda No 15 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat 2. Keputusan Bupati Sigi Nomor 189.1-521 Tahun 2015 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat To Kaili dan To Kulawi di Kabupaten Sigi

a. sejarah komunitas To Kulawi Uma di Moa Komunitas Masyarakat Adat To Kulawi Uma di Moa (To I Moa), salah satu suku asli berbahasa Uma yang mendiami lembah yang diapit oleh pegunungan Bulu Moa bagian barat, di bagian timur Bulu Pepa, dibagian Selatan Bulu Kalari dan di bagian Utara Bulu Lampo. Pada awalnya pemukiman To i Moa berada di sekitar hutan pegunungan Boku dan Haluboko di sepanjang pinggiran sungai koro (Lariang) yang kini telah menjadi kawasan hutan negara dengan fungsi Konservasi dan Lindung. Moa yang kini menjadi desa, dulunya merupakan huaka dan dodoha komunitas masyarakat adat To Kulawi Uma di Moa yang dimanfaatkan sebagai tempat berladang dan berburu bagi komunitas masyarakat adat Moa yang tinggal di Boku dan Haluboko. Pada tahun 1911, Walter Kauderen (antropolog) berkunjung ke daerah Kulawi bagian selatan dan menemukan komunitas yang berbahasa Uma (sub rumpun suku Kulawi) yang sudah berdiam di kampung Boku, Haluboko, dan sebagian ada di Moa untuk berladang yang dipimpin oleh seorang Totua ngata (kepala suku) yang bernama Sangkila. Kemudian pada masa pemerintahan kolonial Belanda masuk diwilayah tersebut, menggabungkan dua pemukiman besar Boku dan Haluboko menjadi sebuah ngata/desa secara permanen sebagai cara untuk melokalisir penduduk saat itu, sehingga memudahkan pemerintahannya berjalan, dengan membangun rumah tinggal penduduk dan membuka areal persawahan penduduk di sekitar wilayah Moa. b. sistim zonasi wilayah adat Sesuai dengan kearifan lokal To Kulawi Uma di Moa dulunya mengenal pembagian zonasi pemanfaatan lahan dan perlindungan terhadap wilayah adatnya meliputi : a) pongataa: permukiman (perumahan, fasilitas umum sekolah, fasilitas umum, baruga, dsb). b) polidaa :persawahan (diusahakan untuk budidaya padi sawah, minatani, ternak itik). c) pampa: kebun campuran, kombinasi tanaman keras dan musiman tanaman pangan Palawija (pokopia, pocoklat,ubi kayu, ubi jalar, sayur-sayuran, tanaman penghasil bumbu dapur, tanaman buah-buahan, kayu-kayuan, pandan (tanaman penyedap atau bahan kerajinan). d) lamara :lokasi penggembalaan, umumnya berupa hutan sekunder yang sudah tua (Oma tua), namun tidak menutup kemungkinan di hutan primer (ponulu). Keberadaan lamara harus ditunjang dengan adanya Kana (tempat minum) dan Potampoa (tempat berkubang). e) bonea :ladang (ditanamai padi, jagung, sayur-sayuran, tanaman penghasil bumbu dapur), setiap bulan ladang juga memberi hasil ikutan berupa jamur. f) bilingkia: bekas ladang berusia dibawah 1 tahun, permukaan lahan ditutupi oleh tumbuhan herba berumur pendek, alangalang, dan sedikit belukar, seringkali bagian tertentu dari tanah di bilingkia dipilih untuk menanam tanaman musiman seperti sayur-sayuran, rica dan tanaman pelengkap bumbu dapur lainnya. g) oma bou: bekas ladang berusia antara 1-2 tahun. Dominasi alang-alang dipermukaan tanah mulai digantikan oleh tumbuhan berkayu berupa semak, belukar dan anakan pohon kecil. h) oma Nete: bekas ladang berusia 3-10 tahun. Lahan mulai didominasi pohon-pohon kayu ukuran kecil (tiang), menggantikan dominasi semak dan belukar. i) oma tua : bekas ladang berusia diatas 10 tahun, anakan pohon besar (batang) tumbuh melampui pepohonan kecil sehingga mulai membentuk strata pepohonan. j) ko olo :kawasan Hutan yang dicagarkan (karena pertimbangan ekologis, wilayah aliran sungai, mata air, kana (sumber air panas mengandung sulfur tempat minum khusus untuk kerbau), daerah rawan longsor/erosi atau karena alasan budaya dan spiritual (situs purbakala, tempat-tempat dikeramatkan dll). k) ponulu: hutan primer, yang terdapat didekat permukiman atau lahan-lahan pertanian dapat dimanfaatkan sebagai tempat berburu serta mengambil rotan, kayu ramuan rumah, damar, obat-obatan dan hasil hutan lainnya. Sewaktu-waktu ponulu dapat saja peruntukannya untuk lahan-lahan pertanian dan perkebunan. l) wana:kawasan hutan primer yang letaknya jauh dari permukiman atau lokasi pertanian, Wana hanya digunakan sebagai tempat berburu, mengambil getah damar atau gaharu. Pengambilan rotan, tumbuhan obat juga dapat dilakukan disini meskipun dalam skala yang terbatas; m) wanangkiki: yakni kawasan hutan pegunungan atas (upper mountain forest) terletak di puncak gunung tinggi jauh dari permukiman penduduk, ditumbuhi pohon berbatang keras, berukuran kerdil. Batang, dahan, daun pepohonan dan lantai hutan diselimuti lumut. c. sistim penguasaan lahan Masyarakat adat To Kulawi Uma di Moa, mengenall hak kepemilikan atas sumber daya alam dalam dua bentuk yakni : 1. Hak kepemilikan bersama atau kolektif yang dalam bahasa Kulawi disebut Huaka. Huaka adalah hak kepemilikan seluruh masyakarat adat yang mencakup tanah dan segala sumber daya yang ada dalam wilayah keadatan To Kulawi Uma di Moa. Huaka juga mencakup kawasan hutan, wanangkiki, wana, ponulu dengan segala apa yang ada didalamnya,misalnya: rotan, damar, gaharu dan kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan rumah dan lain-lain. Karena kedudukan Huaka ini merupakan kepemilikan bersama Ngata, maka ia tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan kepada siapapun juga yang bukan warga masyarakat adat setempat. 2. Hak kepemilikan pribadi/individu/keluarga yang disebut Dodoha. Hak kepemilikan yang masuk dalam kategori Dodoha adalah bentuk pemilikan tanah dan sumber daya alam yang menjadi milik pribadi/individu/keluarga, contoh: Popanolua. Hutan yang dibuka oleh seseorang atau keluarga tertentu akan menjadi milik pribadi atau keluarga yang pertama kali membuka hutan atau Moponulu dan ini biasanya diperoleh menurut pembagian lembaga adat atau pewarisan orang tua dan ada juga yang dimiliki melalui transaksi jual-beli. Peta wilayah adat To Kulawi uma di Moa Peta wilayah adat To Kulawi Uma di Masewo

d. Peluang dan Tantangan dalam mendorong Hutan Adat Peluang : - Pengakuan MHA dan Hak atas Hutan Adat langkah untuk menghormati dan memuliakan rakyat sebagaimana cita-cita pendiri bangsa yang diamanatkan dalam konstitusi. - Rata-rata, rasio jumlah petugas kehutanan dengan luas kawasan hutan sekitar 4 : 30.000 sangat kecil. Sehingga keikut sertaan masyarakat akan meningkatkan kapasitas perlindungan Hutan. - Pengakuan MHA dan Hak atas Hutan Adat adalah peluang terbaik untuk memperbaiki tata kelola pemerintah (good governance) pada bidang hutan dan lahan - Pengakuan MHA dan Hak atas Hutan Adat merupakan peluang untuk memulai peradaban pengelolaan kawasan konservasi yang baru dimana peran rakyat di kedepankan sebagai subjek. Secara teknis sudah saatnya mempertimbangkan pembangunan Kemitraan/Kerjasama Konservasi di Areal Hutan Adat yang berfungsi Konservasi. Yang setara dengan kemitraan Konservasi di Kawasan Konservasi Negara Tantangan : - Tantangan Pertama : Pengakuan MHA dan Hutan Adat, tidak lagi terletak pada Hambatan Teknis, maupun regulasi. Melainkan paradigmatik. Apalagi jika menyangkut pengakuan Hutan Adat di kawasan konservasi; - Tantangan Kedua: dalam konteks konservasi di Hutan adat, terdapat tantangan untuk memulihkan dan men-set up system social dan kelembagaan adat dalam menjalankan pengelolaan konservasi. Tantangan lebih kompleks jika memperhitungkan peningkatan populasi masyarakat dari luar menjadi bagian masyarakat adat. Luas wilayah yang dipetakan untuk menjadi wilayah adat To Kulawi Uma di Moa seluas, 34.485 ha (tiga puluh empat ribu, empat ratus delapan puluh lima) hektar, dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan Desa Pilimakujawa Kecamatan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi; sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mamu Kecamatan Pipikoro Kabupaten Sigi, Desa Runde Kecamatan Lore Selatan, Desa Lengkeka, Desa Tuare, Desa Kageroa Kecamatan Lore Barat Kabupaten Poso, dan Desa Tedeboe Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan; sebelah timur berbatasan dengan Desa Hanggira Kecamatan Lore Tengah, Desa Tuare, Lengkeka dan Kageroa Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso;dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Banasu, Masewo, Mapahi dan Tuwo Tani Jaya Kecamatan Pipikoro Kabupaten Sigi. Sedangkan wilayah yang di usulkan untuk menjadi hutan adat seluas 7.738,05 hakter, yang statusnya hutan Negara dengan fungsi konsrvasi dan lindung. Dok: Karsa institute palu Sebelum ditetapkan menjadi hutan Negara, wilayah yang di usulkan menjadi hutan adat oleh komunitas To Kulawi Uma di Moa, terdapat kampung tua masyarakat yang hingga saat sekarang masih seriing dijadikan sebagai tempat ritual oleh masyarakat adat. Sedangkan untuk bekas bakas sawah dimasa lalu di daerah (Boku,kahompoa,sabulu dan huluboko) serta pohon kopi yang sudah di tanam sejak tahun 1960 juga masih dapat kita jumpai. Meskipun demikian masyarakat adat To Kulawi Uma di Moa sudah tidak dapat lagi memanfaatkannya disebabkan wilayah tersebut masuk dalam kawasan Hutan Negara e. Hutan adat sebagai solusi perbaikan penghidupan. Pemerintah Kabupaten Sigi sejauh ini sangat mendukung pelibatan masyarakat hukum adat dalam pengelolaan hutan melalui program RAPS. Pengakuan wilayah adat oleh pemerintah dapat mengamankan hak-hak komunal (huaka) dan melindungi sumberdaya dari ancaman pihak luar. Dok: karsa institute palu, Cross learning tim peduli di kampung tua Boku, lokasi hutan adat, To Kulawi Uma di Moa 2017 Dok: karsa institute palu, Groundchek BPSKL,BPDas,KPH di kampung tua Boku hutan adat To kulawi Uma di Moa,2018 Dok karsa: penyerahan dokemen usulan wilayah adat,2017 Ket foto: Kiri, Direktur karsa institute palu, Bupati Sigi, Kepala Desa Moa danlembaga adat Pasca groundchek lokasi usulan wilayah Hutan Adat oleh BPSKL bersama dengan tim maka tahapan selanjutnya adalah tahapan verifikasi dari Kementrian LHK di 3 (tiga) wilayah calon hutan adat. di Kabupaten Sigi. @Peduli Adat@kemitraan_phg@karsainstitutepalu.

[Type text] Page 5