BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit ini berhubungan erat dengan adanya infeksi Helicobacter pylori,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

sebesar 90% (Dodge, 1993). Ulkus gaster berukuran lebih besar dan lebih menonjol sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) terdiri dari ulkus gaster dan ulkus

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB I PENDAHULUAN. I.A Latar Belakang. Diabetes merupakan salah satu penyakit yang. diperkirakan prevalensi di seluruh dunia akan meningkat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA. PADA KELUARGA Tn. H KHUSUSNYA Tn. H DENGAN GANGGUAN PENCERNAAN: GASTRITIS DI WILAYAH PUSKESMAS GROGOL I

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 4 HASIL. 23 Universitas Indonesia. Gambar 4.1 Sel-sel radang akut di lapisan mukosa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Penelitian. histopatologi. Gastritis yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan didapatkan

I KOMANG AGUS SETIAWAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh rusaknya ketahanan mukosa gaster. Penyakit ini. anemia akibat perdarahan saluran cerna bagian atas (Kaneko et al.

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Pada negara berkembang infeksi Helicobacter pylori terjadi pada 80% populasi,

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

B A B I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa nyeri atau

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

ABSTRAK ETIOPATOGENESIS ULKUS PEPTIKUM. Nita Amelia, 2006, Pembimbing utama : Freddy T Andries, dr., M.S.

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik yang tidak normal dan pola hidup yang tidak sehat. Kanker dapat

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 2012, berdasarkan data GLOBOCAN, International

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya malnutrisi pada pasien dan meningkatkan angka infeksi, atrofi otot,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia baik di negara berkembang maupun negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, dimana jarak ini menentukan apakah seseorang dikatakan sehat

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. sumsum tulang yang paling sering ditemukan pada anak-anak (Wong et al, normal di dalam sumsum tulang (Simanjorang, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel yang abnormal. Jika penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ulkus peptikum perforasi merupakan masalah kesehatan serius di dunia. Penyakit ini berhubungan erat dengan adanya infeksi Helicobacter pylori, asupan makanan yang dikonsumsi oleh manusia serta masalah psikologis yang dialami terutama faktor stres. Penyakit ulkus peptikum perforasi yaitu ulkus gaster dan ulkus duodenum merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan terutama dalam kelompok usia di atas 45 tahun. Ulkus peptikum perforasi merupakan suatu defek mukosa atau submukosa yang berbatas tegas yang dapat menembus lapisan muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga terjadi perforasi (Akil, 2006). Ulkus gaster merupakan suatu gambaran bulat atau semibulat/oval dengan ukuran lebih dari 5 mm dari kedalaman submukosa pada mukosa gaster akibat terputusnya kontinuitas/integritas mukosa gaster dengan dasar ulkus ditutupi debris (Tarigan, 2006). Ulkus peptikum perforasi insidennya cukup tinggi di Amerika Serikat, dengan 4 juta penduduk terdiagnosis setiap tahunnya.sekitar 20-30 % dari prevalensi ulkus ini terjadi akibat pemakaian Obat AntiInflamasi Non Steroid (OAINS) terutama yang nonselektif. OAINS digunakan secara kronis pada penyakit-penyakit yang didasari inflamasi kronis seperti osteoarthritis. Pemakaian kronis ini semakin meningkatkan risiko terjadi ulkus peptikum. Prevalensi infeksi Helicobacter pyloridi negara berkembang lebih tinggi dibanding dengan negara 1

2 maju. Prevalensi pada populasi di negara maju sekitar30-40% sedangkan di negara berkembang mencapai 80-90%. Dari jumlah tersebut hanya sekitar10-20% yang akan menjadi penyakit gastroduodenal (Rani, 2001). Di Inggris sekitar 6 20% penduduk menderita ulkus pada usia 55 tahun, sedangkan prevalensinya 2 4%. Di Amerika Serikat ada 4 juta pasien dengan gangguan asam pepsin, prevalensinya adalah 12% pada pria dan 10% pada wanita dengan angka kematian pasien 15.000 per tahun dan menghabiskan dana 10 milyar dolar per tahun (Tarigan, 2006). Di Indonesia, khususnya di Makassar, ditemukan prevalensi ulkus duodenum sebanyak 14% dan ulkus duodenum disertai dengan ulkus gaster sebanyak 5%. Umur terbanyak yaitu antara umur 45-65 tahun dengan kecenderungan semakin tua umur, prevalensi semakin meningkat dengan didominasi pria lebih banyak dibandingkan dengan wanita. Dari waktu ke waktu, manajemen ulkus gaster lebih baik seiring dengan ditemukannya faktor-faktor penyebab yang ditunjang dengan kemajuan dalam bidang farmasi yang berhasil menemukan dan mengembangkan obat-obat yang sangat berpotensi untuk penyembuhan ulkus gaster (Akil, 2006). Prevalensi kemunculan ulkus peptikum perforasi berpindah dari yang predominan pada pria ke frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita. Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulkus mengalami penurunan padapria usia muda, khususnya untuk ulkus duodenum, dan jumlah meningkatpada wanita usia tua (Anand, 2012).

3 Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan mempengaruhi kondisi lambung, yaitu faktor pertahanan lambung dan faktor perusak lambung. Kedua faktor ini, pada lambung sehat, bekerja secara seimbang, sehingga lambung tidak mengalami kerusakan/luka. Faktor perusak lambung meliputi faktor perusak endogen yang berasal dari dalam lambung sendiri antara lain HCL, pepsin dan garam empedu; faktor perusak eksogen, misalnya (obatobatan, alkohol dan bakteri). Faktor pertahanan lambung tersedia untuk melawan atau mengimbangi kerja dari faktor tersebut diatas. Faktor/sistem pertahanan pada lambung, meliputi lapisan pre-epitel, epitel, post epitel.apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua faktor di atas, baik faktor pertahanan yang melemah ataupun faktor perusak yang semakin kuat, dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel lambung, yang pada akhirnya akan membentuk ulkus lambung/peptikum. Pemberian paparan eksogen yang berlebihan seperti kortikosteroid, OAINS dan kafein dapat memicu terjadinya ulkus lambung. Lambung memiliki mekanisme penyembuhan ulkus sendiri. Mekanisme ini merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan migrasi sel, proliferasi, reepitelisasi, angiogenesis dan deposisi matriks yang selanjutnya akan membentuk jaringan parut (Bas et al, 2008). Faktor faktor risiko dari morbiditas dan mortalitas pada ulkus peptikum perforasi meliputi umur, penyakit penyerta, keterlambatan penanganan, ukuran perforasi, jumlah leukosit dan letak ulkus dan terjadinya ulkus berulang. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan seperti penelitian Salih et al, 2007bahwa infeksi H. pylori, penggunaan NSAID, merokok, alkohol, dan

4 konsumsi aspirin sebagai faktor risiko terjadinya ulkus peptikum perforasi dengan hasil yang signifikan. Bas et al, 2008 menyebutkan bahwa umur merupakan prediktor dari morbiditas dimana pada pasien yang lebih tua didapatkan risiko lebih tinggi daripada umur yang lebih muda. Morbiditas lain pada ulkus peptikum perforasi yang berhubungan dengan riwayat penyakit, jumlah dari cairan abdomen, letak dari ulkus, riwayat dari penyakit ulkus, jumlah drain menunjukkan data yang tidak signifikan. Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, dari catatan rekam medik di bagian bedah khususnya, didapatkan data bahwa angka kejadian ulkus peptikum perforasi yang dilakukan tindakan operasi cukup tinggi. Pasien yang dioperasi 3 tahun terakhir yaitu tahun 2013 berjumlah 33 pasien, tahun 2014 berjumlah 45 pasien dan tahun 2015 berjumlah 32 pasien. Dari seluruh pasien yang dilakukan tindakan operasi, sampai saat ini sebab terjadinya ulkus peptikum perforasi belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang faktor faktor risiko pada pasien dengan ulkus peptikum perforasi. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ulkus peptikum perforasi lebih sering terjadi pada usia lebih dari atau sama dengan 45 tahun?

5 2. Apakah ulkus peptikum perforasi lebih sering terjadi pada jumlah leukosit lebih dari atau sama dengan 20.000/mm3? 3. Apakah ulkus peptikum perforasi lebih sering terjadi pada pengkonsumsi alkohol lebih dari tiga kali seminggu? 4. Apakah ulkus peptikum perforasi lebih sering terjadi pada pengkonsumsi obat anti inflamasi non steroid selama lebih dari tiga bulan terakhir? 1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berperan terhadap pasien dengan ulkus peptikum perforasi di bagian bedah RSUP Sanglah Denpasar. 1.3.2. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui bahwa ulkus peptikum perforasi lebih sering terjadi pada usia lebih dari atau sama dengan 45 tahun. 2. Untuk mengetahui bahwa ulkus peptikum perforasi lebih sering terjadi pada jumlah leukosit lebih dari atau sama dengan 20.000/mm3. 3. Untuk mengetahui bahwa ulkus peptikum perforasi lebih sering terjadi pada pengkonsumsi alkohol lebih dari tiga kali seminggu. 4. Untuk mengetahui bahwa ulkus peptikum perforasi lebih sering terjadi pada pengkonsumsi obat anti inflamasi non steroid selama lebih dari tiga bulan terakhir.

6 1.4.Manfaat 1.4.1. Manfaat ilmiah Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam upaya mengetahui faktor - faktor risiko klinis pada ulkus peptikum perforasi di Bagian Bedah RSUP Sanglah. 1.4.2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang aktual tentang faktor - faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya ulkus peptikum perforasi sehingga penatalaksanaan pengobatan dapat dilakukan secara cepat dan tepat dalam mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat ulkus peptikum perforasi.