BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong dengan bahasa latin Manihot Utilissima adalah perdu tahunan tropika dan subtropika, yang dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat yang besar dan rendah kalori (Mindah : 2008). Di Indonesia, ubi kayu merupakan hasil pertanian pangan terbesar kedua setelah padi, sehingga ubi kayu memiliki potensi sebagai bahan baku yang penting bagi berbagai produk pangan. Beberapa makanan hasil olahan singkong antara lain adalah crackers, tape/peuyeum, dan gethuk. Ubi kayu juga dapat diolah oleh pabrik-pabrik yang menghasilkan produk berbahan baku ubi kayu. Beberapa produk tersebut adalah tepung tapioka atau tepung kanji yang merupakan serbuk pati dari ubi kayu, gaplek yang merupakan salah satu produk pengawetan dari ubi singkong dengan melakukan pengeringan, pelet untuk makan ternak yang berupa ubi kayu yang telah digiling dan dikeringkan. Produk lain adalah bioethanol. Ubi kayu dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan bioethanol, yang merupakan bahan bakar nabati yang mulai digunakan sebagai bahan bakar beberapa mesin dan kendaraan. Lampung menjadi penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Beberapa tahun terakhir luas lahan yang digunakan untuk perkebunan singkong mencapai 367.966 ha, yang hampir menyaingi luas lahan untuk padi yang mencapai 447.374 ha. Tiap tahunnya hasil panen yang didapat dari produksi singkong terus meningkat seiring dengan luas lahan yang digunakan untuk berkebun. Gambar 1.1 memperlihatkan produksi singkong di Provinsi Lampung tahun 2001 hingga tahun 2013. 1
12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 Produksi(Ton) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Produksi(Ton) Gambar I. 1 Grafik Tingkat Produksi Singkong di Provinsi Lampung tahun 2001 hingga 2013 (Sumber : BPS, 2013) Melihat peluang yang ada dengan terus bertambahnya tingkat produksi singkong, muncul banyak pabrik-pabrik pengolah berbahan baku singkong. Pada Lampiran A terdapat beberapa perusahaan pengolah singkong yang telah terdaftar secara resmi. Dengan banyaknya pabrik yang menggunakan singkong sebagai bahan bakunya, maka terdapat peluang besar yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh para petani singkong dan para investor. Namun saat ini harga jual dari singkong masih dikendalikan penuh oleh pihak pabrik dan para petani tidak dapat menolak tawaran harga dari pabrik. Hal ini dikarenakan tiap-tiap petani menjual hasil panennya secara individual sehingga jumlah singkong yang ditawarkan dalam jumlah yang sedikit dan dengan kualitas singkong yang kurang baik. Tanpa memiliki posisi tawar, kesejahteraan rumah tangga para petani tidak akan pernah meningkat. Menurut Akhmad (2007), upaya yang harus dilakukan petani untuk menaikkan posisi tawar adalah dengan: 1. Konsolidasi petani dalam satu wadah untuk menyatukan gerakan ekonomi dalam rantai pertanian, dari pra produksi sampai pemasaran. 2. Kolektifikasi produksi, yaitu perencanaan produksi secara kolektif untuk menentukan pola, kuantitas, dan siklus produksi secara kolektif. 2
3. Kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini sangat membantu dalam mengikis jaringan-jaringan tengkulak dan menghindar dari tekanan pabrik dalam penentuan posisi tawar. Selain itu pasar untuk singkong sebagai bahan baku masih terbuka lebar pada provinsi Lampung. Saat ini petani setempat baru mampu memenuhi 40% dari kebutuhan dari pabrik-pabrik yang berbahan baku singkong (sumber: www.lampost.co/berita/pasar-singkong-masih-terbuka-lebar-di-lampung). Terdapat beberapa penyebab dari kondisi tersebut, salah satunya adalah tidak maksimalnya hasil panen dari para petani. Saat ini petani-petani melakukan penanaman singkong secara individu kurang memperhatikan perawatan yang diberikan pada pohon singkong yang ditanam. Para petani tersebut belum mengetahui bahwa perlakuan yang demikian sangat mempengaruhi hasil panen nantinya. Karena pohon singkong yang ditanam seperti yang dilakukan petani saat ini menghasilkan 10-15 kg per pohon, namun jika penanaman dilakukan dengan teknik yang tepat dan pemberian pupuk dengan rutin bisa menghasilkan hingga 20 kg per pohon atau lebih. Salah satu solusi yang dapat ditempuh untuk memecahkan persoalan yang dihadapi petani dalam hal ini adalah membentuk suatu Corporate Farming. Corporate Farming adalah sebuah sistem pertanian dengan menerapkan cara penggarapan lahan yang relatif luas secara bersama-sama dengan petani dalam satu sistem pengelolaan oleh sebuah perusahaan atau korporasi (sumber: www.seragenkab.go.id). Kepemilikan dari lahan tersebut merupakan milik lebih dari satu orang dan nantinya akan ada kesepakatan terkait dengan hasil panen yang akan diperoleh. Ruang lingkup kerja sama antara perusahaan dan para petani dalam Corporate Farming meliputi pelatihan, pengawasan, dan saran-masukan dalam membudidayakan singkong, Selain itu juga meliputi persediaan modal kerja berupa bibit singkong unggul, pupuk organik, dan pestisida, serta pemasaran. Dengan semua itu para petani dapat menghasilkan singkong yang lebih berkualitas dan juga dengan adanya Corporate Farming yang menghimpun hasil 3
panen dari para petani dapat memberikan penawaran harga yang lebih tinggi kepada pabrik pengolah singkong. Untuk membentuk Corporate Farming singkong tersebut diperlukan dana yang dapat diperoleh dari individu atau petani secara bersama-sama. Investor perlu mengetahui kelayakan dari usaha yang akan dibangun, maka perlu dilakukan analisis kelayakan bisnis agar dapat diketahui kelayakan bisnis dari Corporate Farming singkong tersebut dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek finansial, aspek sosio ekonomi, dan aspek legal, serta analisis risiko dan sensitivitas usaha terhadap beberapa variabel tertentu. Hasil dari analisis yang akan dilakukan sangat mempengaruhi keputusan dari investor yang akan membantu pembiayaan dari jalannya usaha Corporate Farming singkong ini. I.2 Perumusan Masalah Permasalahan inti dari penelitian ini adalah menganalisa kelayakan pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong di provinsi Lampung, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek pasar? 2. Bagaimana kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek teknis? 3. Bagaimana kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek finansial? 4. Bagaimana kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek sosio ekonomi? 5. Bagaimana kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek legal? 6. Bagaimana tingkat sensitifitas dan risiko yang ada dalam bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong terhadap perubahan variabel-variabel biaya, harga jual, volume produksi? 4
I.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dilakukannya penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Menganalisis kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek pasar. 2. Menganalisis kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek teknis. 3. Menganalisis kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek finansial. 4. Menganalisis kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek sosio ekonomi. 5. Menganalisis kelayakan bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong dilihat dari aspek legal. 6. Menganalisis tingkat sensitifitas dan risiko yang ada dalam bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong terhadap perubahan variabel-variabel biaya, harga jual, volume produksi. I.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini di antaranya adalah: 1. Sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan investasi bisnis pendirian Corporate Farming untuk komoditi ubikayu/singkong. 2. Sebagai sarana untuk membantu meningkatkan keesejahteraan petani singkong. I.5 Batasan Masalah Pembatasan masalah yang akan diteliti diperlukan agar penelitian tidak terlalu luas dan menyimpang dari tujuan semula. Beberapa batasan yang digunakan dala penelitian ini adalah: 1. Suku bunga, inflasi, pajak, dan kondisi ekonomi lainnya dianggap normal dan stabil selama periode analisis. 5
I.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini diuraikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab pendahuluan berisi uraian dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka Bab tinjauan pustaka berisi dasar-dasar teori yang akan digunakan dalam penelitian analisis kelayakan yang akan dibahas. Tujuan dari bab ini adalah membentuk kerangka berfikir dan landasan teori yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian serta berisi literatur yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. BAB III Metodologi Penelitian Bab metodologi penelitian berisi penjelasan langkah-langkah penyelesaian masalah yang digunakan dalam penelitian analisis kelayakan sesuai dengan tujuan permasalahan dan juga sebagai kerangka utama untuk memandu penelitian agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. BAB IV Pengumpulan dan Pengolahan Data Bab pengumpulan dan pengolahan data berisi penjelasan mengenai proses pengumpulan dan pengolahan data yang dibutuhkan dalam penelitian. BAB V Analisis Bab analisis bersisi penjelasan analisis yang dilakukan terhadap data-data yang telah dikumpulkan dan diolah. BAB VI Kesimpulan dan Saran Bab kesimpulan dan saran berisi penjelasan kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian serta saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian. 6