Fendi Yudistyawan,Implementasi Peraturan Bupati Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Penataan PKL di...

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

BAB III METODE PENELITIAN. tentang relokasi pasar tradisional. Untuk menjelaskan hal tersebut,

IMPLIKASI METODE KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING BANDAR LAMPUNG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

I. PENDAHULUAN. dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah. Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL adalah istilah untuk

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

III. METODE PENELITIAN. kualitatif dengan pendekatan deskriptif. (Masyhuri dan Zainudin, 2008 :12)

BAB I PENDAHULUAN. Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA BEKASI WALIKOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat dan semakin luas di berbagai kota di Indonesia.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) UNTUK MEWUJUDKAN KENYAMANAN, KEINDAHAN, DAN KETERTIBAN DI WILAYAH KELURAHAN LAMPER TENGAH KECAMATAN SEMARANG SELATAN

RANCANGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWAKARTA,

PEDOMAN WAWANCARA PROFESIONALISME APARAT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENERTIBAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA RENCANA KERJA (RENJA)

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN. selalu mempunyai dampak yang positif dan negatif, di satu pihak terdapat

EVALUASI HASIL PROGRAM BIMBINGAN SOSIAL DAN KETERAMPILAN BAGI BEKAS WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (BWBP) OLEH DINAS SOSIAL KABUPATEN JEMBER

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 112 TAHUN 2016 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA

III. METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, jenis penelitian ini berupaya menggambarkan kejadian atau

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan penelitian kualitatif adalah bersifat penemuan. Bukan sekedar

Manajemen Relokasi Pedagang Kaki Lima Taman Menteri Supeno di Kota Semarang

PROSES PEMBAHASAN DRAF RAPERDA (RANCANGAN PERATURAN DAERAH) DI KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum

WALIKOTA PALANGKA RAYA

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

INFORMASI PUBLIK SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BLITAR DAFTAR INFORMASI PUBLIK SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BLITAR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah. Sehingga kebijakan tidak bersifat satu arah. Kebijakan bisa dibilang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pengemis, Pengamen dan Gelandangan di Kota Madiun ini, jenis penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL SATPOL PP KABUPATEN BINTAN TAHUN kerja daerah yang memiliki tipe A, yang dipimpin oleh seorang Kepala Satuan

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATPOL PP

BAB III METODE PENELITIAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

PERANAN BIDAN DESA DALAM PROGRAM DESA SIAGA DI DESA KENONGO KECAMATAN GUCIALIT KABUPATEN LUMAJANG

UCAPAN TERIMA KASIH...

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

I. PENDAHULUAN. kewenangan dan kekuasaan yang legal (formal) dengan adanya kualitas keahlian

PENEGAKAN PERATURAN DAERAH, PEMBINAAN TRANTIBUM DAN LINMAS TRANTIBUM DAN LINMAS. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamongan

KONSEP SIMBIOSIS MUTUALISTIK SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PERKOTAAN UNTUK PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI SEPANJANG KORIDOR JALAN SAMANHUDI JEMBER

BAB III METODE PENELITIAN. adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TASIKMALAYA,

LAMPIRAN-LAMPIRAN. A. Transkrip wawancara kepada bapak Bapak Sutrisno, ST selaku Kepala

III. METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif. Tipe deskriptif adalah tipe

BUPATI GRESIK PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BLITAR RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA SKPD) TAHUN 2015 SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2001 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan penertiban Pedagang Kaki Lima

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa SPBU di atas adalah SPBU yang

BAB I PENDAHULUAN. mempersempit ruang gerak di sebuah wilayah. Dimana jumlah pertumbuhan penduduk tidak


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berjalan ke arah yang lebih baik dengan mengandalkan segala potensi sumber daya yang

BUPATI JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA,

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan)

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

MANAJEMEN SAMPAH PASAR TANJUNG DI KABUPATEN JEMBER. Garbage Management of Tanjung Market in Jember District SKRIPSI. Oleh: Heti Wulandari

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU POLISI PAMONG PRAJA DAN PEMADAM KEBAKARAN PEMADAM KEBAKARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN. pamong praja, maka penulis memberikan simpulan bahwa koordinasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyebaran dan pergerakan penduduk. Hal ini mengakibatkan di. masyarakat, fungsi pelayanan dan kegiatan ekonomi.

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ( TUPOKSI)

PELAYANAN PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DI KELURAHAN SINGOTRUNAN KECAMATAN BANYUWANGI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

kesiapan untuk menaati tergolong tinggi yaitu sebesar 62 %.

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang

L A K I P LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2015 SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA MAGELANG

WALIKOTA BUKITTINGGI

PEMBINAAN DINAS KOPERASI UMKM PEMERINTAH KOTA SURABAYA TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) LAPANGAN KARAH KOTA SURABAYA SKRIPSI

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

RENCANA AKSI TAHUN 2017 SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BLITAR

BAB III METODE PENELITIAN. karena itu metode diperlukan dalam suatu penelitian.

Transkripsi:

IMPLEMENTASI PERATURAN BUPATI NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PKL DI JALAN GAJAHMADA, JALAN SAMANHUDI DAN JALAN UNTUNG SURAPATI JEMBER (The Implementation of Peraturan Bupati Nomor 36 Tahun 2009 about Street Vendor Regulation at Gajahmada, Untung Surapati, and Samanhudi Street Jember ) Fendi Yudistyawan, Inti Wasiati, Soetomo Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jember (UNEJ) Jln. Kalimantan 37, Jember 68121 E-mail: DPU@unej.ac.id 1 Abstrak Pedagang kaki lima merupakan usaha yang banyak digeluti oleh sebagian masyarakat menengah kebawah. Dengan modal yang kecil dan manajemen usaha yang masih tradisional menjadikan ladang usaha kaki lima tidak membutuhkan keahlian akademis yang sebagian besar dibutuhkan pada sektor formal. Akan tetapi, semakin berkembangnya keberadaan pedagang kaki lima, makin membuat permasalahan tersendiri bagi pemerintah sebagai pengatur dan pelayan masyarakat. Kebijakan untuk menata pedagang kaki lima di Kabupaten Jember berlandaskan pada Peraturan Bupati Nomor 36 Tahun 2009 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember. Tujuan dari peraturan tersebut secara gasir besar adalah untuk menata ulang pedagang kaki lima di Kabupaten Jember dan menertibkan para PKL yang tidak taat pada Peraturan tersebut. Peraturan tersebut menunjuk Satpol PP Kabupaten Jember sebagai pelaksana kebijakan..rumusan masalah dalam penelitian ini adalah keingintahuan akan bagaimana implementasi Perbup No.36 tahun 2009 tentang penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Gajahmada, Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati Jember. Penilitian ini dilakukan di kantor Satpol PP Kabupaten Jember dan lokasi PKL yaitu Jalan Gajahnmada, Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati Jember. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling, sedangkan untuk menganalisa data mempergunakan teknik Miles dan Hubermann. Hasil penelitian menunjukkan proses implementasi perbup tentang penataan PKL di jalan Gajahmada, jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati belum berjalan maksimal. Hal tersebut dilihat dari tujuan yang diharapkan dari Peraturan Bupati tidak sesuai dengan realita di lapangan, yaitu di Jalan Gajahmada, Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati Jember.Saran dalam penelitian ini adalah proses penataan PKL sesuai dengan Peraturan Bupati nomor 36 Tahun 2009 harus melakukan koordinasi secara intensif dengan instansi-instansi yang terkait dalam penataan PKL sesuai dengan SK Bupati nomor 188.45/456/012/2009 tentang Tim Penataan PKL di Kabupaten Jember. Kata kunci: Implementasi, Kebijakan Publik, Peraturan Bupati Nomor 36 Tahun 2009 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember Pendahuluan Salah satu kegiatan sektor informal yang sampai saat ini terus menjadi sorotan oleh pemerintah adalah pedagang kaki lima. Keberadaan pedagang kaki lima (PKL) sering kali dianggap sebagai salah satu kegiatan ekonomi yang melanggar aturan dan memperburuk tata ruang kota serta mengabaikan keindahan kota.keberadaan pedagang kaki lima juga sering mengganggu keberadaan dunia usaha lain seperti pertokoan karena ruang depan digunakan sebagai tempat untuk berjualan.keterlibatan pemerintah dalam mengatasi keberadaan PKL sangat diperlukan. Peran pemerintah tersebut dapat dituangkan dalam peraturanperaturan. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah di harapkan mampu mendorong dan menata PKL dalam berjualan dengan melakukan beberapa tindakan, seperti melakukan penyuluhan-penyuluhan secara berkala oleh pemerintah itu sendiri. Terlepas dari potensi ekonomi kegiatan perdagangan kaki lima, keberadaan pedagang kaki lima (PKL) kerap dianggap ilegal karena menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar menekankan aspek kebersihan, keindahan dan kerapihan kota. Oleh karena itu, PKL seringkali menjadi target utama kebijakankebijakan pemerintah kota atau Kabupaten, seperti penggusuran dan relokasi. Namun berbagai kebijakan tersebut terbukti kurang efektif karena banyak PKL yang kembali beroperasi di jalanan meskipun pernah digusur atau direlokasi. Hal ini menekankan bahwa fenomena ekonomi informal, khususnya PKL di area perkotaan sulit

2 diselesaikan secara parsial atau terbatas pada kebijakan kota, tapi juga menyangkut persoalan struktural. Dengan kata lain, kebijakan penanganan PKL yang bersifat jangka pendek sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pembenahan jangka panjang terhadap berbagai persoalan mendasar. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti Penataan pedagang kaki lima yang diamanahkan oleh undang-undang di kabupaten Jember kepada Satpol PP sebagai pelaksana kebijakan terkesan sangat lamban. Jika kita amati, sejak Perda No. 06 tahun 2008 di keluarkan tentang pedagang kaki lima, dan diteruskan dengan Perbup No. 36 tahun 2009 tentang penataan pedagang kaki lima di Jember, keberadaan kaki lima masih banyak yang menempati dan mempergunakan fasilitas umum dalam melakukan kegiatannya yang bersifat permanen. Padahal dalam Perbup No. 36 tahun 2009 sudah dijelaskan bahwa yang dimaksud PKL adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usahanya dalam jangka waktu tertentu dan bersifat sementara di fasilitas umum, dengan menggunakan sarana berdagang yang mudah dibongkar pasang dan dipindahkan. Penataan PKL di Jember yang masih terkesan lamban mengakibatkan semakin menjamurnya PKL di Jember, terutama di daerah perkotaan Kabupaten Jember. Data dari Satpol PP Kabupaten Jember tahun 2009 tentang Keberadaan PKL di daerah perkotaan Kabupaten Jember yaitu di Kec. Kaliwates, Kec. Sumbersari dan Kec. Patrang adalah sebanyak 1465 dengan rincian di Kec. Kaliwates sebanyak 933, Kec. Sumbersari sebanyak 283, Kec. Patrang sebanyak 45. Potret Jalan Syamanhudi dan Jalan Untung Surapati merupakan Jalan dengan spesifikasi jalan kabupaten, yang seharusnya pemakaian jalan tersebut hanya untuk masyarakat atau pengendara yang melewati jalan tersebut. Akan tetapi pada saat ini, kita bisa melihat bahwa fungsi jalan tersebut semakin lama semakin tidak berfungsi pada mestinya. Keberadaan PKL adalah salah satu penyebab fungsi jalan di kawasan tersebut beralih fungsi menjadi area PKL. Pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan jalan tersebut menaruh lapaknya secara permanen memakai bahu jalan untuk melakukan kegiatan usahanya salama 24 jam, sehingga sering dijumpai kemacetan di kawasan tersebut. Fenomena yang terjadi di Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati terkait keberadaan PKL seperti yang di jelaskan di atas, juga terjadi pada Jalan Gajahmada. Jika dilihat, pedagang kaki lima yang menduduki Jalan Gajahmada menggunakan trotoar sebagai tempat untuk melakukan usahanya. Posisi Jalan Gajahmada merupakan jalan yang berada pada pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kabupaten Jember serta merupakan akses pintu masuk menuju Kota Jembercukup strategis untuk PKL dalam melakukan ativitas usahanya. Data peneyebaran PKL di Jalan Gajahmada menunjukkan terdapat 185 PKL pada tahun 2010 yang menduduki kawasan tersebut. Melihat kenyataan yang terjadi dilapangan sesuai dengan observasi yang dilakukan oleh peneliti. Proses implementasi Perbup Nomor 36 Tahun 2009 tentang penataan PKL di jalan gajahmada, Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati Jember belum sesuai dengan tujuan yang diharapakn menurut Perbup. Satpol PP sebagai pelaksana kebijakan belum menjalankan fungsinya sebagai penegak peraturan daerah dalam menata PKL dengan baik. Berdasarkan penjelasan di atas, rumusan masalah dalam penelitan ini adalah untuk mengetahui bagaimana bagaimana implementasi Perbup No.36 tahun 2009 tentang penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Gajahmada, Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati Jember Metode Penelitian Sesuai dengan judul dan rumusan masalah dalam penelitian, penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2001:3) mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif adalah Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dimana pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secar holistik (utuh). Sehingga dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Dari penjelasan diatas dalam paradigma penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif dapat disimpulkan adalah sebuah penelitian yang mengemukakan fakta sesuai dengan keadaan lapangan tentang suatu objek, akibat, gejala maupun kondisi atau keadaan dengan menguraikan, menjelaskan, dan menggambarkan secara detail kedalam suatu bentuk catatan atau tulisan secara sistematis. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan lokasi pertama penelitian di kantor Satpol PP Kabupaten Jember. Alasannya karena Satpol PP Kabupaten Jember merupakan pelaksana kebijakan penataan PKL dan lokasi kedua penelitian di Jalan Gajahmada, jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati Jember karena ketiga jalan tersebut berada pada pusat kota dan pusat keramaian. Penelitian ini menggunakan teknik purporsive dalam pengambilan informan, yaitu dengan cara penunjukan secara langsung informan yang dipilih oleh peneliti yang bersandar kepada kreteria yang telah ditentukan oleh peneliti, adapun kreteria penentuan informan primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Staf pegawai di Kantor Satpol PP Kabupaten Jember 2. Ikut secara langsung penataan PKL di jalan gajahmada, Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati Jember 3. Staf pegawai kantor Satpol PP Kabupaten Jember yang mengerti tentang penataan PKL di kabupaten Jember Kriteria di atas merupakan rujukan peneliti dalam menentukan informan primer dan diharapkan kreteria tersebut mampu mendapatkan informan primer yang memberikan informasi sesuai dengan data yang diharapkan oleh peneliti. Maka informan primer dalam penelitian adalah sebagai berikut, Bapak Drs. Moch. Suryadi M.Si yang merupakan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Jember. Selanjutnya Bapak Robby Cahyadi, S.stp yang merupakan Ketua Bidang Penegakan Peraturan Daerah Kantor Satpol PP Kabupaten Jember dan kemudian Informan selanjutnya adalah Bapak Mirfano yang

3 merupakan Kepala Dinas Koperasi dan UKMM serta sebagai Anggota tim Penataan dan Relokasi Pedagang Kaki Lima Kabupaten Jember. Penggalian informasi tentunya tidak cukup jika hanya bersifat searah. Artinya hanya mendapatkan informasi dari pihak pelaksana kebijakan, maka untuk menguatkan informasi tentunya membutuhkan adanya data pembanding dan pengontrol kebenaran data. Agar data yang didapatkan benar-benar valid dan mampu dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Maka peneliti juga menggunakan jasa informan tambahan, penentuan informan tambahan ini juga menggunakan teknik purporsive/ penunjukan secara langsung dengan berpatokan kepada kreteria yang sudah dibuat oleh peneliti, kreteria informan tambahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Seorang PKL yang menerima bantuan dan tinggal di Kabupaten Jember Minimal 5 tahun 2. Sudah berumur minimal 17 tahun 3. Mengerti dan tahu tentang penataan PKL di Kabupaten Jember Sesuai dengan kreteria tersebut maka informan tambahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Bapak Sucipto, Bapak Ida, Bapak Toyib, Bapak Imron yang merupakan pengendara kendaraan bermotor dengan usia 43 tahun dan mengerti tentang penataan PKL di Kabupaten Jember. Uraian di atas merupakan informan yang memberikan jasa informasi dalam penelitian ini. Dengan harapan bahwa informasi yang disampaikan kepada peneliti benar-benar valid dan teruji ke absahannya. Informan dalam penelitian ini baik informan primer maupun skunder berjumlah 8 orang. Di hentikannya proses penggalian data oleh peneliti dikarenakan adanya kejenuhan data atau informasi yang diperoleh oleh peneliti terhadap persoalan implementasi Perbup nomor 36 tahun 2009 tentang penataan PKL di jalan gajahmada, Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati Jember. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer menggunakan teknik wawancara dan observasi partisipatif. 2. Data Skunder yang digunakan adalah dokumentasi berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis interaktif. Analisis interaktif merupakan suatu model analisis data kualitatif yang dibuat oleh Miles dan Huberman dan untuk teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi. Menurut Moleong (2006:330) menyatakan bahwa triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil dari penelitian ini, peneliti membandingkan isi dari Perbup nomor 36 tahun 2009 tentang penataan PKL di Kabupaten Jember dengan keadaan atau realita yang ada di lapangan. 1. Lokasi Seperti dijelaskan pada pasal 2 ayat (1) tentang lokasi PKL, bahwa lokasi ataupun fasilitas umum yang dijadikan sebagai lokasi PKL tercantum pada Lampiran Bupati tersebut. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan melihat lembaran Peraturan Bupati nomor 36 Tahun 2009, bahwa tidak terdapat lampiran yang menjelaskan lokasi atau tempat di Kabupaten Jember yang dijadikan sebagai lokasi berdagang PKL. Hasil penelitian yang didapatkan peneliti bahwa pelaksanaan Perbup nomor 36 Tahun 2009 khususnya tentang lokasi PKL, tidak didasarkan pada aspek penentuan lokasi PKL. Pada kasus keberadaan PKL di Jalan Gajahmada, Dasar pelaksanaan yang diambil oleh Satpol PP Kabupaten Jember adalah pertimbangan Perbup nomor 36 tahun 2009 tersebut. Secara garis besar pertimbangan Perbup dibuat adalah untuk menjaga ketentraman dan ketertiban umum di Kabupaten Jember serta menata dan merelokasi PKL yang menempati fasilitas umum. 2.Waktu dan Kegiatan PKL Pada proses implementasi Peraturan Bupati nomor 36 tahun 2009 tersebut, juga dijelaskan waktu yang ditentukan bagi PKL dalam melakukan ativitasnya. Jika kita lihat, bahwa waktu pedagang kaki lima dalam melakukan aktivitasnya sangat berkaitan erat dengan lokasi PKL menurut Peraturan Bupati tersebut. Akan tetapi, Perbup tersebut tidak menjelaskan secara jelas lokasi mana saja yang dijadikan tempat PKL. Hal tersebut menimbulkan waktu PKL di beberapa titik PKl dalam berdagang tidak seragam, seperti yang terjadi pada kawasan PKL dijalan Gajahmada, dan Kawasan PKL pasar tanjung, yaitu, PKL jalan Untung Surapati dan jalan Samanhudi. Berbicara tentang waktu dan kegiatan PKL juga sangat berkaitan dengan status legal dan ilegal PKL tersebut. Keberadaan PKL di Jalan Gajahmada. Jalan Untung Surapati dan Jalan Samanhudi yang melakukan usahanya mulai pukul 01.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB bisa dikatakan sebagai PKL legal, karena aktivitas PKL tersebut sudah sesuai dengan Perbup nomor 36 Tahun 2009. Sebaliknya, apabila PKL melakukan aktivitas usahanya diluar jam yang sudah ditentukan oleh Perbup nomor 36 Tahun 2009 tentang penataan PKL, maka PKL tersebut dapat dikategorikan sebagai PKL ilegal, dan keberadaan mereka perlu untuk ditetibkan. 3. Tata cara ijin Lokasi PKL Peraturan Bupati nomor 36 tahun 2009 tentang penataan PKL pada Bab IV pasal 4 diatur tentang tata cara ijin lokasi PKL. Dalam bab tersebut dijelaskan tata cara PKL dalam berdagang harus mempunyai ijin yang ditujukan kepada Kepala satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Jember. Tujuan dari adanya ijin tersebut adalah agar PKL dapat memliki legalitas dalam berdagang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam proses penataan PKL pada ketiga kawasan tersebut yang dilakukan oleh Satpol PP Kabupaten Jember lebih menitik beratkan pada proses penertiban dan mengembalikan fungsi jalan dan trotoar yang dipakai oleh

4 PKL dalam melakukan aktivitasnya. Aturan yang menjelaskan perlunya ijin lokasi PKL ad Perbup nomor 36 Tahun 2009 bukan menjadi salah satu prioritas yang dilakukan Satpol PP dalam melakukan penataan PKL pada ketiga kawasan tersebut. 4. Sanksi Administrasi Pelaksanaan pemberian sanksi administrasi yang sesuai dengan Perbup nomor 36 tahun 2009 tersebut dilaksanakan oleh Satpol PP kabupaten Jember sebagai pelaksana kebijakan. Satpol PP merumuskan tahapan-tahapan Pemberian sanksi kepada PKL yang dianggap melanggar ketentuan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Sosialisasi dan Pembinaan Dibawah kendali bidang Penerangan dan Pengembangan, Sosialisasi dan Pembinaan telah dilakukan oleh anggota Polisi Pamong Praja kepada para pedagang kaki lima baik melalui tatap muka langsung di lapangan maupun dalam forum pertemuan-pertemuan. Sosialisasi dan Pembinaan dimaksud dilaksanakan pada siang hari maupun pada malam hari, dengan harapan dapat menjangkau para pedagang kaki lima yang berdagang pada siang dan malam hari. 2. Pemberian Peringatan Setelah memberikan sosialisasi dan pembinaan dalam kurun waktu yang cukup lama, yaitu antara dua sampai dengan tiga bulan, maka Kantor Polisi Pamong Praja memberikan peringatan kepada pedagang kaki lima yang masih belum mengindahkan ketentuan yang berlaku 3. Pemberian Teguran Setelah memberikan peringatan, maka Kantor Polisi Pamong Praja memberikan teguran kepada pedagang kaki lima yang tidak mengindahkan terhadap ketentuan yang berlaku. 4. Operasi Penertiban Sebagai langkah berikutnya, Kantor Pamong Praja, dibawah kendali Seksi Operasional dan Pengawasan yang dibantu oleh Komandan Peleton Siaga melakukan operasi penertiban dengan tetap mengedepankan kearifan dan menjunjung tinggi Peraturan Daerah yang ada. Operasi penertiban ini dilaksanakan untuk menjaring pedagang kaki lima yang melanggar ketentuan 5. Penyidikan dan Penindakan Dengan tetap mengedepankan kearifan dan menjunjung tinggi Peraturan Daerah yang ada, pedagang kaki lima yang telah terjaring dalam operasi penertiban dilakukan pembinaan dan menandatangaini surat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi ketentuan yang berlaku. Namun apabila ditemui pedagang kaki lima ang telah beberapa kali menerima pembinaan akan tetapi tetap melanggar ketentuan yang berlaku, maka Kantor Polisi Pamong Praja melalui Seksi Penyidikan dan Penindakan, akan mengajukan yang bersangkutan ke pengadilan. Pada penertiban PKL pada tahun 2012, kawasan PKL di jalan gajahmada menjadi kawasan PKL terbesar yang dijadikan target penertiban Satpol PP sebanyak 117 PKL. pada triwulan pertama terdapat 33 PKL yang ditertibkan, pada triwulan kedua Satpol PP melakukan penertiban PKL sebanyak 42 PKL, pada triwulan ketiga terdapat 19 PKL, sedangkan pada triwulan 23 PKL. Hal tersebut menunjukkan pada proses pemberian sanksi yang dilakukan oleh Satpol PP sudah berjalan di jalan Gajahmada. Selanjutnya dalam melihat hasil dari proses implementasi Perbup No 36 tahun 2009 tentang penataan PKL di Jalan Gajahmada, Jalan Untung Suropati, dan alan Samanhudi, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Dwijowijoto (2004:159) terkait dengan implementasi kebijakan yang didalamnya terdapat program intervensi, proyek intervensi, kegiatan intervensi, dan publik/masyarakat/beneficaries. 1. Program intervensi Program intervensi pada prinsipnya merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memaksimalkan sebuah kebijakan yang ditujukan kepada obyek kebijakan tersebut secara efketif. Sebuah program atau kebijakan turunan bisa dijalankan dengan baik apabila pemerintah mampu bertindak memaksa kepada obyek kebijakan untuk mentaati peraturan yang sudah dibuat. Studi kasus tentang implementasi Perbup Nomor 36 tahun 2009 tentang penataan PKL di Jalan Gajahmada, Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati dapat dilihat bahwa kebijakan Perbup nomor 36 tahun 2009 tentang penataan pedagang kaki lima tidak sepenuhya mengacu pada Perda nomor 6 tahun 2008. Hal tersebut dapat dilihat dari point pasal-pasal yang terdapat di Perbup, salah satu contoh dasar adalah dalam Peraturan Daerah terdapat pasal yang menjelaskan tentang pembinaan dan pemberdayaan sedangkan dalam perbup yang dijadikan sebagai kebijakan publik penjelas tidak terdapat pasal yang menjelaskan tentang pembinaan dan pemberdayaan. Hal tesebut menyebabkan tujuan dari perbup tersebut yang secara garis besar adalah untuk menata PKL agar tercipta suasana tertib dan aman tidak terlaksana dengan baik. 2. Proyek Intervensi Keberhasilan sebuah kebijakan bisa diimplementasikan dengan baik tidak hanya dipengaruhi oleh sumber daya manusia pelaksana kebijakan yang mumpuni, tetapi juga dipengaruhi oleh anggaran kebijakan tersebut dalam menunjang tugas operasional aparat pelaksana kebijakan dilapangan. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh oleh peneliti, Jumlah anggaran yang dianggarkan pada tahun 2009 2010 untuk pelaksanaan penataan PKL di Jl. Untung Surapati dan Jl. Samanhudi sebesar Rp. 22.196.000,- sedangkan untuk penataan di Jl. Gajahmada tidak ada anggaran khusus. Tidak adanya anggaran khusus untuk penataan PKL di Jl. Gajahmada dikarenakan pihak Satpol PP dan Pihak Kepolisisan melakukan penataan secara rutin dan anggaran tersebut menjadi satu dalam pos anggaran penertiban dan ketenteraman umum. Sedangkan adanya

5 anggaran khusus untuk penataan PKL di Jl. Untung Surapati dan Jl. Samanhudi karena adanya penataan besar pada tahun 2009 yang melibatkan banyak pihak, namun pada tahun berikutnya penataan PKL di kedua jalan tersebut tidak dapat dilakukan lagi karena tidak adanya anggaran yang dialokasikan. Dalam proses penataan PKL di Jl. Samanhudi dan Jl. Untung Surapati, diperlukan kerjasama antar instansi terkait dikarenakan potensi penolakan oleh PKL cukup besar. 3. Kegiatan Intervensi Kegiatan pelaksanaan kebijakan penataan PKL di Jalan Gajahmada, Jalan Samanhudi dan jalan Untung Surapati menurut Perbup Nomor 36 Tahun 2009 lebih diutamakan kegiatan dalam bentuk penertiban. Penertiban dilakukan bertujuan agar para pedagang yang menempati area bahu jalan atau trotoar sebagai tempat berjualan bisa mentaati peraturan berjualan di area tersebut. Berdsarkan hasil penelitian yang didapatkan peneliti di lapangan dapat dijelaskan bahwa belum adanya tindakan nyata yang dilakukan oleh Satpol PP disebabkan karena jumlah PKL yang cukup besar dan mengelompok serta unsur penolakan cukup besar mengakibatkan kegiatan pelaksanaan penanganan PKL di kedua jalan tersebut belum terlihat hasil nyata. 4. Publik/Masyarakat/Beneficaries Sebuah kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan dapat berjalan efektif dan mendapatkan hasil yang baik apabila kebijakan tersebut memiliki manfaat bagi masyarakat. Dalam kebijakan penataan PKL menurut Perbup nomor 36 Tahun 2009 di Jalan Gajahmada, Jalan samanhudi dan Jalan Untung Surapati, masyarakat selain PKL juga mendapat dampak dari keberadaan PKL di ketiga jalan tersebut.dampak tersebut dilihat dari tanggapan masyarakat terhadap keberdaan PKL di ketiga kawasan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dilapangan bahwa bahwa keberadaan PKL di Jalan Gajahmada disatu sisi meberikan dampak positif bagi masyarakat yang menjadi pembeli dari PKL tersebut bahwa harga yang ditawarkan oleh PKL lebih murah dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh toko atau Supermarket dengan kualitas dan barang sejenis. Sedangkan dampak negatif bagi masyarakat yang melihat keberadaan PKL di Jalan Gajahmada bahwa posisi Jalan Gajahmada yang cukup strategis, dimana berada di tengah-tengah Kota Jember. Hal tersebut yang membuat keberadaan mereka sangat mengganggu pemandangan dan kumuh. Sedangkan pada Jalan Untung Surapati dan Jalan Samanhudi, berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik toko yang berada di belakang lokasi PKL bahwa secara tidak langsung menutup akses calon pembeli yang akan membeli di toko, akan tetapi, pemilik toko tidak merasa keberatan dengan keberadaan PKL di jalan tersebut. Potensi penghasilan yang didapatkan oleh PKL dan toko juga tidak ada pengaruhnya terhadap keberadaan PKL yang memakai bahu jalan. Kesimpulan Kesimpulan dan Saran Proses implementasi perbup nomor 36 tahun 2009 tentang penataan PKL yang dilakukan oleh Satpol PP sebagai pelaksana kebijakan belum berjalan maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari ketidaksesuaian antara tujuan yang diharapkan dari Peraturan bupati dengan keadaan yang terjadi saat ini di jalan Gajahmada, Jalan Samanhudi dan Jalan Untung Surapati Jember. Proses penindakan dan penertiban yang seharusnya dilakukan oleh Satpol PP tidak berjalan. Akibatnya, jalan yang seharusnya bisa digunakan khusus untuk pengendara tidak bisa difungsikan dengan baik,akibat PKL yang menggunakan bahu jalan sebagai tenpat bedagang. Selain itu, trotoar yang seharusnya digunakan untuk para pejalan kaki tidak berfungsi akibat digunakan PKL untuk berdagang. Saran a. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di internal Satpol PP Kabupaten Jember sebagai penegak peraturan daerah. b. Menganggarkan Anggaran penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Jember dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Ucapan Terima Kasih Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Prof. Dr. Hary Yuswadi, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember; Bapak Dr. Sasongko, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember; Ibu Dra. Anastasia Murdyastuti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember; bapak Drs. Khaliq Azhari M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang turut memberikan dukungan, arahan, dan nasehat selama penulis menjadi mahasiswa; Bapak Drs. Anwar, M.Si, selaku ketua penguji yang telah bersedia untuk menyempurnakan jurnal ini. Ibu Dra. Inti Wasiati, MM, selaku dosen pembimbing I yang telah memberi dukungan, bimbingan, saran, waktu, dan kesabaran dalam penyusunan skripsi ini; Bapak Dr. Soetomo MM selaku dosen pembimbing II yang telah memberi dukungan, bimbingan, saran, waktu, dan kesabaran dalam pentusunan skripsi ini;

6 Daftar Pustaka [1] Moleong, Lexy,. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. [2] Narbuko, C., Acmadi, A. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara. [3] Pedoman Pelaksanaan kegiatan Bimbingan Sosial dan Ketrampilan bagi Bekas Warga Binaan Pemasyarakatan Jawa Timur 2010 UNDANG-UNDANG PERATURAN BUPATI NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN JEMBER