ANALISIS DAMPAK INVESTASI PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMBANGUNAN MANUSIA (Studi Kasus : Kawasan Timur Indonesia Periode 2001-2003) OLEH ANGGA OKTAPRIONO H14103091 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kondisi fisik serta geografi wilayah yang beragam, sehingga pengembangan wilayah sangat penting dalam pembangunan nasional. Upaya untuk membentuk landasan pembangunan yang berupa rumusan untuk mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam tingkat pertumbuhan perlu dilaksanakan untuk mengurangi perbedaan tingkat perkembangan antar daerah di Indonesia yang merupakan akibat dari kurangnya konsep pemerataan secara nyata. Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita, tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula sematamata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah, yakni antara daerah pedesaan dan daerah perkotaan. Akan tetapi juga berupa ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional (Dumairy, 1996). Perkembangan ekonomi antar daerah memperlihatkan kecenderungan bahwa provinsi di Pulau Jawa pada umumnya mengalami perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Pulau Jawa. Perbedaan perkembangan antar daerah itu menyebabkan terjadinya kesenjangan kesejahteraan dan kemajuan daerah, terutama antara Jawa dan luar Jawa, antara
3 Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Di samping itu masih ditemui daerah-daerah yang relatif tertinggal dibandingkan daerah lainnya, yaitu daerah terpencil, daerah minus, daerah kritis, daerah perbatasan, dan daerah terbelakang lainnya. Ketimpangan yang ada, membuat pemerintah memberikan perhatian lebih kepada bagaimana meningkatkan perekonomian di KTI agar mampu mengejar kemajuan yang dicapai KBI. Salah satu program pemerintah ialah dengan dibentuknya Kawasan Ekonomi Terpadu (Kapet), yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan. Ketimpangan pembangunan selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk, aspek, dan dimensi. Bukan hanya berupa ketimpangan hasil pembangunan dalam hal output regional tetapi juga dalam hal kesejahteraan masyarakat (Tadjoedin, 2001). Output regional disini merupakan konsep analisa ketimpangan dengan pendekatan wilayah yang dipresentasikan oleh indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Sementara itu, kesejahteraan masyarakat mencakup beberapa parameter yang melekat pada individu. Dalam hal ini digunakan tiga kategori indikator yang merepresentasikan kesejahteraan, yaitu pengeluaran konsumsi, pendidikan dan kesehatan. Penggunaan ketiga kategori indikator ini mengacu pada konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP). Dari segi pembangunan manusia, rata-rata IPM KBI dari tahun 2001-2005 selalu lebih tinggi dibandingkan rata-rata IPM nasional, sedangkan rata-rata IPM KTI selalu lebih rendah.
4 Tabel 1.1. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2001-2005 PROVINSI 2001 2002 2003 2004 2005 NAD 65.3 66.0 67.4 68.7 69.0 Sumut 66.6 68.8 70.1 71.4 72.0 Sumbar 65.8 67.5 69.0 70.5 71.2 Riau 67.3 69.1 70.3 71.5 72.9 Jambi 65.4 67.1 68.6 70.1 71.0 Sumsel 63.9 66.0 67.8 69.6 70.2 Bengkulu 64.8 66.2 68.1 69.9 71.1 Lampung 63.0 65.8 67.1 68.4 68.8 Babel 63.9 65.4 67.5 69.6 70.7 DKI 72.5 75.6 75.7 75.8 76.1 Jabar 64.6 65.8 67.5 69.1 69.9 Jateng 64.6 66.3 67.6 68.9 69.8 DIY 68.7 70.8 71.9 72.9 73.5 Jatim 61.8 64.1 65.5 66.8 68.4 Banten 64.6 66.6 67.3 67.9 68.8 Bali 65.7 67.5 68.3 69.1 69.8 NTB* 54.2 57.8 59.2 60.6 62.4 NTT* 60.4 60.3 61.5 62.7 63.6 Kalbar* 60.6 62.9 64.2 65.4 66.2 Kalteng* 66.7 69.1 70.4 71.7 73.2 Kalsel* 62.2 64.3 65.5 66.7 67.4 Kaltim* 67.8 70.0 71.1 72.2 72.9 Sulut* 67.1 71.3 72.4 73.4 74.2 Sulteng* 62.8 64.4 65.9 67.3 68.5 Sulsel* 63.6 65.3 65.3 65.3 66.9 Sultra* 62.9 64.1 65.4 66.7 67.5 Gorontalo* 67.1 64.1 64.8 65.4 67.5 Maluku* 67.2 66.5 67.8 69.0 69.2 Malut* 67.2 65.8 66.1 66.4 67.0 Papua* 58.8 60.1 61.2 62.3 63.5 Indonesia 64.6 66.2 67.3 68.5 69.4 Keterangan : * KTI Sumber : Badan Pusat Statistik (2007) Dari data yang terdapat dalam Tabel 1.1. mengindikasikan bahwa kualitas manusia di KTI harus ditingkatkan, dan pembentukan modal manusia yang berkualitas merupakan syarat penting dalam pembangunan. Amartya Sen dalam Paskarina (2008) mengingatkan bahwa hakikat dari pembangunan adalah
5 kebebasan dan karena itu, pembangunan harus dapat membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan dan tekanan-tekanan dari pihak lain. Dari perspektif ini, pembangunan baru akan bermakna manakala terjadi peningkatan martabat manusia yang mampu membebaskannya dari belenggu-belenggu kemiskinan dan keterbatasan akses. Inilah yang sesungguhnya menjadi inti dari pembangunan manusia, yakni berfokus pada manusia, untuk memulihkan dan meningkatkan martabat manusia. Di sinilah pembangunan manusia perlu dirancang ulang dengan memadukan antara kebijakan sosial dan kebijakan ekonomi. Kebijakan sosial merupakan media untuk meningkatkan modal sosial dan sumber daya manusia agar mampu berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif. 1.2. Perumusan Masalah Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkembangan ekonomi, bersama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya alam, dan kapasitas produksi yang terpasang dalam masyarakat yang bersangkutan. Keempat faktor dinamika itu harus dilihat dalam kaitan interaksinya satu dengan yang lainnya. Namun, diantaranya peranan sumber daya manusia mengambil tempat yang sentral, khususnya dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang di mana kesejahteraan manusia dijadikan tujuan pokok dalam ekonomi masyarakat (Djojohadikusumo, 1993). Kebutuhan investasi pada pembentukan modal manusia di dalam perekonomian negara-negara terbelakang semakin jelas dari fakta bahwa walaupun dengan impor modal fisik secara besar-besaran ternyata mereka tidak
6 mampu mempercepat laju pertumbuhan, disebabkan oleh sumber daya manusia yang terbelakang (Jhingan, 2004). Investasi pemerintah dalam pembangunan tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara untuk pemerintah daerah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Di dalam APBN dan APBD, investasi pemerintah disebut sebagai pembiayaan pembangunan. Investasi pemerintah untuk pembentukan modal manusia tercermin dari pembiayaan pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan. Dari Tabel 1.2. terlihat bahwa persentase realisasi pengeluaran pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan terhadap pengeluaran pembangunan bervariasi di setiap provinsi. Tabel 1.2. Realisasi Investasi Pemerintah Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan KTI (Persen). PROVINSI PENDIDIKAN KESEHATAN PENDIDIKAN & KESEHATAN 1996 1999 1996 1999 1996 1999 KALBAR 10.46 10.05 4.55 6.25 15.00 16.30 KALTENG 10.62 11.46 2.98 5.66 13.60 17.12 KALSEL 11.51 5.86 2.18 10.78 13.69 16.64 KALTIM 9.43 12.67 3.62 6.58 13.06 19.25 SULUT 9.83 10.38 2.88 4.79 12.72 15.18 SULTENG 10.58 10.12 2.64 5.27 13.22 15.40 SULSEL 6.39 8.09 3.20 9.24 9.59 17.33 SULTRA 5.11 7.01 1.56 6.65 6.67 13.66 NTB 5.17 7.34 3.78 6.12 8.95 13.46 NTT 6.65 4.76 3.08 9.06 9.73 13.83 MALUKU 9.04 5.80 1.87 1.96 10.91 7.76 PAPUA 12.32 12.70 7.73 11.83 20.05 24.53 Sumber : Realisasi APBD 1996 & 1999 Dengan berlakunya otonomi daerah, maka peran aktif dan kewenangan pemerintah daerah dalam proses pembangunan daerahnya semakin lebih besar, begitu pula dalam hal penyusunan APBD. Sehingga besarnya pembiayaan
7 pembangunan dapat ditentukan sendiri oleh pemerintah daerah, termasuk menentukan pembiayaan dalam pembangunan manusia. Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana keadaan investasi pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan di KTI? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya IPM di KTI? 3. Bagaimana pengaruh investasi pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan terhadap IPM di KTI? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis keadaan investasi pemerintah sektor pendidikan dan kesehatan di KTI. 2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IPM di KTI. 3. Menganalisis pengaruh investasi pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan terhadap IPM di KTI. 1.4. Manfaat Penelitian Hal-hal yang diperoleh dari penelitian tentang analisis dampak investasi pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan terhadap pembangunan manusia dan kemiskinan pada masa awal otonomi daerah diharapkan dapat bermanfaat
8 bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti ini. Secara ringkas, manfaat yang penulis harapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan pihak terkait lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan berbagai kebijakan. 2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa lain sebagai bahan pelengkap penelitian yang masih relevan dengan permasalahan skripsi ini. 3. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi saya pada khususnya dan mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada umumnya dalam memahami permasalahan mengenai pembangunan manusia di KTI. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data dari 14 provinsi yang berada di KTI sesuai dengan Keppres RI No. 44 Tahun 2002 tentang dewan pengembangan KTI. Provinsi tersebut antara lain : Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Penelitian ini menggunakan data dari tahun 2001 sampai 2003.
9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Teori Pembangunan Manusia Menurut Schultz dalam Jhingan (2004), ada lima cara pengembangan sumber daya manusia, yaitu : (1) fasilitas dan pelayanan kesehatan, pada umumnya diartikan mencakup semua pengeluaran yang mempengaruhi harapan hidup, kekuatan dan stamina, tenaga serta fitalitas rakyat; (2) latihan jabatan, termasuk magang model lama yang diorganisasikan oleh perusahaan; (3) pendidikan yang diorganisasikan secara formal pada tingkat dasar, menengah dan tinggi; (4) program studi bagi orang dewasa yang tidak diorganisasikan oleh perusahaan, termasuk program ekstension khususnya pada pertanian; (5) migrasi perorangan dan keluarga untuk menyesuaikan diri dengan kesempatan kerja yang selalu berubah. Daftar ini dapat ditambah dengan memasukkan bantuan teknis, keahlian dan konsultan. Dalam pengertian luas, investasi pada modal manusia berarti pengeluaran di bidang pelayanan kesehatan, pendidikan dan sosial pada umumnya; dan dalam pengertian sempit, ia berarti pengeluaran di bidang pendidikan dan latihan. Modal fisik menjadi lebih produktif jika negara atau daerah mempunyai modal manusia yang berkualitas. Rens dalam Jhingan (2004) mengatakan bahwa di negara yang mencoba mempercepat pembangunan ekonominya, diketemukan bahwa sekalipun pabrik-pabrik modern dirancang oleh insinyur kelas satu dengan menggunakan metode dan mesin mutakhir dari negara industri yang paling maju,
10 namun volume dan kualitas output-nya terlalu sering tidak memuaskan, karena dalam banyak hal, manajemen dan pekerja tidak cukup terlatih dan kurang pengalaman. 2.2. Konsep Pembangunan Manusia Beberapa kalimat pembuka dari Human Development Report (HDR) pertama yang dipublikasikan oleh UNDP (United Nations Development Programmes) pada tahun 1990 secara jelas menekankan pesan utama yang dikandung oleh setiap laporan pembangunan manusia baik di titik global, tingkat nasional maupun tingkat daerah, yaitu pembangunan manusia yang berpusat pada manusia, yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan nasional dan bukan sebagai alat dari pembangunan. Berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi dengan asumsi bahwa petumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Pembangunan manusia memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih komprehensif yang mencakup semua pilihan yang dimiliki manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap pembangunan (UNDP, 2004). Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan. Tujuan utama dari pembangunan manusia yaitu untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia tidak mungkin tercapai tanpa adanya kebebasan memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka akan menjalani hidup. Manusia harus bebas untuk melakukan apa yang menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik (BPS, Bappenas, UNDP, 2001).