IBM PEMBERDAYAAN KADER DALAM MENGELOLA TAMAN OBAT KELUARGA MELALUI KOMPOSTING

dokumen-dokumen yang mirip
PENERAPAN IPTEKS. Pemanfaatan Limbah Usaha Pemotongan Ayam dan Pertanian Untuk Penyediaan Pupuk Organik Cair dan Produksi Tanaman Organik

KONSEP PENANGANAN SAMPAH TL 3104

BAB I PENDAHULUAN. Penampungan Sampah Sementara (TPS) untuk selanjutnya dibuang ke. yang muncul berkepanjangan antara pemerintah daerah dan masyarakat

PELESTARIAN LINGKUNGAN MELALUI TATAJER

PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK RUMAH TANGGA DALAM PEMBUATAN PUPUK BOKASHI DI KELURAHAN TUAH KARYA, KECAMATAN TAMPAN, PEKANBARU

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN

BUDIDAYA SAYURAN ORGANIK DI DUSUN SIDODADI DAN DUSUN SUKA MAJU DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOS BERBASIS MOL REBUNGCOT.

PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR

PERAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN KOMPOSTER SEDERHANA

IPTEK BAGI MASYARAKAT (I b M) RW IV DAN RW VI KELURAHAN KRAPYAK SEMARANG DALAM PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK MENJADI PUPUK ORGANIK

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IBM KELOMPOK IBU-IBU PKK : PENERAPAN TEKNOLOGI BIOPORI YANG DIPERKAYA INOKULAN MIKROBA DI PERUMAHAN BANYUMANIK SEMARANG

Lampiran 1 TAHAP PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR

PENDAMPINGAN PEMBUATAN RUMAH PUPUK KOMPOS DI KAMPUNG BELAKANG KAMAL JAKARTA BARAT

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Model Pengelolaan Sampah Berbasis Rumah Tangga dengan Bak Komposter Untuk Menghasilkan Pupuk Cair

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

PEMBERDAYAAN SDM DALAM PEMANFAATAN SAMPAH BASAH SEBAGAI PUPUK CAIR DI RW 08 KELURAHAN SUKUN KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

BAB V DINAMIKA PROSES AKSI. A. Menumbuhkan Kreativitas dalam Pengelolaan Sampah menjadi

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA MELALUI PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM UNTUK PEMBUATAN PAKAN BEBEK

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

PEMBUATAN BIOGAS DARI SAMPAH ORGANIK MENGGUNAKAN STARTER LUMPUR SAWAH

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM TABUR SEMPROT (Tabung Biru Komposter Sampah Dapur Rumah Tangga) BIDANG KEGIATAN: PKMKEWIRAUSAHAAN

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

PEMBUATAN INSTALASI UNTUK BIOGAS DARI ENCENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES ) YANG EFISIEN UNTUK LAHAN KECIL

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan dan Pengolahan Pupuk Organik Dari Limbah Tanaman Jagung Dan Kulit Coklat

BIDANG KEGIATAN : PKM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017 PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK DI KELOMPOK PETERNAK MAULAFA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI

POTENSI KECAMATAN GUNUNGPATI SEMARANG SEBAGAI SENTRA PERTANIAN ORGANIK MELALUI KEGIATAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT KELOMPOK WANITA TANI

Jurnal Pengabdian pada Masyarakat No. 55 Tahun 2013, ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI LINGKUNGAN RT.1 - RT.14/RW IV KELURAHAN RUNGKUT MENANGGAL KECAMATAN GUNUNGANYAR KOTA SURABAYA.

PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017

BAB I PENDAHULUAN. sisa proses yang tidak dapat digunakan kembali. Sisa proses ini kemudian menjadi

PELATIHAN PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR BAGI KELOMPOK TANI DESA KARTAMA PEKANBARU

SATUAN ACARA PENYULUHAN. Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SAMPAH PASAR MENJADI KOMPOS

1. Pendahuluan PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM URBAN FARMING

IbM di KELURAHAN SISIR KOTA BATU (BUDIDAYA SAYURAN/TOGA ORGANIK)

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota Tim Pelaksana Ketua Tim Pelaksana :

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG BARANGAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN PUPUK CAIR

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS

PENERAPAN CPOTB DALAM PENGOLAHAN TANAMAN OBAT KELUARGA SEBAGAI RAMUAN HERBAL

BAB I PENDAHULUAN. tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Selama ini sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EFEKTIFITAS MIKROORGANISME (EM) PADA PERTUMBUHAN TANAMAN GELOMBANG CINTA (Anthurium Plowmanii) DENGAN MEDIA CAMPURAN ARANG SEKAM DAN KOMPOS SKRIPSI

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

EFEKTIFITAS PUPUK ORGANIK AIR CUCIAN BERAS TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L) Rahman Hairuddin

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

EFEKTIFITAS DOSIS EM4 (Effective Microorganism) DALAM PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH ORGANIK

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

Pengolahan Tanah Dosis Waktu Aplikasi Sebelum diolah beri pupuk organik dari limbah panen / limbah ternak ataupun sampah kota yang diolah dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyebar luas baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.limbah atau

Pengelolaan Sampah Terpadu. Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl,

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat maupun oleh lembaga pemerintah tetapi seringkali hanya

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

TEKNOLOGI TEPAT GUNA untuk Menunjang Program Peduli Lingkungan Hidup

Cara menanggulangi pencemaran seperti pada gambar diatas adalah...

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI DALAM PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR RAMAH LINGKUNGAN DARI BAHAN BAKU HAYATI

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

DWI SETYO ASTUTI A

b. Dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar.

BAB III METODE PENELITIAN

Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran Secara Vertikultur

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang tidak baik bagi manusia. Tumpukan sampah. tersebut jika dibiarkan dapat menimbulkan pencemaran, penyakit serta

X. BIOREMEDIASI TANAH. Kompetensi: Menjelaskan rekayasa bioproses yang digunakan untuk bioremediasi tanah

Transkripsi:

IBM PEMBERDAYAAN KADER DALAM MENGELOLA TAMAN OBAT KELUARGA MELALUI KOMPOSTING Eko Hartini 1, Kismi Mubarokah 2, Eni Mahawati 3 1,2,3 Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Dian Nuswantoro E-mail: 1 eko.hartini@dsn.dinus.ac.id, 2 kismi.mubarokah@dsn.dinus.ac.id, 3 eni.mahawati@dsn.dinus.ac.id Abstrak Pengelolaan Taman Obat Keluarga (TOGA) di Kelurahan Krobokan, dilakukan oleh masing-masing RW atau RT dan belum maksimal. Permasalahan yang terjadi pada saat musim kemarau panjang tanaman tampak kering, sedangkan saat musim penghujan tumbuh tanaman-tanaman gulma. Selama ini saat melakukan bersih-bersih sampahn dedaunam hanya ditimbun di tempat sampah, kemudian diangkut ke Tempat Sampah Sementara (TPS) atau malah terkadang dibakar. Kondisi ini dapat menyebabkan pencemaran udara. Tanaman yang ditanam juga belum memberikan hasil dengan baik, karena tidak dilakukan pemupukan dikarenakan mahalnya harga pupuk. Solusi yang ditawarkan adalah mengolah sampah daun dengan menggunakan tong Komposter modifikasi. Keunggulan dari tong ini adalah selain menghasilkan kompos, juga akan diperoleh produk lain berupa pupuk cair dan biogas. Kegiatan Pemberdayaan kader dalam mengelola TOGA diikuti oleh 26 orang. Pengetahuan kader tentang komposting dan TOGA adalah sangat baik, kader memiliki sikap yang positif dan mendukung. Kader dapat melakukan komposting menggunakan tong komposter ini dengan baik. Tindak lanjut dari kegiatan ini adalah diperlukan pendampingan sampai produk kompos matang dan diaplikasikan pada tanaman obat keluarga. Kata Kunci: taman obat keluarga, komposter, kader 1. PENDAHULUAN Taman Obat Keluarga (TOGA) merupakan konsep pemanfaatan pekarangan atau lahan guna budidaya tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Kebiasaan ini sudah dilakukan sejak lama oleh para ibu rumah tangga sehingga kegiatan ini masuk dalam pogram kerja Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Berdasarkan data Riskesdas 2010, Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi dengan presentase penggunaan jamu tertinggi. Hasil penelitian Diana Sari, dkk (2011), di Kabupaten Bogor program TOGA telah dikembangkan di beberapa desa, sedangkan di Kabupaten Karanganyar program ini disisipkan dalam program lain terkait dengan faktor ekonomi dan di Kabupaten Gianyar program TOGA berasal dari tanaman hias. Saat ini program TOGA dirasa berkurang gaungnya, hal ini disebabkan rendahnya pemanfaatan tanaman obat dan kurangnya sosialisasi pengembangan program TOGA di masyarakat oleh Puskesmas. Implementasi program TOGA di perkotaan tergantung dari kebijakan di wilayah setempat, apakah program tersebut masuk salah satu program kerja atau tidak. Pelaksanaannya biasanya dilakukan di lingkup wilayah Rukun Warga (RW), dan pengelolaannya diserahkan pada masing-masing Rukun Tetangga (RT). Praktik pengelolaannya banyak kendala yang terjadi, hal ini disebabkan warga merasa kurang memiliki dan kurang mendapatkan manfaatnya. Akibat dari kondisi ini perawatan terhadap tanaman kurang, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, juga disebabkan kurangnya pengetahuan warga, waktu dan dana untuk mengelola tanaman. 10

Tanaman obat yang biasa ditanam antara lain, sirih, kunyit, temulawak, jahe, kumis kucing, daun binahong, daun beluntas, kencur, sambiloto dan temu ireng. Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik diperlukan unsur hara NPK atau pupuk yang cukup. Dalam rangka mengurangi penggunaan pupuk kimia, dapat digunakan pupuk kompos. Kompos merupakan pupuk organik buatan manusia yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan mahluk hidup (tanaman maupun hewan). Kompos tidak hanya menambah unsur hara, tetapi juga menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Yuwono, D., 2005). Kompos memiliki banyak kelebihan dibandingkan pupuk kimia yang ada di pasaran, antara lain lebih murah, ramah lingkungan serta memiliki kemampuan untuk memperbaiki struktur kualitas tanah secara fisik, membuat PH tanah lebih stabil dan mendukung pertumbuhan tanaman dengan kualitas nutrisi tanah yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga tanah dengan pupuk kompos menjadi media tumbuh yang lebih baik. Kompos juga menurunkan secara efektif kandungan bahan pencemar di tanah serta berbagai mikrobiologi yang merugikan. Selama ini kompos belum banyak dihasilkan dan didayagunakan oleh masyarakat antara lain karena belum efektifnya sosialisasi dan pendampingan ke masyarakat dibandingkan promosi pupuk kimia oleh berbagai produsen komersial yang dengan gencar dilakukan melalui berbagai media komunikasi. Hal tersebut sangat membutuhkan peran aktif tokoh masyarakat setempat didukung petugas/praktisi kesehatan. Selama ini telah terbukti keberhasilan beberapa program kesehatan dengan keterlibatan kader, namun dalam bidang pelestarian lingkungan belum dikelola dengan baik sebagaimana bidang program kerja lainnya. Berdasarkan berbagai uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan pemberdayaan kader dalam mengelola TOGA guna mengoptimalkan upaya pelestarian lingkungan setempat dan meningkatkan potensi ekonomi masyarakat. Taman Obat Keluarga (TOGA) yang ada Kelurahan Krobokan, selama ini pengelolaannya dilakukan oleh masing-masing RW atau RT belum maksimal, sehingga saat musim kemarau tanaman tampak kering, bahkan beberapa ada yang tidak terdapat tanamannya. Permasalahan yang terjadi saat musim kemarau adalah, banyaknya sampah-sampah daun, sedangkan saat musim penghujan tumbuhnya tanaman-tanaman gulma. Selama ini saat melakukan bersih-bersih sampah dedaunan hanya ditimbun di tempat sampah kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) atau malah terkadang di bakar. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Tanaman yang ditanam juga belum memberikan hasil dengan baik, karena tidak dilakukan pemupukan, dikarenakan mahalnya harga pupuk. Sampah organik (dedaunan) secara alamiah dapat mengalami pembusukan, tetapi jika proses pembusukan/fermentasi tidak terkendali akan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap (pencemaran udara), sehingga perlu dilakukan kontrol terhadap proses pembusukan tersebut, atau biasa disebut dengan komposting. 1. TINJAUAN PUSTAKA Komposting adalah salah satu cara yang dianggap cukup efektif saat ini untuk menyelesaikan persoalan penumpukan sampah di Indonesia. Dengan menggunakan tabung dari bahan plastik limbah industri yang di desain sebagai alat pengolah khusus sampah organik (tabung komposter). Sampah organik yang mudah terurai/busuk akan menjadi kompos sebagai media tanam dan pupuk organik cair, dengan tanpa memotong, mencacah dan mengaduk sampah organik (Santoso, 2015). 11

Gambar 1. Tabung Komposter Tabung komposter ini terbuat dari plastik untuk menghindari proses pengkaratan dan memiliki daya tahan pakai yang kuat. Tempat sampah ini memiliki dua sisi yang dipisahkan oleh sekat di dalamnya yang berfungsi untuk memisahkan sampah padat dengan pupuk cair organik. Ketika cairan menetes ke ruang bawah, aroma sampah akan terbuang melalui lubang ventilasi secara bertahap yang ada di seputar sisi bawah. Fermentasi sampah di dalam ruang tidak menimbulkan bau menyengat bila dibantu dengan bioaktivator untuk menguraikan sampah. Tempat sampah organik diisi sampah setiap hari. Batas jenuh sampah mencapai 10-12 bulan (kapasitas tempat sampah 120 liter). Setelah sampah mencapai tingkat jenuh (tidak menghasilkan cairan lindi), maka saat itu sisa sampah otomatis menjadi pupuk padat (kompos). Setelah didiamkan 3 minggu dalam keadaan tabung tertutup rapat, kemudian kompos dikeluarkan dan tabung siap digunakan kembali seperti proses awal. 2. METODE PENELITIAN Kegiatan pengabdian masyarakat Pemberdayaan Kader dalam Mengelola TOGA melalui Komposting di Kelurahan Krobokan Semarang Barat. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan adalah sebagai berikut: a) Persiapan kegiatan, meliputi peijinan, pembuatan media penyuluhan dan tong komposter, koordinasi dengan kader. b) Kegiatan pelatihan, meliputi pretest, penyuluhan dan praktik, penguatan. c) Pendampingan kader, memantau penggunaan komposter. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Peserta Pemberdayaan Kegiatan pemberdayaan kader dalam mengelola TOGA melalui komposting di Kelurahan Krobokan Semarang Barat diikuti oleh 26 orang kader, dengan karakteristik sebagai berikut: Tabel 1. Karakteristik Peserta Pemberdayaan Kader dalam Mengelola TOGA melalui Komposting di Kelurahan Krobokan Semarang Barat Tahun 2017 12

No Parameter Analisa Deskriptif 1 Umur Minimal 30 tahum Maksimal 66 tahun 2 Pendidikan SD = 1 orang (3,8%) SLTP = 3 orang (11,5%) SLTA = 15 orang (57,7%) Akademik = 1 orang (3,8%) S1 = 6 orang (23,2%) 3 Pekerjaan Pegawai negeri = 5 orang (19,2%) Pegawai swasta = 3 orang (11,5%) Berdagang = 2 orang (7,8%) Ibu rumah tangga = 16 orang (61,5%) Berdasarkan Tabel 1, diketahui peserta berada dalam usia produktif (30-60 tahun) dan pendidikan yang cukup baik (57,7% SLTA), sehingga peserta memiliki kemampuan untuk menerima informasi dan mengikuti pelatihan yang diberikan. B. Pengetahuan Peserta tentang Komposting dan TOGA Tahap pertama dalam kegiatan ini adalah memberikan pelatihan tentang pembuatan kompos menggunakan tong Komposter yang mempunyai kemampuan dapat mengolah sampah organik menjadi kompos, pupuk cair dan gas. Peserta diberikan pre-test untuk mengetahui pemahaman dan kemampuan awal peserta dalam pembuatan kompos. Tabel 2. Hasil Pre Test Peserta Pemberdayaan Kader dalam Mengelola TOGA melalui Komposting di Kelurahan Krobokan Semarang Barat Tahun 2017 No Pertanyaan Jawaban Benar Salah 1 Nama alat pengolah sampah menjadi kompos 25 (96%) 1 (4%) 2 Jenis sampah yang dapat dibuat menjadi kompos 25 (96%) 1 (4%) 3 Produk yang dihasilkan dari komposter 9 (35%) 17 (65%) 4 Jenis sampah yang dapat diuraikan oleh mikroba 23 (89%) 3 (12%) 5 Keunggulan Pengomposan 16 (62%) 10 (38%) 6 Kepanjangan dari TOGA 24 (92%) 2 (8%) 7 Contoh TOGA 22 (85%) 4 (15%) Pengetahuan yang dimiliki oleh peserta tentang pengolahan kompos sudah sangat baik sekali, sehingga memudahkan penyaji dalam memberikan pelatihan. Terlihat pada Tabel 2, sebanyak 96% peserta telah mengetahui nama alat pengolah sampah menjadi kompos, yaitu komposter. Peserta (96%) dapat menyebutkan bahwa sisa sayuran, kulit buah dan daundaunan adalah contoh sampah yang dapat diolah menjadi kompos. Istilah sampah organik dapat dijawab dengan baik oleh peserta (89%). Keunggulan pengomposan yaitu teknologinya mudah, alat dan bahan mudah didapat serta biaya yang dibutuhkan murah dijawab dengan benar oleh 62% peserta. Sedangkan, pertanyaan tentang produk yang dihasilkan oleh komposter yang akan digunakan dalam pelatihan ini hanya 35% peserta yang dapat menjawab dengan benar. Hal ini karena, selama ini yang diketahui oleh peserta, produk yang dihasilkan oleh pengomposan hanyalah kompos. Padahal dengan adanya modofikasi pada tong Komposter selain dihasilkan kompos dapat pula dihasilkan pupuk cair dan biogas. 13

Gambar 2. Bagian Dalam Tabung Komposter Tabung komposter pada Gambar 1. memiliki dua sisi yang dipisahkan oleh sekat di dalamnya yang berfungsi untuk memisahkan sampah padat dengan pupuk cair organik. Ketika cairan menetes ke ruang bawah, aroma sampah akan terbuang melalui lubang ventilasi secara bertahap yang ada di seputar sisi bawah. Pada saat pupuk cair organik tampak dalam selang, maka perlu dituangkan dan atau ditampung dalam wadah, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pupuk pada tanaman (Santoso, H., 2015). Fermentasi secara terus-menerus akan membuat terbentuknya gas metan, dengan dilengkapi rangkaian penangkap gas, tabung Komposter ini juga mampu menghasilkan biogas. Keunggulan tabung Komposter ini merupakan informasi baru bagi peserta. Hasil dari tabung komposter ini diharapkan dapat diaplikasikan oleh peserta untuk TOGA. Kepanjangan dari TOGA (Tanaman Obat keluarga) dapat dijawab dengan benar oleh 92% peserta, dan sebanyak 85% dapat menyebutkan contoh dari TOGA, diantaranya lengkuas dan jahe. C. Sikap Peserta tentang Komposting dan TOGA Tujuan utama dari kegiatan ini adalah peserta (kader) mampu dan berdaya dalam pengelolaan TOGA, oleh karena itu perlu diketahui bagaimana sikap yang telah dimiliki oleh kader dalam pengelolaan TOGA melalui komposting. Tabel 3 Sikap Peserta Pemberdayaan Kader dalam Mengelola TOGA melalui Komposting di Kelurahan Krobokan Semarang Barat Tahun 2017 No Pernyataan 1 Mengolah sampah adalah kegiatan yang merepotkan Sikap Setuju Ragu- Ragu Tidak Setuju 9 (35%) 17 (65%) 14

2 Membuat kompos menyenangkan karena banyak manfaatnya 3 Pupuk kompos lebih aman bagi tanaman daripada pupuk kimia 4 Menanam TOGA di halaman rumah lebih bermafaat daripada tanaman hias 26 (100%) 26 (100%) 24 (92%) 1 (4%) 1 (4%) Pada Tabel 3 diketahui, 65% peserta setuju bahwa mengolah sampah bukan kegiatan yang merepotkan, 100% peserta merasa senang membuat kompos karena banyak manfaatnya, karena kompos lebih aman daripada pupuk kimia. Peserta sebanyak 92% setuju menanam tanaman obat keluarga lebih bermanfaat daripada tanaman hias. Kondisi ini merupakan modal yang sangat baik untuk program pemberdayaan, bahwa peserta memiliki sikap yang positif terhadap pengelolaan TOGA melalui komposting Sikap positif yang dimiliki peserta (kader) di Kelurahan Krobokan Semarang Barat ditunjukkan dari praktik yang telah kader lakukan selama ini. Tabel 4 Praktik Peserta Pemberdayaan Kader dalam Mengelola TOGA melalui Komposting di Kelurahan Krobokan Semarang Barat Tahun 2017 No Pertanyaan Jawaban Ya Tidak 1 Melakukan pemilahan sampah rumah tangga 17 (65%) 9 (35%) 2 Mengolah sampah menjadi kompos 17 (65%) 9 (35%) 3 Cara membuat kompos: a. Dengan kapur tohor =15 orang b. Dengan EM4 = 1 orang c. Dengan kapur tohor dan EM4 = 1 orang Kader di Kelurahan Krobokan Semarang Barat telah melakukan pengolahan kompos dengan menggunakan kapur tohor. Proses pembuatan kompos yang dilakukan sangat mudah, yaitu dengan mengumpulkan sampah organik yang mudah membusuk, dimasukkan dalam wadah bekas ember cat ukuran 5 liter kemudian dicampur dengan kapur tohor. Kendala yang dialami oleh peserta adalah kompos yang dibuat lama matangnya. Hal ini terjadi, karena mikroba kurang dapat bekerja dengan baik, khususnya mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Pemberian air dan aerasi yang kurang juga dapat membuat kompos lama matangnya. Proses penngomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3 bulan bahkan ada yang 6-12 bulan tergantung bahannya. Oleh karena itu para ahli melakukan berbagai macam upaya untuk mempercepat proses tertentu. Proses tersebut dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu tergantung pada bahan dasarnya, antara lain dengan menambahkan bioaktivator seperti EM4 (Indriani, 2010) EM4 sebenarnya adalah singkatan untuk effective microorganism 4. EM4 merupakan larutan yang mengandung 80 jenis mikroorganisme yang dapat mempercepat pengomposan. Dengan menambahkan EM4, pengomposan dapat berlangsung secara anaerob dan bau dapat dikurangi. Kompos yang dihasilkan melalui pemberian EM4 sering disebut bokashi (Indriani, 2010) D. Membuat Kompos dengan Tong Komposter 15

Kegiatan pelatihan diawali dengan pre-test, selanjutnya peserta diberi leaflet dan diminta untuk membaca media tersebut. Materi disampaikan oleh penyaji dengan menggunakan Power Point dengan sesekali diselingi interaksi dengan peserta. Setelah cukup mendapatkan informasi tentang bagaimana cara menggunakan tong Komposter, peserta diminta untuk praktik secara langsung. Peserta dibagi menjadi 2 kelompok, dengan bekal membawa kantong kresek besar peserta mencari sampah organik di sekitar tempat pelatihan. Selanjutnya, sampah dimasukkan ke dalam tong (keadaan sampah boleh utuh atau terpotong). Kemudian semprotkan larutan EM4. Selanjutnya, peserta diingatkan untuk setiap saat dapat menambahkan sampah organik ke dalam tong dan melakukan penyemprotan jika sampah sangat kering. Gambar 3. Praktik Komposting Satu bulan setelah kegiatan pelatihan, tim mengunjungi salah satu taman TOGA dimana tong Komposter berada, ternyata tong dimanfaatkan dengan baik, hanya saja tidak dilakukan penyemprotan EM4 dengan rutin sehingga kompos juga belum matang. Hal ini terjadi karena adanya kendala kesibukan masing-masing kader. Oleh karena itu, penguatan dan motivasi perlu untuk senantiasa dilakukan. Gambar 4. Aplikasi Komposter di TOGA 4. KESIMPULAN 1. Pengetahuan kader tentang komposting dan TOGA sangat baik. 2. Sikap kader terhadap komposting dan TOGA adalah positif dan mendukung. 3. Peserta dapat melakukan komposting dengan menggunakan tong komposter dengan baik. 5. SARAN 16

1. Diperlukan pendampingan sampai kompos yang dihasilkan matang dan dapat diaplikasikan pada tanaman TOGA. 2. Pemberdayaan kader dalam mengelola TOGA perlu ditingkatkan dan dilakukan secara berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Heru Santoso. 2015. Indonesia Bebas Sampah 2020. Jakarta: Penerbit Mandiri. Ida Diana Sari, Yuyun Yuniar, Selma Siahaan, Riswati, Muhamad Syaripuddin. 2015. Tradisi Masyarakat dalam Penanaman dan Pemanfaatan Tumbuhan Obat Lekat di Pekarangan. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2015;5(2):123-132 Indriani Yovita Hety. 2010. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya Riset Kesehatan Dasar, 2010. Badan Litbangkes Kemenkes RI Yuwono Dipo. 2005. Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya. 17