BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive dikonstruksikan sebagai tahapan mulai adanya faktor predisposisi, faktor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive (Majnun, 2009) Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO mengatakan paling tidak ada satu dari empat didunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan sekitar 450 juta orang didunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu menurut Dr. Uton Muctar rafei, Direktur WHO wilayah Asia Tenggara, hampir satu pertiga dari penduduk wilayah ini pernah mengalami gangguan Neuropsikiatri, data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), di Indonesia diperkirakan sebesar 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa (Winddyasih, 2008)
Ketidak mampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Satu diantaranya adalah isolasi sosial, supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup terhadap perubahan perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungannya (Winddyasih, 2008). Karakteristik pasien yang mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain dapat dijumpai karakteristik berupa ketidaknyamanan dalam interaksi sosial, ketidak mampuan untuk menerima pendapat orang lain, gangguan interaksi dengan teman-teman dekat, keluarga, dan orang-orang terdekat lainnya. Gangguan ini menyebabkan terjadinya perilaku manipulatif pada individu yakni perilaku agresif atau melawan/menentang terhadap orang lain yang menghalangi keinginannya atau dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya. Jika perilaku manipulatif tidak teratasi maka akan terjadi perilaku menarik diri yaitu usaha untuk menghindari interaksi dengan orang lain dan kemudian menghindari berhubungan sebagai suatu pertahanan terhadap ansietas yang berhubungan sebagai suatu stresor/ancaman (Tucker, dkk. 1998) Hasil Penelitian Hatfield (1998) menunjukkan bahwa sekitar 72% pasien gangguan jiwa yang mengalami isolasi sosial dan 64% tidak mampu memelihara diri sendiri. Umumnya keterampilan sosial pasien buruk, umumnya disebabkan karena onset dini penyakitnya. Penilaian yang salah terhadap interaksi sosial, kecemasan yang tinggi dan gangguan pemprosesan informasi.
Untuk meningkatkan keterampilan sosial, penderita perlu mendapatkan pelatihan (seperti terapi aktivitas kelompok/terapi lingkungan) atau memberi respon terhadap suatu masalah atau situasi tertentu melalui komunikasi teraupetik. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien juga kepuasan bagi perawat. Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi dan didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang serta perasaan ingin membantu orang lain (Winddyasih, 2008). Hasil penelitian menunjukan terdapat peningkatan nilai rata-rata setelah diberikan perlakuan terapi aktifitas kelompok untuk sessi1sebesar 0,45, sessi 2 sebesar 0,20, sessi 3 sebesar 0,50, hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test sign didapatkan hasil 0,01 karena p< 0,05, kesimpulan bahwa terapi aktifitas kelompok meningkatkan kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri (Sebastian, 2009) Berdasarkan latar belakang maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh terapi modalitas sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial.
2. Tujuan penelitian Mengetahui pengaruh terapi modalitas: sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pada pasien isolasi sosial di ruang cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. 3. Pertanyaan penelitian Bagaimana pengaruh terapi modalitas sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi sosial. di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan? 4. Manfaat penelitian 4.1.Bagi peneliti Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman mengenai pengaruh terapi modalitas terhadap isolasi sosial pada pasien ganggua jiwa yang dirawat di ruang cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. 4.2.Bagi pelayanan kesehatan Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat atau petugas kesehatan lainnya tentang pentingnya terapi modalitas terhadap kemampuan komunikasi pasien isolasi social
4.3. Bagi Institusi pendidikan Hasil penelitian ini merupakan bahan bahan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan jiwa, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan selanjutnya.