BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah satuan wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No. 37 Tahun 2014). Menurut Paimin dkk. (2012), DAS merupakan satuan wilayah alami yang memberikan manfaat produksi serta memberikan pasokan air melalui sungai, air tanah, dan atau mata air, untuk memenuhi berbagai kepentingan hidup, baik untuk manusia, flora maupun fauna. Berdasarkan penyataan di atas dapat dikatakan bahwa peran suatu sistem DAS sangat penting bagi keberlangsungan ekosistem di sekitarnya. Daerah aliran sungai (DAS) sebagai suatu kesatuan ekosistem tata air mempunyai batas-batas yang tidak selalu berhimpitan dengan batas administrasi pemerintahan. Hal ini membuat suatu sistem pengelolaan DAS bersifat multidisipliner yang melibatkan berbagai macam sektor dan bidang ilmu yang berbeda agar terwujud keselarasan dalam kegiatan pengelolaannya. Menurut Paimin dkk. (2012), penggunaan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan adalah untuk memberikan pemahaman secara rasional dan obyektif bahwa setiap kegiatan yang dilakukan di suatu tempat (on site) di bagian hulu 1
DAS memiliki dampak atau implikasi di tempat lain (off site) di bagian hilir DAS; atau sebaliknya bahwa pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah hilir merupakan hasil dari daerah hulu yang secara daerah otonomi atau administrasi berbeda wilayah pengelolaannya. Sub DAS Opak Hulu mempunyai wilayah yang meliputi daerah hulu sungai dan berdekatan dengan lereng gunung merapi dan sebagian besar wilayah melalui Kecamatan Cangkringan, Ngemplak, dan Kalasan di Kabupaten Sleman serta Kecamatan Kemalang dan Manisrenggo di Kabupaten Klaten. Hal inilah yang membuat wilayah Sub DAS Opak Hulu merupakan derah rawan terdampak bencana vulkanik. Adapun kecamatan-kecamatan yang berdekatan dengan puncak merapi seperti Cangkringan merupakan daerah yang memiliki potensi terdampak erupsi yang cukup besar. Daya dukung DAS, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012, adalah kemampuan DAS untuk mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan. Respon daya dukung DAS sangat bergantung dengan kondisi lingkungan dalam suatu DAS baik lingkungan fisik, ekologi, maupun sosial ekonomi, sehingga pengelolaan DAS sewajarnya dilakukan secara terpadu sebagai satu kesatuan ekosistem. Hal ini diperjelas dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu yang menyebutkan bahwa salah satu prinsip dasar pengelolaan DAS yaitu pengelolaan DAS dilaksanakan secara terpadu didasarkan atas DAS sebagai satu kesatuan ekosistem, satu rencana 2
dan satu sistem pengelolaan. Adapun dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.61/Menhut-II/2014 menyebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan ekosistem alami yang utuh dari hulu hingga hilir. Ekosistem sendiri menurut Siahaan (2004) adalah hubungan timbal balik antara makhluk-makhluk hidup dengan lingkungannya sebagai satu kesatuan dalam wujud yang teratur. Berdasarkan uraian diatas maka pengelolaan DAS harus selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan sekitar DAS. Lingkungan menurut Soemarwoto (1977) dalam Siahaan (2004) adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi kehidupan kita. Adapun menurut Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982, lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Adapun menurut Amsyari (1981) lingkungan dapat dibagi menjadi lingkungan fisik (physical environment), lingkungan biologis (biological environment), dan lingkungan sosial (social environment). Berdasarkan pengertian lingkungan diatas maka kondisi lingkungan sekitar DAS dapat digambarkan melalui berbagai parameter yang mewakili baik lingkungan fisik, biologis, dan sosial seperti kondisi lahan, tata air, sosial ekonomi, nilai investasi bangunan air, dan pemanfaatan ruang wilayah. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2014, parameter lingkungan yang telah disebutkan diatas dapat digunakan sebagai acuan 3
klasifikasi DAS sebagai bentuk evaluasi kondisi apaka suatu DAS merupakan DAS yang dipulihkan daya dukungnya atau DAS yang dipertahankan daya dukungnya. Gambaran kondisi DAS yang diketahui dapat dijadikan acuan dalam penentuan kebijakan dan rencana pengelolaan DAS yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kongkrit suatu DAS agar produktifitas DAS dapat dipulihkan atau dipertahankan. Hal ini sesuai dengan PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang menyebutkan bahwa klasifikasi DAS merupakan bagian dari pengelolaan DAS yang sebaiknya dilakukan yaitu pada tahap inventarisasi DAS bagian perencanaan pengelolaan DAS. Kriteria penetapan evaluasi kondisi DAS dipaparkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2014 tentang klasifikasi DAS. Peraturan ini dilengkapi dengan lampiran yang menjelaskan metode dan prosedur evaluasi kondisi DAS yang berkaitan dengan daya dukung DAS sesuai dengan lima kriteria yang disepakati yaitu: kondisi lahan; kualitas, kuantitas dan kontinuitas air (tata air); sosial ekonomi dan kelembagaan; investasi bangunan air; dan pemanfaatan ruang wilayah. Oleh karena itu, dengan adanya peraturan P.60/Menhut-II/2014 ini dapat digunakan sebagai acuan dalam evaluasi kondisi DAS dalam rangka penetapan DAS yang dipertahankan atau dipulihkan daya dukungnya. Adapun Peraturan Menteri Kehutanan P.60/Menhut-II/2014 ini bertujuan agar diperolehnya hasil evaluasi kondisi DAS dalam klasifikasi DAS- DAS di Indonesia sebagai basis penentuan kebijakan dan penyelenggaraan pengelolaan DAS. 4
DAS adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang melaluinya (Rahayu dkk., 2009). Sebagai satu kesatuan ekosistem yang terbentang dari hulu ke hilir maka penanganan permasalahan pengelolaan DAS sudah sewajarnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi DAS yang ditinjau dari kriteria dari berbagai macam sektor. Peninjauan dari kriteria pada sektorsektor terkait dapat menunjukan urgensi penangan DAS yang harus dilakukan sehingga dapat menjadi dasar kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS lebih baik dilakukan sesuai hasil evaluasi kondisi DAS agar fungsi dan produktifitas DAS dapat dikembalikan atau dipertahankan secara efisien dan optimal. Melihat manfaat evaluasi kondisi DAS yang dapat digunakan sebagai acuan dasar penentuan kebijakan dan pengelolaan DAS, oleh karena itu dilakukan penelitian yang berjudul Evaluasi Kondisi Sub DAS Opak Hulu berdasarkan Parameter Lingkungan. 1.2. Rumusan Masalah Peran suatu sistem DAS sangat penting bagi keberlangsungan ekosistem di sekitarnya, oleh karena itu diperlukan pengelolaan DAS yang tepat dan sesuai dengan urgensi penanganannya berdasarkan kebutuhan dan kondisi nyata suatu DAS. Evaluasi kondisi DAS dalam klasifikasi DAS merupakan bagian dari pengelolaan DAS yang sebaiknya dilakukan yaitu pada tahap inventarisasi DAS bagian perencanaan pengelolaan DAS. Hasil evaluasi kondisi DAS dapat digunakan sebagai acuan dalam penenentuan pengelolaan DAS yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Sub DAS Opak Hulu memiliki variasi kondisi 5
fisik dan soial yang kompleks, selain itu wilayah Sub DAS Opak Hulu yang berada di daerah hulu sungai dan berdekatan dengan lereng merapi menjadikan kawasan rawan bencana vulkanik. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari BNPB (2011) bahwa 1.935,101 Ha dari total luas Sub DAS Opak Hulu adalah kawasan rawan bencana III, yaitu kawasan yang memiliki tingkat kerawan tinggi karena letaknya yang dekat dengan sumber bahaya yang sering terlanda awan panas, aliran lava, guguran batu, lontaran batu (pijar) dan hujan batu lebat. Adapun menurut BNPB (2011) bencana erupsi Gunung Merapi ini telah menimbulkan korban jiwa sebanyak 242 jiwa di wilayah D.I. Yogyakarta dan 97 jiwa di wilayah Jawa Tengah, sedangkan jumlah penduduk yang bertempat tinggal di daerah zona ancaman bahaya Gunung Merapi sejumlah 226.618 jiwa yang meliputi 57 desa pada 11 kecamatan, beberapa kecamatan tersebut terletak pada kawasan Sub DAS Opak Hulu yaitu Kecamatan Kemalang, Ngemplak, Pakem dan Cangkringan. Oleh karena itu, penting dilakukan evaluasi kondisi DAS pada kawasan Sub DAS Opak Hulu agar perencanaan pengelolaan DAS dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Sub DAS Opak Hulu saat ini. Berdasarkan uraian di atas, maka timbul beberapa rumusan masalah seperti: 1. Bagaimana gambaran kondisi Sub DAS Opak Hulu berdasarkan parameter lingkungan dalam kriteria evaluasi kondisi DAS sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2014? 2. Apa hasil evaluasi kondisi Sub DAS Opak Hulu berdasarkan parameter lingkungan dalam klasifikasi DAS sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2014? 6
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui gambaran kondisi Sub DAS Opak Hulu berdasarkan parameter lingkungan sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2014 2. Mengetahui hasil evaluasi kondisi Sub DAS Opak Hulu berdasarkan parameter lingkungan sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2014 1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi gambaran kondisi Sub DAS Opak Hulu berdasarkan parameter lingkungan pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2014 2. Memberikan informasi mengenai hasil evaluasi kondisi Sub DAS Opak Hulu berdasarkan parameter lingkungan pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2014 sehingga dapat digunakan sebagai bantuan acuan dalam pertimbangan perencanaan pengelolaan DAS oleh instansi terkait di masa yang akan datang 3. Sebagai acuan penelitian selanjutnya terkait dengan pengembangan dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia 7