BAB I PENDAHULUAN. satu pusat perekonomian yang terbesar di luar Jawa, yang menjadi salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Angkola, Tapanuli Selatan dan Nias. Dimana setiap etnis memiliki seni tari yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang dikenal dunia kaya akan suku dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, hokum adat, organisasi sosial dan kesenian. Keberagaman keindahan,

BAB I PENDAHULUAN. Utara.Sumatera Utara juga memiliki kebudayaan yang beragam.

BAB I PENDAHULUAN. provinsi Sumatera dan Suku Mandailing adalah salah satu sub suku Batak

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan dan merupakan tiang yang

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari masyarakat karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap tiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia secara kodrati, dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Dairi, Nias, Sibolga, Angkola, dan Tapanuli Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku lemah lembut, ramah tamah, mengutamakan sopan santun, serta

BAB I PENDAHULUAN. Barat Daya. Aceh Barat Daya sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat setiap suku. Kebudayaan sebagai warisan leluhur dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan etnis dan

BAB I PENDAHULUAN. terletak diujung pulau Sumatera. Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Simalungun adalah salah satu kabupaten yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. yang ada, sehingga dapat menjadi sebuah daya tarik bagi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN. Karo merupakan etnis yang berada di Sumatera Utara dan mendiami

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. seni musik merupakan salah satu cabang didalamnya. Musik dapat menjadi sarana

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terkenal dengan keberagaman budaya yang dimilikinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam membedakan suku-suku yang ada di Sumatera Utara. Yaitu ende dan ende-ende atau endeng-endeng. Ende adalah nyanyian

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I (Times New Roman 16, Bold) PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya. Menurut Koenrtjaraningrat (1996:186), wujud kebudayaan dibedakan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia didalam era globalisasi sangat pesat perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nila yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena/gejala kian merenggangnya nilai-nilai kebersamaan, karena semakin suburnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

BAB I PENDAHULUAN. Tari adalah ekspresi jiwa manusia, dalam mengekspresikan diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Aceh Darussalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan kenyataan, bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di Pulau Nias. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dikenal dengan berbagai suku, agama, dan ras serta budayanya.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia dikenal dengan keberagaman tradisinya, dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota Medan merupakan ibu kota provinsi Sumatera Utara, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia kaya akan kebudayaan. sangat erat dengan masyarakat. Salah satu masyarakat yang ada di Indonesia

I. PENDAHULUAN. yang lainnya. Banyaknya suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda-beda ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang kini merupakan Provinsi Aceh. Mereka biasa menyebut dirinya Ureueng

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman kebudayaan Indonesia merupan kebanggaan yang pant as

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang melahirkan pemikiran-pemikiran yang dianggap benar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Provinsi Sumatera Utara adalah salah Provinsi yang terletak di Negara

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya,

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lain menunjukan ciri khas dari daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat suku Batak yang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya sebagai asal

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam kehidupan manusia. Pada masa-masa sekarang musik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

Oleh : Jumbuh Karo K ( ) Tommy Gustiansyah P ( )

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. Awal kesenian musik tradisi Melayu berakar dari Qasidah yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Selain etnis asli yang ada di Sumatera Utara yaitu Melayu, Batak Toba,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai salah satu negara besar di Asia Tenggara, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari lebih 17.000 pulau, yang memiliki kekayaan budaya serta suku bangsa yang beragam. Hal ini menandakan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk jika dipandang dari masyarakat yang mendiaminya. Kemajemukan ini pula yang menjadikan penduduk Kota sangat heterogen. Kota Medan sebagai ibu Kota Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perekonomian yang terbesar di luar Jawa, yang menjadi salah satu tempat impian bagi masyarakat di sekitarnya untuk mendapat kesempatan mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik. Sebuah Kota besar, tentunya tidak hanya menjadi pusat perekonomian, akan tetapi juga merupakan pusat pemerintahan, pusat administrasi dan pusat pengembangan berbagai kegiatan kehidupan masyarakat yang berada di kawasan Sumatera khususnya Sumatera Utara. Kondisi ini menimbulkan dorongan bagi berbagai suku, untuk melakukan urbanisasi dengan tujuan utamanya yaitu Kota Medan (Pelly, 1983:79). Fenomena urbanisasi merupakan salah satu faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, selain faktor kelahiran dan kematian. Urbanisasi cenderung dilakukan orang dengan berbagai alasan, baik faktor ekonomi, maupun sosial dan budaya. Dan seperti yang telah dijelaskan di atas, 1

2 tempat yang sering dijadikan untuk daerah urbanisasi oleh para pendatang merupakan daerah Kota yang sudah berkembang, seperti Kota Medan. Keadaan tersebut di atas tentu juga menjadi salah satu alasan logis masyarakat Nias untuk keluar dari daerahnya dan melakukan urbanisasi ke berbagai daerah, seperti Sibolga, Medan, Padang dan juga Jakarta. Bagi masyarakat Nias yang tinggal di pulau Nias, Kota Medan merupakan salah satu Kota yang dibayangkan sebagai daerah yang sangat ideal untuk mencari pekerjaan dan dapat merubah kehidupan mereka. Urbanisasi ataupun perpindahan yang dilakukan oleh masyarakat Nias, sudah berlangsung lama yang diperkirakan sudah terjadi dari abad ke-17 yaitu pada waktu berinteraksi dalam hal perdagangan dengan Arab dan bangsa Cina serta Hindia (Pelly, 1990:80). Suku Nias menamakan diri mereka sebagai Ono Niha yang artinya Ono adalah anak atau keturunan dan Niha artinya manusia (Chical Teodali, 2012:2). Di Medan, masyarakat Nias banyak bermukim di daerah seperti di Polonia, Simalingkar, Aksara, Simpang Limun, Deli Tua, Padang Bulan, dan kemudian di daerah Belawan, di jalan M. Basir gg. Damak, terdapat sebuah kampung yang dapat dikatakan seluruh masyarakatnya merupakan masyarakat Nias. Masyarakat Nias yang datang ke Kota Medan, beradaptasi dengan cara berbaur dengan etnis-etnis lain yang ada di Kota Medan. Masyarakat Nias juga memiliki system garis keturunan yang sama seperti mayarakat Batak Toba, seperti sistem garis keturunan patrialisme yaitu mengikuti garis keturunan Ayah, dibuktikan dengan adanya marga (klan), dan juga membawa kesenian yang di dalamnya termasuk seni musik dan seni tari. Dengan begitu, mayarakat Nias tetap

3 melakukan adat istiadat mereka, mekipun di luar daerah mereka (pulau Nias). Unsur-unsur kebudayaan, seperti sistem bahasa, sistem kesenian, sistem kemasyarakatan, sistem religi, sistem teknologi, sistem ekonomi dan sistem organisasi sosial merupakan unsur-unsur yang bersifat universal. Oleh karena itu dapat diperkirakan bahwa kebudayaan suatu bangsa mengandung suatu aktivitas adat-istiadat dari antara ketujuh unsur universal tersebut (Koentjarningrat, 1997:4). Kenyataan ini juga dapat dijumpai pada etnik Nias yang melakukan urbanisasi ke Kota Medan. Kesenian yang merupakan salah satu unsur kebudayaan, yang dalam kehidupannya tidak lepas dari masyarakat, karena mencakup aktivitas masyarakat dari tiap-tiap daerah tempat kesenian tersebut hidup dan berkembang. Sebagai salah satu unsur kebudayaan, kesenian merupakan tiang yang menopang keberadaan masyarakat dalam berbagai upacara yang terdapat di tengah-tengah masyarakat, seperti upacara keagamaan (religi), upacara adat perkawinan, upacara adat kematian dan berbagai macam aktifitas manusia lainnya. Kesenian juga menjadi sarana komunikasi yang baik dengan warga masyarakat maupun alam semesta dan sering hadir dalam berbagai aktifitas masyarakat seperti halnya pada masyarakat Nias di Medan. Tari sebagai cabang kesenian, turut melengkapi kebutuhan jiwa manusia. Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Seperti yang dikemukakan Edi Sedyawati (1981:10) bahwa, Tari merupakan warisan budaya yang harus dikembangkan selaras dengan perkembangan masyarakat. Karena kerinduan akan berbagai

4 tradisi yang ada di daerah asalnya, masyarakat Nias yang ada di Kota Medan mulai menghadirkan berbagai kesenian tradisi Nias dengan mendirikan sanggarsanggar yang khususnya bergerak dalam tradisi dan kesenian Nias, yang salah satunya adalah Tari Faluaya atau Tari Perang. Tari Faluaya atau tari Perang ini berasal dari Nias Selatan. Dahulu kala, Tari Faluaya atau Tari Perang ini merupakan tari pemacu semangat para pasukan perang sebelum berperang. Biasanya pemicu perang adalah perebutan lahan atau bahkan merebut kampung orang lain. Seperti halnya sistem kepemimpinan kampung yang dipimpin seorang kepala desa atau kepala suku, dahulu setiap kampung di Nias juga dipimpin oleh seorang kepala suku yang disebut Si'ulu yang berarti bangsawan. Untuk mempertahankan kekuasaan dan kampungnya dari serangan penduduk kampung lain, setiap Si ulu berinisiatif mengumpulkan pemuda desa untuk dilatih berperang. Jenis latihan yang diberikan oleh Si ulu adalah dengan melatih kemampuan Lompat Batu Hombo Batu untuk para pemuda. Jika mereka mampu menaklukkan batu setinggi 2 meter berbentuk prisma yang dibentuk dari tumpukan batu tersebut, maka mereka dianggap mampu untuk membela dan mempertahankan kampung mereka. Ketika dipertunjukkan, prosesi tarian Faluaya ini dipimpin seorang komando layaknya prosesi dalam perang yang dipimpin oleh seorang panglima. Kemudian dia akan mengomando penari untuk membentuk formasi berjajar panjang. Posisi komando berada di depan menghadap kearah penari. Tarian kemudian dimulai dengan gerakan kaki maju mundur sambil dihentakkan ke

5 tanah dan meneriakkan kata-kata pembangkit semangat. Makna gerakan ini adalah kesiapan pasukan untuk maju ke medan perang dengan penuh semangat kepahlawanan. Kemudian diikuti dengan formasi melingkar yang bertujuan untuk mengepung musuh, setelah musuh terkepung para kesatria akan dengan mudah untuk melumpuhkan mereka. Dalam konteks yang tradisional, Tari Faluaya biasanya ditampilkan di halaman desa atau disebut dengan newali banua. Newali banua adalah sebuah halaman desa yang dilapisi dengan batu-batu persegi empat. Di bagian kiri dan kanannya berjejer dengan rapi dan indah puluhan atau ratusan rumah-rumah adat tradisional Nias menghadap ke halaman desa. Dalam setting seperti inilah biasanya Tari Faluaya ditampilkan di Nias Selatan. Masyarakat Nias sangat menghargai setiap unsur budaya yang melekat dalam kehidupan mereka dan menjadikan unsur budaya itu, menjadi suatu hal yang sangat sakral dan harus dijalani dan dipatuhi oleh setiap masyarakat Nias. Namun begitu, pada daerah asal mereka (pulau Nias) dan di daerah urbanisasi terdapat berbagai perbedaan dalam menjalakan adat istiadat ataupun kesenian mereka, seperti misalnya terdapat pada Tari Faluaya. Sanggar Fanayama, merupakan sanggar kebudayaan Nias yang terletak di jalan Tembakau Raya Simalingkar. Pada sanggar ini, Tari Faluaya merupakan embrio dari Tari Faluaya di Nias Selatan. Di sanggar Fanayama, penari Tari Faluaya tidak terikat dari suku Nias, melainkan bebas dari berbagai suku. Ragam geraknya merupakan embrio dari Tari Faluaya yang ada di Nias Selatan, dengan

6 durasi waktu yang terikat. Hal ini sangat berbeda dengan Tari Faluaya di Nias Selatan, yang mewajibkan seluruh penarinya berasal dari suku Nias itu sendiri. Pola lantai dalam Tari Faluaya di Kota Medan juga sudah mengalami pengembangan dengan berbagai jenis pola lantai, yang disesuaikan dengan koreografernya. Busana pada Tari Faluaya adalah memakai baju hitam polos dengan sedikit ornament di lengan, dengan ukuran lengan tiga perempat dan juga ada yang berlengan panjang pada bagian dalam dan rompi pada bagian luar. Ornament dari rompi ini berwarna merah, kuning dan juga hitam. Rompi yang dipakai pada Tari Faluaya di Nias Selatan dan Tari Faluaya di Medan, berbahan dasar warna merah ataupun hitam. Aksesoris pada Tari Faluaya adalah rai atau sebuah mahkota yang terbuat dari kuningan dan kalabubu atau yang biasa disebut dengan kalung. Perubahan ini, tentu disebabkan karena beberapa bahan pertimbangan atau yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam suatu acara tertentu. Hoho (merupakan tradisi lisan masyarakat Nias yang dilagukan secara puitis dengan memilih katakata yang menarik untuk diperdengarkan secara lemah-lembut atau disebut syairsyair) pada penyajian Tari Faluaya atau Tari Perang isi dari hoho tersebut disesuaikan dengan tema suatu acara. Berdasarkan apa yang diamati oleh peneliti, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang Tari Faluaya dalam sebuah penelitian yang berjudul Studi Komparatif Tari Faluaya di Nias Selatan dengan Tari Faluaya di Medan.

7 B. Identifikasi Masalah Tujuan dari identifikasi masalah adalah agar penelitian yang dilakukan terarah, serta cakupan masalah tidak terlalu luas. Hal ini sejalan dengan pendapat Hadeli (2006:23) yang menyatakan bahwa: Identifikasi masalah adalah suatu situasi yang merupakan akibat interaksi dua atau lebih faktor (seperti kebiasaankebiasaan, keadaan-keadaan dan lain sebagainya) yang menimbulkan beberapa pertanyaan. Dari uraian di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat diidentifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu : 1. Bagaimana bentuk penyajian Tari Faluaya di Nias Selatan dengan Tari Faluaya di Medan? 2. Bagaimana bentuk Tari Faluaya di Nias Selatan dengan tari Faluaya di Medan? 3. Bagaimana gerak Tari Faluaya di Nias Selatan dengan Tari Faluaya di Medan? C. Pembatasan Masalah Setelah diidentifikasi masalah, maka arah penelitian harus dibatasi agar tidak meluas kemana-mana. Hal ini dilakukan dalam proses menganalisis dan penelitian. Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana bentuk penyajian Tari Faluaya di Nias Selatan dengan Tari Faluaya di Medan.

8 D. Rumusan Masalah Seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka diperlukan rumusan masalah dalam penelitian ini. Perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan terperinci mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti. Dalam perumusan masalah diharapkan mampu untuk memperkecil batasabatasan masalah dan sekaligus lebih mempertajam arah penelitian. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana bentuk penyajian Tari Faluaya di Nias Selatan dan Tari Faluaya di Medan. E. Tujuan Penelitian Setiap kegiatan yang dilakukan pasti memiliki tujuan, tanpa ada tujuan yang jelas maka penelitian yang diadakan akan sia-sia. Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Tujuan penelitian adalah pernyataan mengenai ruang kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan masalah yang dirumuskan. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (1978:69), yang menyatakan: Penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya hasil yang diperoleh setelah penelitian selesai. Berhasil atau tidaknya suatu penelitian terlihat dari tercapai atau tidaknya tujuan penelitian. Maka sesuai dengan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Mendeskripsikan bentuk penyajian Tari Faluaya di Nias Selatan dengan Tari Faluaya di Medan.

9 F. Manfaat Penelitian Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia, manfaat adalah guna atau faedah. Sebuah penelitian pasti akan memperoleh hasil yang bermanfaat, manfaat penelitian diharapkan dapat mengisi kebutuhan segala komponen masyarakat baik dari instansi yang berkaitan dan lembaga-lembaga kesenian maupun praktisi kesenian, serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat luas. Maka manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan informasi tertulis kepada masyarakat atau lembaga yang mengembangkan visi dan misi kebudayaan, khususnya dibidang kesenian tradisional. 2. Sebagai masukan bagi penelitian dalam menambah pengetahuan wawasan mengenai Tari Faluaya di Nias Selatan dengan Tari Faluaya di Medan. 3. Sebagai bahan motivasi bagi setiap pembaca yang menekuni atau mendalami tari. 4. Sebagai motivasi dikalangan pemuda agar lebih membangkitkan keinginan masyarakat untuk melestarikan budaya Nias. 5. Sebagai salah satu bahan masukan di Jurusan Sendratasik khususnya Program Studi Pendidikan Seni Tari, Universitas Negeri Medan. 6. Referensi bagi peneliti-peneliti lainnya yang hendak meneliti kesenian ini lebih lanjut.