Brief. Policy. Optimalisasi Dana Sawit. dalam Mendorong Praktik-praktik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat yang Berkelanjutan

dokumen-dokumen yang mirip
Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat Tantangan dan Hambatan Di Masa Depan. Oleh : Asmar Arsjad APKASINDO

PERKEMBANGAN TERKINI PROGRAM PEREMAJAAN KELAPA SAWIT NASIONAL

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ/2017

Luas Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia (Statistik Ditjenbun 2015)

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

KERTAS POSISI Kelompok Masyarakat Sipil Region Sulawesi Sistem Sertifikasi Bukan Sekedar Label Sawit Berkelanjutan

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN NOMOR: 29/KPTS/KB.120/3/2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

Mengembalikan Marwah BPDP-KS : Koreksi atas 2 Tahun Kinerja BPDP-KS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT: PERSPEKTIF LINGKUNGAN. Mukti Sardjono, Saf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Pelayanan Jasa&Pelatihan

2017, No Dana Perkebunan Kelapa Sawit dilakukan oleh Menteri Keuangan; c. bahwa untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi penggunaan d

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

Bidang Kelembagaan Usaha dan Penyuluhan DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PROGRAM PEREMAJAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT

PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN

KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

PIDATO UTAMA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA

KAJIAN FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG

Karakteristik dan definisi Petani swadaya dalam konteks perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

05/12/2016 KUALA PEMBUANG

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TENTANG KREDIT PENGEMBANGAN ENERGI NABATI DAN REVITALISASI PERKEBUNAN MENTERI KEUANGAN

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

Sustainability Policy

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

2016, No Indonesia Nomor 4012); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PA

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh Prof. Dr. Bungaran Saragih, MEc

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Peremajaan Perkebunan Rakyat dan Kemitraan Petani

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

Transkripsi:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Policy Brief Volume 12 No. 02 Tahun 2018 Optimalisasi Dana Sawit dalam Mendorong Praktik-praktik Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat yang Berkelanjutan Fitri Nurfatriani, Ramawati, Galih Kartika Sari dan Heru Komarudin Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) Kelapa sawit adalah salah satu komoditas sumber penghasil devisa negara. Di sisi lain sektor kelapa sawit juga menghadapi isu lingkungan sebagai salah satu penyebab deforestasi karena masih adanya kebun sawit baik skala besar maupun skala kecil yang dimiliki masyarakat berada di kawasan hutan. Kondisi ini menyebabkan petani sawit rakyat sulit mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan karena tidak dapat memenuhi syarat legalitas lahan. Sementara petani sawit rakyat tidak memiliki kecukupan dana untuk melaksanakan praktik pengelolaan sawit lestari seperti penyiapan lahan tanpa bakar, penyediaan bibit berkualitas dan pupuk yang bermuara pada rendahnya produktivitas lahan petani sawit swadaya. Untuk mengatasi isu tersebut pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki tata kelola sawit di Indonesia melalui perbaikan aspek regulasi berupa penguatan peraturan standar-standar pengelolaan sawit lestari Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO). Bentuk kebijakan pemerintah lainnya adalah dikeluarkannya kebijakan pungutan dana perkebunan sawit atas kegiatan ekspor sawit dan/atau produk turunannya dengan berlandaskan pada amanat Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 jo Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. Tujuan utama penggunaan dana perkebunan dalam UU perkebunan adalah untuk kegiatan peremajaan, penelitian, pengembangan sumber daya manusia (SDM), promosi dan sarana prasarana. Namun dalam realisasinya penggunaan dana sawit sebagian besar (89%) digunakan sebagai subsidi pengembangan biodiesel sebagai upaya menstabilkan harga Crude Palm Oil/CPO yang jatuh akibat over supply sehingga dapat diserap oleh pasar biodiesel. Instrumen dana sawit dapat dijadikan insentif bagi upaya pengurangan deforestasi melalui pendanaan untuk program intensifikasi kebun yang meliputi (a) Optimalisasi implementasi peremajaan kebun dari dana sawit untuk 1

peremajaan sawit rakyat, legalisasi lahan, sertifikasi ISPO, dan penyediaan database petani swadaya, melalui i) pendampingan pekebun secara terstruktur dan berkualitas, ii) penguatan peran dinas perkebunan melalui fasilitasi dan penganggaran berdasarkan kinerja di tingkat tapak disertai pengawasannya, iii) alokasi dana sawit untuk subsidi bunga pinjaman bagi petani pada masa grace period, iv) bantuan permodalan produktif bagi petani pada masa grass period, v) peningkatan besaran bantuan biaya peremajaan sebesar 60% dari standar biaya peremajaan yang ditetapkan pemerintah; (b) Untuk mengatasi harga CPO yang turun akibat over supply maka perlu diatur dari sisi supply yaitu dengan kebijakan moratorium pemberian izin terhadap pengusahaan kebun kelapa sawit; (c) Komite pengarah Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) harus mengembalikan fungsi penggunaan dana sawit sesuai dengan Undang-Undang perkebunan, untuk itu: i) komite pengarah harus membuat rencana alokasi dana sawit untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan dengan mengidentifikasi lahan prioritas perkebunan swadaya yang akan dibantu peremajaannya dan dipublikasikan secara periodik, ii) harus ada sistem keterbukaan informasi publik dalam pengalokasian dana sawit melalui sistem informasi yang transparan terkait pengalokasian dana sawit, iii) memastikan perusahaan p e n e r i m a d a n a s a w i t u n t u k pengembangan biodiesel memenuhi prinsip berkelanjutan, iv) penguatan fungsi dewan pengawas terhadap BPDPKS yang terdiri atas multi stakeholder. Pernyataan Masalah (Statement of the Issue/ Problem) Di samping sebagai komoditas penyumbang devisa negara, sektor sawit juga menghadapi isu lingkungan terkait d e n g a n a d a n y a p e m b a n g u n a n perkebunan sawit di dalam kawasan hutan yang dianggap sebagai sebagai salah satu penyebab deforestasi. Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan K e m e n t e r i a n P e r t a n i a n ( 2 0 1 7 ), terindikasi areal kebun sawit milik perusahan besar swasta/negara di dalam kawasan hutan seluas 800ribu hektar, sedangkan kebun sawit rakyat di kawasan hutan terindikasi seluas 1,7juta hektar. Perkebunan sawit rakyat merupakan perkebunan sawit terluas kedua setelah perkebunan besar swasta. Namun sayangnya tingkat produktivitas sawit milik rakyat/pekebun lebih rendah sekitar 50% dibanding produktivitas sawit milik p e r u s a h a a n. R e n d a h n y a t i n g k a t produktivitas sawit rakyat salah satunya disebabkan oleh masih rendahnya kapasitas SDM petani dalam upaya pengelolaan sawit lestari. Di samping itu ditemukan pula kebun sawit rakyat yang belum dilakukan peremajaan meskipun sudah masuk masa peremajaan karena keterbatasan akses modal bagi petani. Menurut data Ditjen Perkebunan (2017), luas perkebunan rakyat yang harus diremajakan sebesar 2,4 juta hektar. Permasalahan lain yang dihadapi pekebun sawit adalah aspek legalitas lahan. Hal ini berimplikasi tidak dimilikinya sertifikat lahan dan juga Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) bagi kebun rakyat tersebut, sehingga sulit bagi pekebun untuk mengakses modal baik dari lembaga keuangan maupun bantuan dari pemerintah. Terbatasnya akses modal yang dimiliki oleh petani menjadi hambatan bagi petani untuk menerapkan praktik intensifikasi dan pengelolaan kebun sawit yang lestari. Hal ini m e n y e b a b k a n p e t a n i c e n d e r u n g m e l a k u k a n p r a k t i k p e r l a d a n g a n b e r p i n d a h, m e n e r a p k a n p r a k t i k pembukaan lahan yang tidak ramah lingkungan seperti pembakaran lahan dan melakukan ekspansi kebun sawit ke kawasan hutan karena kurangnya permodalan akibat rendahnya pendapatan petani sawit rakyat. 2 Policy Brief Volume 12 No. 02 Tahun 2018

Fakta/Kondisi Saat Ini (Existing Condition) Untuk mewujudkan pengelolaan sawit lestari, sejak bulan Agustus 2015 pemerintah telah menetapkan pungutan d a n a p e r k e b u n a n s a w i t y a n g penggunaannya ditujukan untuk mendukung pembangunan sektor sawit berkelanjutan. Namun hingga saat ini, alokasi penggunaan dana sawit belum optimal sesuai yang diamanatkan dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Alokasi dana sawit belum diarahkan secara maksimal untuk pengembangan perkebunan rakyat dengan alokasi terbesar penggunaan untuk pengembangan biodiesel. Hal ini terutama untuk mengatasi harga CPO yang jatuh akibat produksi CPO Indonesia yang over supply. Sementara penggunaan dana sawit sesuai amanat UU tentang Perkebunan rata-rata hanya mencapai 1% dari total penerimaan dana sawit. Pemerintah melalui Keputusan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Nomor 29/KPTS/KB.120/3/2017 sudah mengatur penggunaan dana sawit untuk peremajaan, legalisasi lahan, sertifikasi ISPO, dan penyediaan database petani swadaya. Akan tetapi implementasinya di lapangan masih banyak menemukan tantangan. Sementara itu, lahan kebun sawit milik petani yang telah mencapai umur peremajaan sangat luas mencapai 2,4 juta hektar. Namun untuk melakukan p e r e m a j a a n, p e t a n i m e n g a l a m i k e t e r b a t a s a n m o d a l. M e s k i p u n pemerintah telah menyediakan dana sawit untuk peremajaan sawit rakyat, namun untuk mengakses dana sawit tersebut banyak permasalahan yang harus dihadapi oleh petani. Hal utama yang menjadi penghambat dalam mengakses dana sawit tersebut adalah masalah legalitas lahan. Banyak kebun petani terindikasi berada dalam kawasan hutan. Selain itu beberapa persyaratan yang ditetapkan untuk mengakses dana sawit masih cukup sulit dipenuhi oleh petani, sebagai contoh kebun petani harus berada dalam satu hamparan minimal 50 hektar, nama yang tercantum dalam sertifikat lahan dan nama penguasa lahan berbeda, keterbatasan modal untuk menutupi sisa biaya peremajaan yang tidak ditanggung dari dana sawit dan masih belum terbentuknya kelembagaan petani yang bisa mewadahi petani dalam melakukan permohonan dana sawit. Hal ini menghambat upaya pengelolaan sawit lestari khususnya bagi petani sawit. Padahal peremajaan kebun merupakan salah satu upaya intensifikasi kebun sawit yang diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap hutan. Pilihan dan Rekomendasi Kebijakan (Policy Options and Recommendations) Untuk meningkatkan kapasitas dan produktivitas petani sawit serta menekan laju deforestasi akibat ekspansi sawit, perlu adanya kebijakan insentif serta pendampingan bagi petani agar petani lebih berdaya dalam melakukan intensifikasi lahan sehingga dapat menghindari ekspansi lahan sawit ke kawasan hutan. Untuk itu perlu ada perbaikan kebijakan yang harus diimplementasikan di tingkat lapangan terkait pengalokasian dana sawit sebagai berikut: a) Penguatan implementasi aturan penggunaan dana sawit untuk sawit berkelanjutan Keputusan Dirjen Perkebunan Nomor 2 9 / K P T S / K B. 1 2 0 / 3 / 2 0 1 7 memberikan panduan tentang peremajaan dan menetapkan kriteria dan indikator peremajaan dalam rangka pendanaan dana sawit dan praktik-praktik pengelolaan sawit lestari bagi petani plasma dan s w a d a y a. U n t u k m e m a s t i k a n implementasi dari peraturan tersebut dan memastikan dana sawit terealisasi untuk kegiatan peremajaan kebun sawit pekebun, pengembangan SDM pekebun, maka perlu disusun strategi implementasi aturan pembiayaan dana sawit untuk peremajaan sawit rakyat. Beberapa strategi yang diusulkan antara lain i) Pendampingan pekebun secara terstruktur dan berkualitas; ii) Penguatan peran dinas perkebunan melalui fasilitasi dan penganggaran berdasarkan kinerja di tingkat tapak disertai pengawasannya terutama d a l a m m e n e n t u k a n C a l o n Petani/Calon Lahan (CP/CL); iii) Pembangunan basis data pekebun; dan iv) Pelibatan lembaga keuangan dalam memastikan kredit tersalurkan kepada 3

kelompok tani yang mempraktikkan p e r k e b u n a n k e l a p a s a w i t berkelanjutan. b) Alokasi dana sawit untuk mengatasi masa grace period setelah peremajaan. Dana sawit sebaiknya dialokasikan pula untuk membantu pembayaran bunga pinjaman petani di bank selama grace period. Dengan demikian bunga yang dibebankan pekebun hanya pada periode setelah kebun menghasilkan. Di samping itu dapat diusulkan agar dana sawit dapat dialokasikan untuk membantu pekebun selama grace period yaitu sebagai bantuan permodalan produktif bagi petani. Bantuan diarahkan untuk sumber alternatif penghasilan petani melalui bantuan permodalan produktif c) Peningkatan biaya bantuan peremajaan Peningkatan besaran bantuan biaya peremajaan sebesar 60% dari standar biaya peremajaan yang ditetapkan pemerintah, dari yang sekarang b e r k i s a r 4 2 %. H a l i n i u n t u k mengurangi besaran pinjaman ke perbankan yang harus diambil petani untuk memenuhi standar biaya peremajaan. d) Perbaikan kebijakan dari sisi supply CPO; M e s k i p u n d a m p a k k e b i j a k a n pungutan dana sawit untuk subsidi biodiesel pada awalnya sempat menaikkan harga CPO, akan tetapi jika CPO terus dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan biodiesel yang tidak terlalu tinggi maka dampak kebijakan dana sawit hanya efektif untuk jangka pendek selama sisi supply-nya tidak dibenahi. Sehingga seharusnya kontrol yang dilakukan tidak hanya dari sisi demand dengan menciptakan pasar baru bagi CPO, tetapi juga perlu kontrol dari sisi supply CPO. Hal ini terkait dengan sifat budidaya sawit dimana sifat tandan buah segar (TBS) memiliki daya simpan yang rendah sehingga perlu segera diolah setelah dipanen. Momentum tepat untuk pengaturan supply ini adalah melalui kebijakan moratorium izin baru atas perkebunan kelapa sawit. Dengan kebijakan moratorium sisi supply CPO akan ditahan agar tidak terjadi over supply sehingga harga CPO tidak jatuh, sekaligus juga akan memberikan kesempatan untuk memperbaiki tata kelola di sektor perkebunan kelapa sawit. e) Penguatan komitmen politik dalam penggunaan dana sawit bagi d u k u n g a n p e n g e l o l a a n s a w i t berkelanjutan Kebijakan penggunaan dana sawit harus mengacu sepenuhnya pada UU tentang Perkebunan. Komite pengarah BLU-BPDPKS harus mengembalikan fungsi penggunaan dana perkebunan kelapa sawit sesuai dengan UU tentang Perkebunan. Untuk itu hal yang perlu dilakukan: i) Komite pengarah harus membuat rencana alokasi dana sawit untuk k e p e n t i n g a n p e m b a n g u n a n b e r k e l a n j u t a n d e n g a n mengidentifikasi lahan prioritas perkebunan swadaya yang akan dibantu peremajaannya khususnya untuk areal perkebunan swadaya yang berbatasan dengan kawasan hutan dan dipublikasikan secara periodik. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi ekspansi lahan kebun sawit ke kawasan hutan terlebih jika produktivitas lahan kebunnya redah; ii) Perlu ada sistem keterbukaan i n f o r m a s i p u b l i k d a l a m pengalokasian dana sawit. Komite pengarah harus membuat sistem informasi yang transparan terkait pengalokasian dana sawit. Hasil rapat komite pengarah harus dipublikasikan secara umum dalam website BPDPKS. Begitu pula dengan hasil audit keuangan dana sawit; iii) M e m a s t i k a n p e r u s a h a a n penerima dana sawit untuk p e n g e m b a n g a n b i o d i e s e l memenuhi prinsip berkelanjutan; iv) P e n g u a t a n f u n g s i d e w a n pengawas terhadap BPDPKS yang terdiri atas multi stakeholder. 4 Policy Brief Volume 12 No. 02 Tahun 2018

Kontak (Contacts) Fitri Nurfatriani (nurfatriani@yahoo.com) Daftar Pustaka (References) Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI. 2017. Dukungan pendanaan bagi peningkatan produktivitas kelapa sawit nasional serta peningkatan kesejahteraan kelapa sawit. Jakarta: Disampaikan pada FGD Optimalisasi Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk Mewujudkan Pengelolaan Sawit Berkelanjutan, 30 Maret 2017. Kementerian Pertanian. 2016. Statistik pertanian 2016. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Keputusan Dirjen Perkebunan Nomor 29/KPTS/KB.120/3/2017 tentang Pedoman Peremajaan Tanaman K e l a p a S a w i t P e k e b u n, Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Bantuan Sarana dan Prasarana. KPK. 2016. Kajian sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit. Jakarta: D i r e k t o r a t P e n e l i t i a n d a n Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan KPK RI. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 t e n t a n g P e n g h i m p u n a n d a n Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta: Lembar Negara RI Tahun 2015, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Jakarta: Lembar Negara RI Tahun 2014, No. 308. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Kerangka Penelitian (Research Framework) Policy brief ini diterbitkan sebagai bagian dari penelitian kerja sama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Center for International Forestry Research (CIFOR) melalui proyek Governing Oil Palm Landscapes for Sustainability (GOLS) dengan pendanaan dari USAID. 5