BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa (Grabber, dkk, 2007). Perubahan perubahan yang terjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh negatif yang secara langsung maupun tidak langsung. yang berperan penting terhadap munculnya overweight (Hadi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan merupakan status gizi tidak seimbang akibat asupan giziyang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. dekade terakhir. Overweight dan obesitas menjadi masalah kesehatan serius

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. tidak saja masalah kekurangan zat-zat esensial, tetapi juga masalah gizi lebih

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi ganda merupakan keadaan suatu populasi yang memiliki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. didalam tubuh. Kebutuhan zat gizi berkaitan erat dengan masa. perkembangan yang drastis. Remaja yang asupan gizinya terpenuhi

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pola makan remaja telah mengarah ke dunia barat. Pemilihan makanan remaja beralih ke pemilihan makanan cepat saji (fast

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. dengan masalah gizi kurang, berkaitan dengan penyakit infeksi dan negara maju

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB I PENDAHULUAN. ini anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan disekolah dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok penyakit-penyakit non infeksi yang sekarang terjadi di negara-negara maju

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Periode pubertas akan terjadi perubahan dari masa anak-anak menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. dalam gizi makanan. Hal ini disebabkan karena serat pangan tidak

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. masa atau usia antara anak-anak dan dewasa. Perubahan fisik pada masa

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan golongan yang paling mudah terkena pengaruh budaya

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA NEGERI 4 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan degenerasi organ tubuh yang dipengaruhi gaya hidup. Gaya

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN. pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan

BAB I PENDAHULUAN. buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi,

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan perkembangan ( 2013)

BAB 1 PENDAHULUAN. kembangnya dapat berlangsung secara optimal. Generasi penerus yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. Serat termasuk bagian dari makanan yang tidak dapat dicerna dan. sumbangan gizinya dapat diabaikan, namun serat makanan sebenarnya

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa, yang berawal dari usia 9 tahun dan berakhir di usia 18

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB I PENDAHULUAN. Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang. pedesaan. Salah satu alasan tingginya tingkat kesukaan pada makanan adalah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berakhir pada usia 19 tahun (Proverawati, 2010) Remaja adalah kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. zat-zat gizi. Oleh karena itu, manusia dalam kesehariannya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan (pertanian primer) serta

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum di luar rumah. Seorang anak TK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa (Grabber, dkk, 2007). Perubahan perubahan yang terjadi pada remaja cenderung akan menimbulkan berbagai permasalahan dan perubahan perilaku di kehidupan remaja. Salah satu bentuk perubahan perilaku pada masa remaja adalah perubahan perilaku makan baik mengarah ke perilaku makan yang sehat ataupun cenderung mengarah kepada perilaku makan yang tidak sehat. Pengertian perilaku makan tidak sehat adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak memberikan semua zat-zat gizi esensial seperti karbohidrat, serat, lemak, dan protein yang dibutuhkan dalam metabolisme tubuh (Prawitasari, 2006). Perilaku remaja dalam konsumsi makan yang tidak sehat diantaranya konsumsi junk food. Jenis makanan tersebut pada umumnya menyediakan makanan yang tinggi energi, lemak dan natrium sementara kandungan serat, vitamin dan mineral yang penting bagi kesehatan tubuh biasanya jarang sekali dijumpai pada makanan-makanan tersebut (Depkes 2010). Perilaku yang tidak sehat pada remaja dalam mengkonsumsi makanan seperti tersebut berisiko menyebabkan gizi lebih (overweight). WHO 2010 melaporkan satu dari sepuluh remaja usia sekolah juga mengalami kegemukan. Sekitar 30 juta sampai 45 juta remaja yang menderita obesitas, diperkirakan 2-3 % (Rukmini, 2009). Data Riskesdas tahun 2013 melaporkan prevalensi overweight pada remaja umur 16 18 1

tahun sebanyak 7,3 % yang terdiri dari 5,7 % overweight. Provinsi dengan prevalensi overweight tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%) dan terendah adalah Sulawesi Barat (0,6%), sedangkan propinsi Jawa tengah sebesar 0.83%. Gizi lebih berkaitan dengan pengaruh berbagai macam faktor, faktor tersebut antara lain faktor genetik, faktor hormon, faktor gaya hidup meliputi pola makan, aktifitas fisik dan faktor psikososial meliputi stress. Di Indonesia status gizi lebih umumnya disebabkan oleh tingginya asupan makan namun tidak diimbangi oleh aktivitas fisik yang cukup. Pada remaja, pola makan yang sering diterapkan adalah makanan tinggi kalori namun sedikit mengandung serat (Gharib dan Rasheed, 2011). Penelitian Anggraeni (2007), menyebutkan bahwa kurangnya asupan serat pada remaja berhubungan signifikan dengan terjadinya gizi lebih. Asupan serat terbukti memperpanjang masa transit makanan dalam organ pencernaan sehingga memperlama rasa kenyang (Hardiansyah dan Tambunan, 2004). Peran serat terhadap overweight diantaranya menunda pengosongan lambung, mengurangi rasa lapar, pencernaan dan dapat mengurangi terjadinya overweight. Untuk menjaga kesehatan seluruh pencernaan dan kesehatan bagi orang dewasa konsumsi serat sebanyak 20-30 g/hari (Fransisca, 2004). Faktor lain yang mempengaruhi kejadian overweight adalah rendahnya asupan serat, faktor tingkat ekonomi yang mengarah pada pendapatan juga dapat mempengaruhi perilaku remaja dalam mengkonsumsi makanan (Fahey, 2004). Perilaku konsumsi remaja yang cenderung mementingkan kepraktisan perlu mendapat perhatian khusus. Pola makan dan jenis makanan bagi sebagian remaja sering kali tidak diperhatikan karena sudah menjadi sesuatu yang rutin sehingga tidak 2

memperhatikan gizi dalam makanan yang dikonsumsi. Siswa remaja dengan uang saku yang cukup akan lebih mudah dalam memilih dan membeli makanan yang dikonsumsinya, meskipun kandungan gizi seperti serat tidak diperhatikan. Penelitian Putri (2013) yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku jajan pada siswa SMA di Kota Padang menyebutkan bahwa faktor pendapatan ekonomi orang tua mempengaruhi besarnya uang saku sehingga berdampak pada perilaku dalam membeli jenis jajanan yang dibeli. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada bulan Agustus 2015 di SMK Muhammadiyah 2 Surakarta dari 27 siswa kelas XI, prevalensi overweight sebesar 18,5%. Prevalensi overweight 18,5% tersebut tidak lepas dari perilaku siswa yang lebih memilih jajan makanan yang banyak mengandung lemak, dan karbohidrat seperti burger, mie goreng ataupun makanan gorengan (tempura, somai, cilok) dari pada jajanan lain yang banyak mengandung serat seperti nasi sayur yang ada di kantin sekolah. Tingginya konsumsi jajan pada siswa berdasarkan observasi tersebut bahwa rata-rata uang saku siswa setiap hari setidaknya Rp. 10.000,-, bahkan terdapat siswa dengan uang saku sekolah Rp. 20.000,- setiap hari, dan tidak termasuk uang transportasi sekolah. Nilai uang tersebut digunakan untuk konsumsi jajan mengingat harga makanan yang dijual pedagang paling murah adalah Rp. 2.000,- sehingga untuk mendapatkan makanan jajan setidaknya siswa menghabiskan uang jajan sebesar Rp.10.000,- di kantin sekolah. Berdasarkan data diatas peneliti ingin meneliti dan mengetahui apakah terdapat perbedaan asupan serat dan besar uang saku antara status 3

overweight dan non overweight pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Surakarta? B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan asupan serat dan besar uang saku antara status overweight dan non overweight pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Surakarta?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan asupan serat dan besar uang saku antara status overweight dan non overweight pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan asupan serat pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Surakarta. b. Mendiskripsikan besarnya uang saku pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Surakarta. c. Mendiskripsikan status overweight dan non overweight pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Surakarta. d. Menganalisis perbedaan asupan serat antara status overweight dan non overweight pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Surakarta. e. Menganalisis perbedaan besar uang saku antara status overweight dan non overweight pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Surakarta f. Mendiskripsikan internalisasi nilai-nilai Islam pada konsumsi serat dan besar uang saku pada siswa SMK Muhammadiyah 2 Surakarta. 4

D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa Untuk menginformasikan asupan serat yang benar dan sehat serta memberikan pengetahuan tentang dampak yang akan timbul dari asupan serat pada status gizi dan penggunaan uang saku secara bijak 2. Bagi institusi pendidikan Memberi masukan sebagai acuan penelitian lebih lanjut tentang terjadinya berat badan berlebih pada siswa. 3. Bagi peneliti lain Dapat menggunakan penelitian ini sebagai perbandingan dan dapat dikembangkan lagi untuk penelitian-penelitian berikutnya 5