5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kembung Lelaki 2.1.1. Identifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan kembung lelaki menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisce Subkelas : Teleostei Ordo : Percomorpy Sub ordo : Scombridae Famili : Scombridae Genus : Rastrelliger Spesies : R. kanagurta Nama umum : Indian mackerel (Inggris) dan kembung lelaki (Indonesia). Ikan kembung lelaki memiliki ciri-ciri terdapat dua sirip punggung secara terpisah yang masing-masing terdiri dari 8 hingga 9 jari-jari lemah. Sirip dada terdiri dari 16 hingga 19 jari-jari sirip lemah, sirip perut terdiri dari 7 hingga 8 jari-jari lemah, sirip ekor terdiri dari 50 hingga 52 jari-jari lemah bercabang dan sisik pada garis rusuk (linea lateralis) terdiri dari 127 hingga 130 buah sisik. Selain itu, ikan ini memiliki panjang total 3,4 sampai 3,8 kali tinggi badan dan panjang kepala lebih dari tinggi kepala. Gambar ikan kembung lelaki disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Ikan kembung lelaki
6 2.1.2. Sebaran dan musim penangkapan Ikan kembung lelaki yang tergolong kedalam kelompok mackerel memiliki penyebaran secara vertikal dan horizontal. Penentuan batas penyebaran secara vertikal penting sekali diketahui agar kedalaman alat tangkap ikan dapat disesuaikan dengan kedalaman renang ikan. Penyebaran ikan kembung lelaki secara horizontal perlu diketahui juga untuk penentuan daerah penangkapan ikan (Laevastu dan Hayes 1981 in Handoyo 1991). Menurut Collette dan Nauen (1983) daerah penyebaran ikan ini mencakup Indo-Barat pasifik, Laut Merah, Afrika Timur sampai Indonesia, Ryukyu, Australia, Melanisia, Somalia, hingga memasuki Laut Mediterranean melalui Terusan Suez ( Gambar 3). Gambar 3. Peta penyebaran ikan kembung lelaki di dunia Sumber : GBIF OBIS 2010 Menurut Hardenberg (1938) in Rifqie (2007) ikan kembung di Laut Jawa dipengaruhi angin musim. Pada saat musim angin timur yaitu pada bulan Desember-Februari sekelompok ikan kembung bergerak dari arah Laut Jawa menuju arah Barat. Kelompok ikan kembung ini perlahan-lahan menghilang dari Laut Jawa kemudian selang beberapa minggu ikan kembung yang baru memasuki Laut Jawa dari arah Timur. Sebaliknya terjadi pada saat Musim Barat yaitu pada bulan Juni-September, dinamika stok ikan kembung yang masuk ke Laut Jawa berasal dari Laut Cina Selatan dan Samudra Hindia melalui Selat Sunda. Musim penangkapan ikan kembung lelaki di Selat Sunda pada bulan Maret hingga November. Penangkapan ikan terbanyak terjadi pada bulan Mei hingga Juni dan selanjutnya jumlah tangkapan mulai menurun. Musim paceklik ikan
7 kembung lelaki terjadi pada bulan Januari hingga Februari. (Tempat Pelelangan Ikan Labuan 1 2011). Menurut Lee (2010) jumlah tangkapan ikan yang tertangkap saat bulan semi gelap lebih banyak dibandingkan dengan bulan gelap dan bulan terang. Namun secara khusus ikan kembung lebih banyak tertangkap saat bulan gelap dibandingkan bulan semi gelap dan bulan terang. 2.1.3. Alat tangkap Salah satu tangkapan utama pukat cincin adalah ikan kembung lelaki. Ikan kembung lelaki ditangkap menggunkan pukat cincin di Paparan Sunda dapat mencapai lebih dari 70 % tangkapan total (Atmaja et al. 2000). Menurut Baskoro (2002) in Sinaga (2010), pukat cincin ini dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan sampai ikan terkurung, bagian bawah jaring lalu dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin. Teknik pengoperasian pukat cincin dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap persiapan, penentuan daerah penangkapan, tahap pengoperasian, dan penarikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan Labuan 1 (2011) jumlah kapal pukat cincin yang menangkap di Selat Sunda adalah 6 kapal masing-masing berukuran 14 GT (2 buah), 6 GT, 13 GT (2 buah) dan 15 GT. Jaring yang digunakan memiliki beberapa ukuran mata jaring. Salah satu ukuran mata jaring yang digunakan yaitu 1-1,25 inch bagian badan jaring dan 0,5 inch bagian kantong dengan panjang 200 m dan tinggi 70 m (Gambar 4). Selain pukat cincin, ikan kembung lelaki juga ditangkap menggunakan jaring rampus dan pukat insang namun hanya sebagai hasil tangkapan sampingan. Badan tinggi Kantong Gambar 4. Pukat cincin Sumber : Prasetyo 2009
8 2.2. Pertumbuhan 2.2.1. Hubungan panjang bobot Bobot merupakan fungsi dari panjang ikan. Ikan diasumsikan sebagai suatu bentuk kubus dengan volume yang berdimensi tiga dengan panjang yang dipangkat tiga sedangkan ikan memiliki bentuk yang berbeda-beda. Berdasarkan analisis panjang dan bobot ikan dapat diperoleh nilai b yang akan menentukan kondisi ikan tersebut. Semakin tinggi nilai b maka ikan tersebut semakin gemuk dan sebaliknya. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keturunan, lingkungan dan tingkat kematangan gonad (Effendie 1997). 2.2.2. Parameter pertumbuhan Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya faktor keturunan, jenis kelamin, penyakit, hormon dan kemampuan memanfaatkan makanan. Faktor luar meliputi ketersediaan makanan, kompetisi dalam memanfaatkan ruang dan suhu perairan (Effendie 1979). Puter (1920) in Sparre dan Venema (1999) telah mengembangkan suatu model pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai dasar sebagian besar model pertumbuhan lainnya yang dikembangkan suatu model pertumbuhan oleh Von Bertalanffy. Model Von Bertalanffy merupakan suatu model pertumbuhan dimana panjang badan merupakan fungsi dari umur. Model ini menjadi salah satu dasar dalam biologi perikanan yang digunakan sebagai submodel dalam sejumlah model yang lebih rumit untuk menjelaskan berbagai dinamika populasi ikan termasuk pertumbuhan (Sparre dan Venema 1999). 2.3. Tingkat Kematangan Gonad Perkembangan gonad ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi yang meninjau perkembangan yang terjadi termasuk proses-proses pada gonad baik secara individu maupun populasi. Perkembangan gonad yang matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara yaitu histologi dan morfologi. Secara morfologi
9 dilakukan dengan cara mengamati bentuk, ukuran dan warna gonad tersebut (Effendie 1997). Berdasarkan analisis tingkat kematangan gonad salah satu informasi yang di peroleh yaitu waktu pemijahan ikan tersebut. Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pengelolaan sumberdaya ikan. Beberapa hal yang mempengaruhi tingkat kematangan gonad adalah makanan dan suhu (Effendie 1997). 2.4. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Perlunya suatu pegelolaan sumberdaya perikanan karena semakin meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap berbagai stok ikan, dan meningkatnya kesadaran dan kepedulian umum untuk memanfaatkan lingkungan secara bijaksana dan berbagai upaya yang berkelanjutan (Widodo dan Suadi 2006). Pengelolaan perikanan meliputi banyak aspek termasuk dalam aspek sumberdaya ikan, habitat, manusia, serta berbagai faktor eksternal lainnya. FAO menjelaskan bahwa pengelolaan peikanan merupakan proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuat keputusan, alokasi sumberdaya, dan implementasi dari aturan-aturan main dibidang perikanan dalam rangka menjamin keberlangsungan produktivitas sumber dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Oleh sebab itu, pengelolaan perikanan membutuhkan bukti-bukti ilmiah terbaik, proses diskusi melalui konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan penetapan berbagai tujuan dan strategi pengelolaan melalui pembuat keputusan, alokasi sumber daya, dan implementasi aturan mainnya (Widodo dan Suadi 2006). Pengelolaan perikanan bersifat kompleks mencakup aspek biologi, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan politik. Oleh sebab itu, pengelolaan sumberdaya perikanan harus bersifat terpadu agar tujuan dari pengelolaan tersebut dapat tercapai. Tujuan pengelolaan perikanan antara lain tercapainya optimalisasi ekonomi pemanfaatan sumberdaya ikan sekaligus terjaga kelestariannya (Widodo dan Suadi 2006).