BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal, biasanya melebihi beberapa orang dalam suatu bagian atau lebih. Ini disusun dengan tujuan untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksitransaksi yang terjadi (Zaki Baridwan, 2010:3) yang dikutip dari pendapat W. Gerald Cole. Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.didalam suatu sistem, biasanya terdiri dari beberapa prosedur dimana prosedur-prosedur itu saling terkait dan saling mempengaruhi. Akibatnya jika terjadi perubahan maka salah satu prosedur, maka akan mempengaruhi prosedur-prosedur yang lain(mulyadi, 2001). Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulangulang. Dengan kata lain melakukan aktivitas atau kegiatan secara berulang dengan cara yang sama. (Ismail Masya, 1994). Menurut Narko (2003:3) Prosedur adalah serangkaian titik rutin yang diikuti dalam melaksanakan suatu wewenang fungsi dan operasional. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa prosedur ialah suatu rangkaian kegiatan yang biasanya melibatkan beberapa orang, guna menangani segala transaksi perusahaan yang berulang terjadi secara seragam.
2.2.Pajak 2.2.1. Pengertian Pajak Beberapa ahli memberikan pengertian yang berbeda tentang pajak. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan para ahli diantaranya: a. Menurut Prof. Dr. Soemitro Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk pengeluaran umum. b. Menurut Sommerfeld Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya untuk menjalankan pemerintahan. c. Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Dari beberapa definisi diatas pajak dapat diartikan sebagai salah satu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta (dalam pengertian luas) kepada sektor pemerintah (kas negara), berdasarkan undang-undang atau peraturan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang secara langsung dan seimbang yang dapat ditunjukkan secara individual dan hasil penerimaan pajak tersebut merupakan sumber
penerimaan negara yang akan digunakan untuk pengeluaran pemerintah baik rutin maupun pengeluaran pembangunan. 2.2.2. Fungsi Pajak Fungsi pajak merupakan bagian dari tujuan pajak, sedangkan tujuan pajak berhubungan dengan tujuan negara, dimana tujuan pajak itu harus diselaraskan dengan tujuan negara yang menjadi dasar landasan tujuan pemerintahan. Di dalam tujuan pajak maupun tujuan negara semuanya mengarah pada tujuan masyarakat. Dimana tujuan masyarakat inilah yang menjadi falsafah bagi bangsa dan negara, sehingga pajak yang dipungut dari masyarakat itu hendaknya dipergunakan untuk kepentingan dan keperluan masyarakat itu sendiri. Ada dua fungi pajak, yaitu: 1) Fungsi anggaran (budgetair) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2) Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 2.2.3. Pengelompokan Pajak a) Menurut Golongannya 1) Pajak Langsung Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) 2) Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat disebabkan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
b) Menurut Sifatnya 1) Pajak Subjektif Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh) 2) Pajak Objektif Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) c) Menurut Lembaga Pemungutnya 1) Pajak Pusat Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 2) Pajak Daerah Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas: a. Pajak Provinsi Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. b. Pajak Kabupaten/ Kota Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2.2.4. Tata Cara Pemungutan Pajak a. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel: 1) Stelsel nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. 2) Stelsel anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak terutang untuk tahun pajak berjalan. 3) Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung didasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. b. Asas Pemungutan Pajak 1) Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
2) Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. 3) Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. c. Sistem Pemungutan Pajak 1) Official Assessment System Officialassessment systemadalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib Pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Self Assessment System Self assessment systemadalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3) With Holding System With holding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus
dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada padapihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. 2.2.5. Tarif Pajak a. Tarif Sebanding/Proporsional Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. b. Tarif Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. c. Tarif Progesif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. d. Tarif Degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. 2.3.SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) 2.3.1.Pengertian SPT Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.3.2.Fungsi SPT Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak. c. Harta dan kewajiban. d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. 2.3.3.Jenis SPT Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. b) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. SPT meliputi: 1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan 2) SPT Masa yang terdiri dari: a. SPT Masa Pajak Penghasilan. b. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai. c. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. SPT dapat berbentuk: 1) Formulir kertas (hardcopy) 2) e-spt
2.3.4.Batas Waktu Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah: a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak. Khusus untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak. c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak. 2.3.5.Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri: a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 tahun pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang. b. Laporan keuangan sementara. c. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan dengan cara: a. Secara langsung. b. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat. c. Dengan cara lain, yang meliputi: 1) Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. 2) e-filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Aplication Service Provider(ASP).. 2.3.6.Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar: a. Rp 500.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. b. Rp 100.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya. c. Rp 1.000.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan. d. Rp 100.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. 2.4.SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan 2.4.1.Pengertian Wajib Pajak Badan Wajib Pajak Badan adalah badan seperti yang dimaksud pada UU KUP (Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP).Definisi badan menurut UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 angka 3 meliputi Perseroan Terbatas (PT), Persekutuan Komanditer atau Commanditaire Vennootschap(CV), Badan Usaha Milik Negara maupun Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Badan Usaha Tetap. Badan sebagaimana diuraikan diatas, merupakan salah satu subjek pajak. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia disebut dengan Subjek Pajak Badan Dalam Negeri. Dan manakala persyaratan subjektif maupun objektifnya telah terpenuhi, Subjek Pajak Badan disebut dengan Wajib Pajak Badan. 2.4.2.Pengertian Pajak Penghasilan Badan Sesuai dengan pasal 1 UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.pajak Penghasilan Badan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP). Adapun subjek dari PPh Badan yaitu: a. Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. b. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap(BUT) di Indonesia, dan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia.
Objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak Badan yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. 2.4.3.Formulir SPT Tahunan untuk Wajib Pajak Badan a. Formulir 1771 Formulir ini diperuntukan buat Wajib Pajak Badan dalam negeri baik berbentuk CV, PT, Firma, dan yang berbentuk badan hukum lainnya.