BAB I PENDAHULUAN. mampu hadir dalam penegakan tindak pidana dengan menjadikan keadilan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

TINJAUAN YURIDIS ATAS KASUS TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN YANG BERKEDOK PEMBERANTASAN DUKUN SANTET

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENAHULUHAN. norma dan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Setiap perbutan

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Presiden, DPR, dan BPK.

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

III. METODE PENELITIAN. dilakukan dengan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat); tidak. berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat).

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur

I. PENDAHULUAN. Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

KAJIAN YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BERAT (studi kasus putusan No. 64/Pid.B/2015/PN.Ska)

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum, harus mampu hadir dalam penegakan tindak pidana dengan menjadikan keadilan sebagai wujud nyata dalam penegakanya. Memberikan perlindungan dan penjaminan terhadap seluruh warga negara akan persamaan hak dalam bidang hukum, merupakan hal terpenting yang harus mampu diwujudkan. Penegakan hukum yang berkeadilan juga merupakan wujud nyata dalam menciptakan keadilan secara umum. Nilai keadilan tersebut diwujudkan tidak hanya terhadap korban, melainkan juga terhadap pelaku, dan masyarakat secara umum. Penegakan dan perlindungan hukum yang baik harus mampu berjalan seiringan, sehingga keadilan dan kesetaraan akan hukum dapat diwujudkan. Tindak Pidana adalah suatu kelakuan/hendeling yang diancam pidana, bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. 1 Orang yang melakukan tindak pidana harus mampu mempertanggung jawabkan perbuatanya, termasuk tindak pidana kekerasan. Tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian telah diatur dan dijelaskan dalam Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 170 ayat (2) angka 3 yang berbunyi: Yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun jika kekerasan mengakibatkan maut. 1 Molejatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Bandung: Rineka Cipta, 1983, hal. 56. 1

2 Dukun santet artinya tukang yang memberikan jasa penyantetan, yang konon korbanya bisa mati mengenaskan. 2 Perbuatan dukun santet tersebut dapat dianggap sebagai perbuatan yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dengan cara yang ghaib atau kasat mata. Perbuatan dukun santet tersebut dianggap sebagai tindakan yang sangat meresahkan dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut didasarkan sulitnya masyarakat terutama yang menjadi korban perbuatan dukun santet yang ingin mencari keadilan mengalami kesulitan, karena sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur secara tegas mengenai perbuatan dukun santet, serta pembuktianya yang sulit untuk dibuktikan karena bersifat abstrak. Pada dasarnya perbuatan dukun santet yang dianggap dapat menghilangkan nyawa orang telah melanggar hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup yang tercantum dalam ketentuan undang-undang dasar 1945 Pasal 28 I ayat (1) yang berbunyi: Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Belum adanya peraturan yang mengatur secara tegas mengenai keberadaan dukun santet, mengakibatkan masyarakat lebih cenderung untuk memilih Peradilan Masyarakat yakni menghakimi sendiri pelaku yang diduga sebagai dukun santet dengan cara melakukan kekerasan yang kadang berakibat sampai kematian. Perbuatan tersebut dilakukan dengan alasan, 2 http;//alumni-pps-ngrambe.blogspot.com/2012/02/skripsi-hukum-bab-i-tindak-pidana.html. Diunduh pada hari Jum at 29 Juni 2012. Pukul 13:35.

3 bahwa apabila pelaku yang diduga sebagai dukun santet diserahkan kepada aparat penegak hukum, kemungkinan tidak mendapatkan keadilan yang diharapkan oleh masyarakat, walaupun pada dasarnya masyarakat menyadari bahwa tindak kekerasan yang dilakukan terhadap pelaku yang diduga sebagai dukun santet tidak dibenarkan oleh hukum di Indonesia. Sementara itu untuk menilai keadilan bagi pelaku yang diduga sebagai dukun santet tentunya sulit, belum tentu setiap tuduhan yang diarahkan kepada dirinya selalu terbukti benar, karena dalam hal ini pembuktian yang sulit untuk dibuktikan, baik secara ilmiah dan logis karena bersifat abstrak. Selain itu juga unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam suatu proses peradilan yang sulit untuk dapat terwujud yakni (adanya pelaku, adanya saksi, dan adanya barang bukti). Diharapkan kedepanya dengan adanya pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mampu menyentuh permasalahan realitas sosial dalam masyarakat, khususnya dalam hal ini pengaturan mengenai ketentuan tentang santet, yang telah diatur dalam Rancangan Undang-Undang KUHP, pada pasal 293 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: (1) Setiap orang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatanya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori IV. (2) Jika pelaku tindak pidana tadi melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

4 Dari ketentuan pasal di atas diharapkan kedepanya dapat mengatasi keresahan dalam masyarakat, menghilangkan penggunaan ilmu santet, mencegah adanya tindak main hakim sendiri yang dilakukan warga masyarakat terhadap orang yang diduga sebagai dukun santet, serta mendorong masyarakat untuk lebih berfikir rasional dan dewasa dalam menyikapi suatu peristiwa. Sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan yang berlaku, maka hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan berlangsung secara aman dan tertib. Tetapi mengharapkan masyarakat untuk selalu taat akan norma dan aturan yang berlaku tentunya tidak akan mudah. Di dalam realitas kehidupan masyarakat tidak semua orang akan selalu taat akan ketentuan dan aturan yang berlaku. Bahkan tidak jarang ada orang atau kelompok tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku, demi menciptakan nilai keadilan yang dipersepsikan oleh masyarakat, seperti yang terjadi dalam kasus tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian di Kabupaten Wonosobo, yang korbanya Miftahudin yang diisukan sebagai dukun santet dengan terdakwa 10 orang warga Dusun Blunyahan, Desa Wonosroyo, Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo. 3 Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul: TINJAUAN YURIDIS ATAS KASUS TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN YANG BERKEDOK 3 http://organisasi.org/jenis-macam-pengendalian-sosial-dan-pengertian-pengendalian-sosialpengetahuan-sosiologi. Diunduh pada hari jum at tanggal 29 juni 2012, Pukul 15:46

5 PEMBERANTASAN DUKUN SANTET (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Wonosobo dan Pengadilan Negeri Brebes). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan penulis di atas, maka ada beberapa permasalahan yang ingin dirumuskan dalam penelitian ini, yakni antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana profile peraturan hukum tentang tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet? 2. Bagaimana penerapan hukum terhadap tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet? 3. Apa yang menjadi dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui profile peraturan hukum tentang tentang tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet.

6 b. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet. c. Untuk mengetahui dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis dalam karya ilmiah dalam rangka memenuhi syarat mencapai gelar sarjana di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk memperluas dan mengembangkan daya penalaran dan daya fikir penulis agar dapat berkembang sesuai dengan bidang penulis, yakni bidang ilmu hukum. c. Untuk mampu mendorong dan mengembangkan cara berfikir yang kritis dan kreatif terhadap perkembangan penegakan hukum di Indonesia. D. Manfaat Hasil penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

7 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia dan khususnya hukum pidana, terutama berkaitan dengan kasus tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet. 2. Manfaat Praktis a. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul serta berusaha untuk memberikan masukan dalam bentuk pemikiran mengenai kasus tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet. E. Kerangka Pemikiran Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 4 Perbuatan pidana atau tindak pidana sudah seharusnya dan selayaknya mendapatkan hukuman yang setimpal. Bagaimanapun tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban telah melanggar hak asasi manusia yang dimiliki korban. Ketentuan mengenai penghargaan terhadap hak asasi manusia telah secara jelas diatur 4 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2000, hal. 54.

8 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 4, yang berbunyi sebagai berikut: Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegaskan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan Tindak pidana kekerasan terhadap korban yang dilakukan oleh pelaku, baik sendiri ataupun secara bersama-sama telah diatur secara jelas dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pengaturan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama telah ditentukan dalam Pasal 170 KUHP. Adapun ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Barang siapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, di hukum penjara selamalamanya 5 (lima) tahun 6 (bulan). (2) Tersalah dihukum: Ke-1 Dengan penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun, jika ia dengan sengaja merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukanya itu menyebabkan sesuatu luka; Ke-2 Dengan penjara selama-lamanya 9 (sembilan) tahun, jika kekerasan itu menyebabkan luka berat pada tubuh. Ke-3 Dengan pidana penjara selama-lamanya 12 (dua belas tahun), jika kekerasan itu menyebabkan matinya orang. Seseorang yang melakukan kekerasan, seperti main hakim sendiri dapat dianggap sebagai individu yang lepas kontrol serta mengalami situasi terprovokasi. Dimana individu atau masyarakat tersebut meluapkan rasa amarah kepada seseorang yang tidak disukai, karena dianggap melakukan kejahatan, seperti terhadap pelaku yang diduga sebagai dukun santet. Meskipun korban kekerasan yang diduga sebagai dukun santet belum tentu melakukan kesalahan, seperti yang dituduhkan oleh pelaku. Bisa saja hanya

9 sebatas isu, oleh karena itu masyarakat diharapkan lebih berfikir secara jernih dan rasional ketika menghadapi isu tentang santet. Disisi lain aparat penegak hukum diharapkan untuk lebih bijak dalam melihat kasus yang berkaitan dukun santet. Diharapkan selain menggunakan hukum formal, aparat penegak hukum juga mengacu pada ketentuan hukum non formal, yakni berupa pendekatan moral demi memenuhi rasa aman dan rasa keadilan di tengah masyarakat. Sehingga tindak kekerasan terhadap pelaku yang diduga sebagai dukun santet dapat dihindari atau diminimalisir. Biasanya karena menyangkut masyarakat secara umum, tindakan kekerasan terhadap pelaku yang diduga sebagai dukun santet dilakukan secara masal atau bersama-sama untuk menghindari adanya pertanggung jawaban pribadi. Kasus kekerasan, seperti tindakan main hakim sendiri dianggap sebagai salah satu bentuk reaksi masyarakat, karena adanya pelanggaran norma yang dilakukan oleh pelaku di dalam kehidupan masyarakat. Artinya tindakan kekerasan masyarakat terhadap pelaku yang diduga sebagai dukun santet, merupakan reaksi balasan atas kejadian yang diduga telah dilakukan oleh dukun santet sebelumnya. Oleh karenanya perlu pemahaman yang mendalam terhadap kasus main hakim sendiri yang dilakukan oleh masyarakat. Alasan dan motif pelaku menjadi salah satu pertimbangan dalam penyelesaian hukumnya. Penegakan hukumnya harus jeli disesuaikan dengan peran yang dilakukan oleh masing-masing pelaku.

10 Seseorang yang melakukan suatu perbuatan tindak pidana harus mampu mempertanggung jawabkan perbuatanya tersebut. Pertanggung jawaban terhadap suatu perbuatan pidana mengacu pada perorangan atau individu tertentu. Dalam kasus tindak pidana kekerasan seperti main hakim sendiri sering dilakukan oleh beberapa orang dengan bagian dari tiap-tiap orang dalam melakukan perbuatan pidana itu sifatnya berlainan, maka disebut dengan delik penyertaan. Bentuk-bentuk delik penyertaan berdasarkan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, meliputi: 5 1. Plegen (dader) yaitu orang yang melakukan perbuatan atau pelaku langsung. 2. Doen plegen (middellijke dader) yaitu orang yang menyuruh melakukan perbuatan atau pelaku tidak langsung. 3. Medeplegen (mederdader) yaitu orang yang turut melakukan perbuatan. 4. Uitlokken (uitlokker) yaitu orang yang membujuk supaya perbuatan itu dilakukan. 5. Medeplichtige (Medeplichtige) yaitu orang yang membantu perbuatan. F. Metode Penelitian Adapun metode dalam penelitian hukum ini, agar terlaksana dengan maksimal, maka penelitian akan menggunakan beberapa metode, yakni sebagai berikut: 5 Martiman Prodjohamidjojo, memahami dasar-dasar hukum pidana indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1997, Hal. 49

11 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah deskriptif 6 karena penelitian ini akan berupaya menggambarkan dan menganalisis kasus tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet. Adapun yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai profile peraturan hukumnya, penerapan hukumnya, dan pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang penulis pakai adalah pendekatan hukum yuridis normatif 7 mengingat permasalahan yang akan diteliti adalah penerapan hukumnya oleh hakim dalam memberikan putusan dalam kasus tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet. Disamping itu juga profile peraturan hukumnya serta analisisnya dengan singkronisasi hukum secara vertikal. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Wonosobo dan Pengadilan Negeri Brebes. Lokasi penelitian tersebut dipilih dengan pertimbangan terdapat kasus tentang tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan 6 Jenis penelitian deskriptif, yang merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala lainya, Lihat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1984, hal. 10. 7 Penelitian hukum yuridis normatif, yaitu: pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang undangan dan diteliti dilapangan untuk memperoleh faktor pendukung dan hambatannya. Lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali, 1985, hal 17.

12 dukun santet, yang sesuai dengan penelitian yang penulis susun, sehingga memudahkan dalam pencarian data. 4. Jenis Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan data sebagai berikut: a. Data Sekunder 1) Bahan hukum primer Bahan hukum primer, yaitu berupa norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah: a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). c) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Tahun 2008. d) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Tahun 2008. e) Putusan Pengadilan Negeri Wonosobo Nomor 180/Pid.B/2011/PN.Wnsb. f) Putusan Pengadilan Negeri Brebes Nomor 163/Pid.B/2002/PN.Bbs. 2) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder, meliputi buku-buku ilmu pengetahuan hukum yang berhubungan dengan permasalahan atau bahasan pokok, serta literatur-literatur yang berkaitan dengan tindak pidana

13 kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet. 3) Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya berupa bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya. 5. Teknik Penggumpulan Data Adapun teknik yang digunakan dalam penggumpulan data adalah sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Dilakukan dengan cara mencari, mencatat, menginventarisasi dan mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka yang dibutuhkan dan berhubungan dengan skripsi ini. b. Wawancara Wawancara adalah proses tanya jawab yang berlangsung secara lisan diantara dua orang atau lebih bertatap muka, mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan keterangan. 8 Penulis dalam hal ini akan mengadakan tanya jawab secara langsung terhadap objek penelitian mengenai tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet, 8 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet. 8, 2007, hal. 83.

14 dengan salah satu hakim yang pernah memutus perkara tersebut atau dengan hakim yang ditujuk oleh ketua Pengadilan Negeri Wonosobo. 5. Teknik Analisis Data Analisa data adalah mengorganisasikan dan mengumpulkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja. 9 Analisa data dilakukan secara kualitatif, yaitu data-data yang ada dibuat dalam kata-kata dan atau kalimat-kalimat. Data kualitatif tersebut dianalisis dengan metode berfikir deduktif, yaitu pola berfikir yang mendasar pada hal-hal yang bersifat umum, kemudian di tarik kesimpulan yang bersifat khusus. Adapun Model analisis yang penulis gunakan adalah interactive model of analisys. 10 G. Sistematika Penelitian Hukum Hasil penelitian akan disusun dalam format empat bab untuk dapat memberikan gambaran secara luas dan memudahkan pembaca dalam memahami gambaran menyeluruh dalam skripsi ini. Adapun bab-bab yang tersusun secara sistematis adalah sebagai berikut: Bab I berisi pendahuluan yang di dalamnya menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, sistematika penelitian. 9 Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosada Karya,1991, hal. 80. 10 Interactive model of analisys yaitu proses menganalisis dengan menggunakan tiga kompenen sebagai berikut: Pengumpulan Data, Reduksi Data, Penarikan Kesimpulan. Lihat HB. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press, 2002, hal. 58.

15 Bab II berisi tinjauan umum tentang tindak pidana kekerasan, tinjauan umum tentang pertimbangan hukum, serta tinjauan umum tentang putusan. BAB III berisi hasil penelitian dan pembahasan yang di dalamnya akan menguraikan dan memahas mengenai profile peraturan hukum tentang tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet, serta penerapan hukum dan dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian yang berkedok pemberantasan dukun santet. BAB IV berisi penutup yang di dalamnya memuat simpulan penelitian dan saran.