1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum selanjutnya disebut pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat secara langsung dalam proses demokrasi. Proses pemilu yang kompetitif dan dinamis baru terjadi sejak 1998, setelah rezim orde baru jatuh. Pemilihan umum pada dasarnya adalah tentang kompetisi, ada pihak yang menang dan yang kalah; pemilu juga merupakan proses pembentukan pemerintah yang didasarkan atas kehendak rakyat (Reynolds & Mellaz, 2011). Pemilu sendiri telah dilaksanakan selama tiga rezim pemerintahan di Indonesia, yakni masa parlementer, orde baru, dan reformasi. Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali untuk memilih para pemangku kepentingan, baik eksekutif maupun legislatif. Pemilihan umum juga tidak hanya dilaksanakan dalam tingkat nasional saja, tapi juga daerah. Pemungutan suara yang dilaksanakan dalam pemilu di Indonesia memegang prinsip Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia (LUBER). Menurut Savita dan Ramesh (2015), siklus politik yang terjadi di suatu negara dapat mempengaruhi kondisi perekonomian melalui berbagai cara. Ketidakpastian akan kondisi politik biasanya muncul ketika terjadi pergantian rezim pada pemerintahan (Ramesh, 2015). Pergantian rezim ini biasanya terjadi pada masa pemilu, sehingga masa-masa pemilu meningkatkan ketidakpastian dan risiko politik. Sementara itu, pemilihan umum 2014 menjadi babak baru bagi proses demokrasi di Indonesia. Sebab, pada pemilu 2014 terjadi pergantian rezim dari masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang telah
memangku tanggung jawab selama dua periode kepemimpinan. Diduga risiko politik muncul cukup signifikan pada pemilu 2014 karena adanya pergantian rezim tersebut. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang menjadikan pemilu 2014 berbeda dibandingkan pemilu-pemilu yang telah berlangsung sebelumnya. Salah satunya adalah arus informasi yang terjadi sangat cepat selama masa pemilu. Hal tersebut terjadi berkat peran berbagai media sosial yang aktif digunakan oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data dalam statista.com, jumlah pengguna media sosial di Indonesia pada 2014 mencapai 66,4 juta pengguna dengan penggunaan paling banyak pada Facebook yang mencapai 14% dari total keseluruhan. Selain itu, masyarakat Indonesia sendiri rata-rata menghabiskan 2,9 jam dalam sehari untuk mengakses akun-akun media sosial-nya selama kuartal keempat 2014 dengan tren yang terus meningkat (Statista, 2015). Dalam artikel pada Tempo.co yang bertajuk SBY: Jelang Pemilu, Suhu Politik Pasti memanas 1 dipaparkan bahwa persaingan dalam pemilihan umum 2014 akan berlangsung lebih kompetitif. Menurunnya elektabilitas Partai Demokrat (PD) 2 dalam pemilihan umum 2014 juga menjadi salah satu faktor pemicu meningkatnya kompetisi politik yang terjadi selama pemilu 2014. PD tidak lagi hadir sebagai incumbent yang kuat seperti pada pemilu 2009, meskipun PD telah 1 diakses pada 21 Mei 2015 melalui laman http://nasional.tempo.co/read/news/2013/04/30/078476792/sby-jelang-pemilu-suhupolitik-pasti-memanas 2 Penurunan elektabilitas disebabkan oleh rentetan kasus korupsi yang menimpa kaderkader Partai Demokrat sepanjang 2011-2013. Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi penurunan tersebut adalah kinerja pemerintahan SBY yang menunjukkan tren penurunan sepanjang 2009 2013
melakukan berbagai cara untuk mempertahankan elektabilitasnya, salah satunya melalui penunjukkan SBY sebagai ketua umum PD. Penurunan elektabilitas tersebut menjadi momentum bagi partai pesaing lain, terutama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golongan Karya (Golkar) yang selalu menempati posisi teratas pada pemilu-pemilu yang diselenggarakan pasca reformasi (Indikator, 2014). Selain itu, terdapat anekdot yang terjadi pada masa-masa pemilu 2014. Salah satunya adalah respon pasar terhadap suatu kejadian politik seperti yang tergambar pada Gambar 1.1 berikut. Gambar 1. 1 Pergerakan IHSG dan Return IHSG, 2 Januari 2014 25 Juli 2014 Sumber: Bloomberg (2015) Pada tanggal 14 Maret 2014, PDIP resmi mengumumkan pengangkatan Joko Widodo sebagai calon presiden dari partainya. Hal ini direspon positif oleh pasar dengan naiknya indeks harga saham sampai pada level 4.878. Return IHSG
juga naik secara signifikan seperti yang ditunjukkan oleh titik pada grafik di atas. Kejadian ini selanjutnya disebut sebagai Efek Jokowi. Efek Jokowi rupanya tidak hanya mempengaruhi respon pasar saham, tapi juga preferensi masyarakat terhadap pilihannya pada pemilu 2014. Berdasarkan hasil survei yang dihimpun oleh Indikator Politik Indonesia, ditemukan bukti bahwa preferensi masyarakat berubah pasca pengumuman pencalonan Jokowi sebagai presiden dari PDIP. PDIP mengalami peningkatan pemilih yang paling tinggi apabila dibandingkan dengan parpol-parpol peserta pemilu lain. Diperkirakan PDIP mampu menarik pemilih yang masih belum menentukan pilihan dan pemilih dari partai lain (Indikator, 2014). Pergerakan kenaikan pemilih berdasarkan survei tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 1. 2 Perkembangan Persebaran Pemilih pada 4 Partai dengan Elektabilitas Tertinggi, April 2009 Maret 2014 Sumber : Indikator (2014)
Berdasarkan hasil survei di atas, tampak bahwa PDIP dan Golkar merupakan partai dengan elektabilitas tertinggi selama 2013 2014. PDIP terus mengalami tren peningkatan pemilih hingga Maret 2014, sedangkan Golkar justru mengalami penurunan dan posisinya tersalip oleh PDIP. Kenaikan jumlah pemilih paling tajam terjadi pada Maret 2014 pasca diumumkannya Jokowi sebagai calon presiden dari PDIP. Persentase pemilih naik dari 16,6 persen menjadi 24,5 persen. Sementara itu, juga tampak bahwa PD terus mengalami penurunan elektabilitas sepanjang 2009 2014. Sebaliknya, elektabilitas Partai Gerindra meningkat signifikan dan mengalahkan PD pada 2014. Selanjutnya, persaingan memuncak pada pemilihan umum presiden 2014 sebab hanya terdapat dua pasang calon yang maju sebagai calon presiden dan wakil presiden. Kedua pasang calon tersebut adalah pasangan nomor urut 1, Prabowo Subianto dengan Hatta Rajasa serta pasangan nomor urut 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Prabowo dan Hatta diusung oleh Koalisi Merah Putih (KMP) 3, sedangkang Jokowi dan Kala diusung oleh Koalisi Indonesia Hebat (KIH) 4. Persaingan ini juga terekam pada hasil-hasil polling yang dilakukan menjelang hari pemilihan. Hasil polling tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini. 3 KMP diusung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Bulan Bintang 4 KIH diusung oleh PDIP, Partai Nasional Demokrasi (Nasdem), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Tabel 1. 1 Hasil Polling Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 (9 Juli 2014) Lembaga Survei Prabowo-Hatta Jokowi-JK Sumber Populi Center 49,05 50,95 Suara.com CSIS 48,1 51,9 Liputan6.com Litbang Kompas 47,66 52,33 Kompas.com Indikator Politik Indonesia 47,05 52,95 Metrotvnews.com Lingkaran Survei Indonesia 46,43 53,37 Konferensi pers Radio Republik Indonesia 47,32 52,68 Detik.com Saiful Mujani Research Center 47,09 52,91 Detik.com Puskaptis 52,05 47,95 Viva.co.id Indonesia Research Center 51,11 48,89 okezone.com Lembaga Survei Nasional 50,56 49,94 Viva.co.id Jaringan Suara Indonesia 50,13 49,87 Viva.co.id Sumber: indonesiasatu.kompas.com Berdasarkan hasil polling di atas, tampak bahwa hanya terdapat selisih suara yang tidak terlalu signifikan antar kedua calon pasangan presiden dan wakil presiden. Hal ini mengindikasikan bahwa pendukung masing-masing calon jumlahnya hampir setara. Artinya, terdapat persaingan yang cukup ketat pada pemilu presiden 2014 lalu. Penelitian-penelitian mengenai pengaruh kontestasi politik pada masa pemilu telah dilakukan di beberapa negara, khususnya pada negara maju. Leblang dan Mukherjee (2005) meneliti pengaruh ekspektasi masyarakat terhadap volatilitas return harga saham di Amerika Serikat pada pemilu 2000. Ditemukan bukti bahwa
ekspektasi masyarakat terhadap hasil pemilu mampu menurunkan volatilitas return harga saham. Savita dan Ramesh (2015) meneliti dampak kontestasi politik pemilu 2014 di India terhadap harga saham 30 perusahaan yang terdaftar pada BSE SENSEX. Ditemukan bukti bahwa terdapat reaksi pasar sepanjang masa pemilu dan pergantian rezim. Siokis dan Kapopoulos (2007) juga menemukan bukti bahwa kontestasi politik dan pergantian rezim mempengaruhi volatilitas di pasar saham Yunani selama Januari 1987 Juni 2004. Namun, penelitian serupa belum banyak ditemukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kontestasi politik pada pemilu 2009 dan 2014, juga pemilu 2014 terhadap return dan volatilitas return di pasar saham Indonesia selama Januari 2009 Desember 2014. Volatilitas di pasar saham ditunjukkan oleh volatilitas return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama periode tersebut. Secara khusus, penelitian ini juga menganalisis hubungan kontestasi politik pada pemilu presiden 2009 dan 2014 serta pemilu presiden 2014 karena diduga terjadi kontestasi politik yang lebih ketat pada pemilu presiden. Penelitian ini menggunakan data time series harian pada periode 5 Januari 2009 30 Desember 2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode GARCH (1,1) 1.2 Rumusan Masalah Pengaruh siklus politik terhadap perekonomian timbul dari ketidakpastian yang dapat muncul karena pergantian rezim pemerintahan, terutama pada masa pemilihan umum (Ramesh, 2015). Demokrasi di Indonesia dapat terbilang cukup muda karena baru dirasakan setelah reformasi 1998. Pemilihan umum menjadi sarana utama penyampaian aspirasi masyarakat untuk memilih rezim pemerintahan
yang baru. Diduga kontestasi politik akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko terhadap perekonomian. Persepsi pasar terhadap kontestasi politik tersebut dapat dilihat melalui reaksi pasar saham. Dibandingkan dengan variabel makro ekonomi lain, reaksi pasar saham dapat dilihat dengan cepat sehingga lebih tepat untuk dijadikan sebagai tolak ukur. Apabila pasar saham di Indonesia bergejolak selama masa kontestasi politik, maka kontestasi politik harus dikelola. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah kontestasi politik pada pemilihan umum 2009 dan 2014 berpengaruh terhadap return dan volatilitas return di pasar saham Indonesia? 2. Apakah kontestasi politik pada pemilihan umum 2014 berpengaruh terhadap return dan volatilitas return di pasar saham Indonesia? 3. Apakah pemilu presiden membawa dampak yang lebih tinggi terhadap return dan volatilitas return di pasar saham Indonesia? 4. Apa variabel lain yang berpengaruh terhadap return dan volatilitas return di pasar saham Indonesia selain variabel kontestasi politik pada pemilu dan pemilu presiden? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan kontestasi politik pada pemilu 2009 dan 2014 terhadap return dan volatilitas return di pasar saham Indonesia. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kontestasi politik pada pemilu 2014 terhadap return dan volatilitas return pasar saham. Penelitian ini juga memiliki tujuan untuk menganalisis apakah pemilu
presiden menimbulkan dampak yang berbeda terhadap return dan volatilitas return di pasar saham Indonesia. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai tambahan referensi pada topik ekonomika makro dan lebih khusus, ekonomika politik. 2. Sebagai tambahan literatur yang mengulas hubungan antara kejadian-kejadian di luar shock perekonomian yang mempengaruhi variabel-variabel makro ekonomi. 1.6 Sistematika Penulisan BAB I : terdiri atas latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : menguraikan teori-teori serta tinjauan literatur yang berkaitan dengan topik pada penelitian. BAB III : mengulas tentang data dan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. BAB IV : merupakan uraian dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan. BAB V : menjabarkan mengenai kesimpulan dari penelitian ini dan saran bagi penelitian selanjutnya.