BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya kota yang pesat perkembangannya adalah kota yang berada pada jalur sistem angkutan, hal tersebut dapat terlihat dari sejarah perkembangan sejumlah kota besar di dunia dan menjadi bukti besarnya peranan angkutan terhadap perkembangan kota. Peranan utama angkutan umum adalah melayani kepentingan mobilitas masyarakat dalam melakukan kegiatannya, baik kegiatan sehari-hari yang berjarak pendek atau menengah. Perubahan gaya hidup, pola perkembangan kota, dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi memang mengurangi sumbangan angkutan umum bagi mobilitas suatu kota, namun bus dan kereta rel masih memainkan peran yang amat penting dalam kehidupan kota maupun hubungan antarkota. 1 Secara umum jasa angkutan masih merupakan tulang punggung transportasi perkotaan di Indonesia, karena dianggap murah, aksesnya mudah dan menjangkau seluruh pelosok kota. Setiap hari, angkutan umum mampu memfasilitasi sekitar 30% - 50% pergerakan masyarakat kota. Namun, seiring dengan pertumbuhan perekonomian, permintaan terhadap sarana transportasi ini semakin meningkat. 2 1 Suwardjoko P. Warpani,2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB, Bandung, hlm 171 2 Bambang Susantono, 2015, Revolusi Transportasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 138 1
2 Di kota besar seperti Jakarta yang merupakan pusat bisnis dan pemerintahan dengan jumlah penduduk tahun 2014 mencapai 10,08 juta orang dengan kepadatan penduduk 15.234 orang per km2, dikelilingi kawasan pemukiman Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang. Kondisi ini menunjukan bahwa transportasi yang masif merupakan kebutuhan yang mendesak, karena tumbuh kembangnya sektor transportasi yang baik akan memberikan andil yang cukup besar bagi perkembangan di sektor lain seperti perdagangan, perindustrian, keuangan dan jasa. 3 Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta yang mencapai 11% pertahun. Data Polda Metro Jaya menyebutkan, 12 juta kendaraan bermotor rata-rata masuk dan melintas di Jakarta setiap hari, sehingga berdampak pada timbulnya kemacetan lalu lintas yang hampir terjadi pada ruas-ruas jalan utama. Kemacetan mengakibatkan tingginya tingkat polusi udara dan kondisi udara pada lokasi-lokasi tertentu sudah melebihi ambang batas sehingga dapat mengganggu kesehatan serta mengakibatkan berkurangnya waktu produktif, karena sebagian besar waktu terbuang di jalan dan berdampak pada pemborosan bahan bakar. Berdasarkan hasil perhitungan total kerugian akibat kemacetan di DKI Jakarta mencapai Rp. 28,1 Triliun/tahun yang meliputi kerugian bahan bakar, kesehatan, waktu dan kerugian berkurangnya frekuensi operasi angkutan umum. Jumlah ini adalah angka yang cukup besar yang 3 BPS Provinsi DKI Jakarta, Statistik Transportasi DKI Jakarta 2015, http://jakarta.bps.go.id/backend/pdf-publikasi/statistik-transportasi-dki-jakarta-2015.pdf, diunduh 2 Mei 2016
3 terbuang secara sia-sia. 4 Permasalahan tersebut bisa diselesaikan salah satunya dengan mendorong penggunaan angkutan umum massal yang apabila mampu diterapkan secara optimal, maka angkutan tersebut dapat berkembang baik dan menjadi sarana transportasi darat yang menjadi pilihan utama bagi masyarakat. Pada dasarnya karakteristik kebutuhan angkutan umum ditentukan oleh dua faktor, yaitu : a. Faktor internal, yaitu kemudahan pencapaian, keandalan, keteraturan,ketepatan waktu, waktu perjalanan total, tarif dan sistem informasi. b. Faktor eksternal, yaitu kepadatan penduduk dan konsentrasi aktifitas, jarak perjalanan, tingkat kepadatan, kebijakan transportasi, lingkungan, parkir dan pajak. Pelayanan angkutan umum penumpang akan berjalan dengan baik apabila tercipta keseimbangan antara penyediaan dan permintaan. Angkutan umum dapat diselenggarakan setelah memenuhi persyaratan seperti memiliki ijin usaha angkutan, mengasuransikan kendaraan serta penumpangnya, serta layak pakai bagi kendaraan yang dioperasikan. Dalam kaitan ini Pemerintah perlu campur tangan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Menjamin sistem operasi yang aman bagi kepentingan masyarakat pengguna jasa angkutan dan petugas pengelola angkutan; 2. Mengarahkan agar lingkungan tidak terganggu oleh kegiatan angkutan; 3. Menciptakan persaingan sehat; 4 Iskandar Abubakar,Revitalisasi Angkutan Massal di DKI Jakarta sebagai catatan akhir Tahun 2011, https://id.wikibooks.org/wiki/pembenahan-transportasi-jakarta/revitalisasi-angkutan- Massal-Di-DKI-Jakarta, di unduh 9 Mei 2016
4 4. Menjamin pemerataan jasa angkutan; 5. Mengendalikan operasi pelayanan jasa angkutan 5 Ketersediaan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman dan terjangkau, menjadi tanggung jawab Pemerintah daerah atas penyelenggaraan angkutan umum, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 139 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 141 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan. Agar pengelolaan angkutan umum dilaksanakan secara professional maka pengusahaan angkutan umum sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, Pasal 79 haruslah berbadan hukum yang berbentuk badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah, perseroan terbatas atau koperasi. Jadi tidak boleh lagi dikelola oleh perorangan sebagaimana diatur sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. Akan tetapi bila ditinjau dari berbagai sudut, kondisi transportasi umum di Jakarta beserta pelayanannya beberapa di antaranya sudah sangat 5 Suwardjoko Warpani, Merencanakan Sistem Perangkutan,ITB Bandung, 1990,hlm 56
5 memprihatinkan, tidak layak dan tidak memadai bagi penggunanya padahal Jakarta adalah ibu kota negara dan seharusnya bisa menjadi contoh yang baik bagi kota lainnya di Indonesia. Sehingga peremajaan sarana angkutan umum dirasa sudah merupakan kebutuhan yang mendesak. Pemerintah harus melakukan penataan ulang dan perbaikan kinerja layanan transportasi publik melalui pembaruan sarana dan prasarana angkutan umum seperti, penetapan standar pelayanan minimal yang disertai dengan penegakkan aturan yang tegas dan konsisten, pengelolaan manajemen yang professional serta pengaturan tarif dan trayek demi terciptanya kompetensi yang sehat antar operator angkutan umum. 6 Untuk mengatasi permasalahan tersebut terkait sarana angkutan umum Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2015 tentang transportasi, Pasal 51 mengatur masa pakai kendaraan angkutan umum, dimana operator harus memastikan bahwa kendaraan yang dioperasikan harus memenuhi aspek laik jalan dan ramah lingkungan, untuk itu perlu ditata secara baik dan terus menerus disempurnakan, salah satunya dengan cara menerapkan masa pakai kendaraan bermotor umum yang dibatasi dengan ketentuan : a. Mobil Bus besar paling lama 10 (sepuluh) tahun; b. Mobil Bus sedang paling lama 10 (sepuluh) tahun; c. Mobil Bus kecil, Mobil Penumpang Umum dan Angkutan lingkungan paling lama 10 (sepuluh) tahun; 6 Bambang Susantono,Op.cit, hlm 147
6 d. Taksi paling lama 7 (tujuh) tahun; dan e. Mobil barang paling lama 10 (sepuluh) tahun. 7 kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta ini berdampak besar terhadap kegiatan usaha angkutan umum/ penyedia jasa angkutan umum. Tidak dipungkiri bahwa beberapa sarana angkutan umum yang tersedia saat ini memiliki masa operasional diatas 20 tahun, dan tidak memenuhi standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan angkutan umum, baik dari sarana angkutan umum yang tidak memenuhi sisi keselamatan, pengemudi yang ugal-ugalan, dan kendaraan yang tidak ramah terhadap lingkungan seperti Koperasi Angkutan Jakarta (KOPAJA). KOPAJA sendiri merupakan operator bus sedang yang berbadan hukum koperasi dan telah berdiri sejak tahun 1972. dimana anggotanya adalah pemilik dari bus sedang dan saat ini berjumlah 600 pemilik dengan total armada sebanyak 1679 unit. Penulis memilih judul ini dengan melihat peremajaan angkutan umum merupakan suatu keharusan bagi kota besar seperti Jakarta. Untuk itu bagaimana cara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendorong percepatan peremajaan angkutan umum di Jakarta khususnya KOPAJA, baik dari segi kuantitas maupun kualitas dengan memberi kesempatan kepada pengusaha angkutan umum yang tergabung dalam KOPAJA sebagai penyedia jasa layanan angkutan umum untuk masyarakat Jakarta. 7 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, Lembaran Daerah Provinsi Ibukota Jakarta Tahun 2014 Nomor 104
7 B. Rumusan Masalah Dari uraian yang telah dikemukakan diatas penulis menarik beberapa perumusan masalah yang timbul dalam implementasi kebijakan peremajaan sarana angkutan umum di Provinsi DKI Jakarta dengan studi kasus di Koperasi Angkutan Jakarta (KOPAJA) dalam upaya mewujudkan angkutan yang selamat, aman, nyaman dan terjangkau di Provinsi DKI Jakarta yang meliputi : 1. Bagaimana pelaksanaan kebijakan peremajaan sarana angkutan umum di Provinsi DKI Jakarta? 2. Bagaimana hambatan bagi Koperasi Angkutan Jakarta (KOPAJA) khususnya para anggota koperasi dalam merealisasikan kebijakan tersebut? 3. Upaya apa saja yang dilakukan oleh Keperasi Angkutan Jakarta (KOPAJA) untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut? C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah untuk : 1. Untuk mengetahui, memahami, mengkaji, menganalisis dan memperoleh suatu gambaran mengenai pelaksanaan kebijakan peremajaan sarana angkutan umum di Provinsi DKI Jakarta 2. Untuk mengetahui, memahami, mengkaji dan memperoleh gambaran mengenai hambatan yang dihadapi oleh Koperasi Angkutan Jakarta dalam
8 merealisasikan kebijakan peremajaan angkutan umum di Provinsi DKI Jakarta. 3. Untuk mengetahui, memahami, mengkaji dan memperoleh gambaran mengenai apa saja yang dilakukan Koperasi Angkutan Jakarta untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan kebijakan peremajaan angkutan umum tersebut. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut ; 1. Kegunaan Teoritis a. Memberi masukan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan peremajaan sarana angkutan umum di Provinsi DKI Jakarta. b. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai acuan bagi penelitian yang akan datang. 2. Kegunaan Praktis a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti; b. Memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya yang berkaitan dengan pelaksanaan peremajaan sarana angkutan umum di Provinsi DKI Jakarta. c. Memberikan sumbangan pengetahuan kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta pada umumnya dan Pengusaha Angkutan Umum pada khususnya tentang peranan pemerintah dalam mewujudkan
9 angkutan perkotaan yang modern, terintegrasi, selamat, aman, dan nyaman dan memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan diberbagai Universitas ditemukan penelitian terdahulu yang membahas mengenai kebijakan, angkutan umum maupun Implementasinya akan tetapi belum ada yang membahas mengenai Implementasi Kebijakan Peremajaan Sarana Angkutan Umum di Provinsi DKI Jakarta (Studi Kasus Koperasi Angkutan Jakarta), jadi penelitian ini bukan plagiat dan telah memenuhi kaedah keaslian penelitan. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan adalah tidak sama dengan penelitian yang akan dilakukan, berdasarkan penelusuran pustaka ditemukan 3 (tiga) judul penelitian, diantaranya; a. Penelitian Tesis dengan judul Evaluasi Reformasi Angkutan Umum Perkotaan di Indonesia (Studi Kasus : Membandingkan Tingkat Pelayanan Bus Trans di Kota Yogyakarta dan Pekanbaru) yang ditulis oleh Levina Juwita, Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Transportasi Universitas Gadjah Mada, penelitian tersebut bermaksud untuk membandingkan pelayanan bus trans yang ada dikota Yogyakarta dan Pekanbaru. Dari analisis menunjukan bahwa masyarakat di kota Yogyakarta dan Pekanbaru sangat senang dengan adanya Bus Trans. Hal tersebut terbukti dengan meningkatnya jumlah penumpang setiap bulannya, baik itu dari kalangan masyarakat maupun pengajar. Diharapkan dengan adanya analisis ini bisa membantu pihak bus trans agar bisa mengatur pelayanan secara optimal.
10 b. Penelitian Tesis dengan judul Implementasi Produk Hukum di Bidang Angkutan Umum di Kota Pekanbaru yang ditulis oleh Harjadi Teguh Okberta, Mahasiswa Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gadjah Mada, dalam penelitian tersebut ditemukan dua hal, pertama tingkat kepatuhan masyarakat terhadap pelaksanaan produk hukum, kedua hasil nyata yang merupakan tujuan dari produk hukum adalah meningkatkan ketertiban dan kenyamanan dalam berkendaraan dengan menggunakan angkutan umum, hasil penelitian ini merekomendasikan 3 hal utama, pertama untuk menekan tingkat pelanggaran dan ketaatan masuk terminal diperlukan ketegasan dan kedisiplinan para petugas lapangan, kedua produk hukum yang dibuat pemerintah daerah tidak akan berjalan dengan baik apabila sarana dan prasarana yang harus dipatuhi para target belum tersedia, ketiga perlu adanya singkronisasi antara peraturan dengan kondisi di lapangan sehingga ketetapan yang dibuat dapat berjalan secara maksimal seperti melihat sumber daya yang dimiliki. Kata Kunci : Implementasi, Produk Hukum, Angkutan Umum. c. Penelitian Tesis dengan judul Analisis Prioritas Kebijakan Transportasi Kota Tangerang yang ditulis oleh Amrul Alam, Mahasiswa Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, penelitian ini membahas kebijakan pemerintah di sektor transportasi, khususnya di daerah perkotaan. Tingginya angka kecelakaan yang menyebabkan korban meninggal, serta kerugian material dan kerugian immaterial akibat ketidak efisienan sistem transportasi, melatar belakangi penelitian ini. Lambatnya
11 pemerintah pusat dalam mensosialisasikan undang-undang dalam hal pengimplementasian di daerah, menciptakan permasalahan tersendiri di banyak daerah di Indonesia. Ketimpangan kualitas sumber daya manusia antara pusat dan daerah, juga menjadi permasalahan yang mengakibatkan menjadi lambatnya proses adopsi pembangunan secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan untuk mencari alternatif tindakan atau alternatif kebijakan yang dapat dijadikan prioritas oleh Pemerintah Kota Tangerang dalam mengurai persoalan lalulintas khususnya di Kota Tangerang.