2.1 Pegagan ( Centella asiatica ) II KAJIAN KEPUSTAKAAN Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan, tepi jalan, pematang sawah ataupun di ladang yang agak basah. Khasiat dan manfaat dari pegagan antara lain disebabkan pegagan mengandung sejumlah nutrisi dan komponen zat kimia yang memiliki efek terapeutik. Klasifikasi daun pegagan disajikan sebagai berikut: Klasifikasi pegagan (Centella asiatica) Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies Plantae Angiospermae Dicotiledoneae Umbelliferae Apiaceae Centella Centella asiatica L Kandungan kimia pegagan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu asam amino, flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri. Asam amino terdiri atas sejumlah besar alanin flavonoid terdiri atas quercetin, kaempferol, dan bermacam-macam glikosida (Dalimartha, 2006). Pegagan mengandung triterpenoid yang merupakan senyawa aktif yang paling penting dari tanaman ini (Prabowo 2002). Kandungan
triterpenoid pegagan ini dapat merevitalisasi pembuluh darah sehingga peredaran darah ke otak menjadi lancar dan memberikan efek menenangkan. Pegagan mengandung bahan aktif seperti triterpenoid glikosida (terutama asiatikosida, asam asiatik, asam madekasik, madekasosida (Hashim, dkk., 2011), flavonoid (kaemferol dan kuercetin), volatil oil (valerin, kamfor, siniole dan sterol tumbuhan seperti kamfesterol, stigmasterol, sitosterol), pektin, asam amino, alkaloid hidrokotilin, miositol, asam brahmik, asam centelik, asam isobrahmik, asam betulik, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Pegagan mengandung berbagai macam-macam bentuk lemak dan kandungan zat seperti triterpenoid yang dapat merevitalisasi pembuluh darah, dengan adanya kandungan triterpenoid di harapkan bisa memberikan dampak positif terhadap perubahan dari jumlah kandungan trigliserida darah dan glukosa darah. Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Flavonoid tersebar luas di tanaman mempunyai banyak fungsi. Flavonoid adalah pigmen tanaman untuk memproduksi warna bunga merah atau biru pigmentasi kuning pada kelopak yang digunakan untuk menarik hewan penyerbuk. Flavonoid hampir terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk buah, akar, daun dan kulit luar batang (Worotikan, 2011). kandungan total flavonoid pada tanaman pegagan (Centella asiatica) sebesar 3.816 mg/ml. 2.2 Ayam Petelur Ayam petelur merupakan jenis ayam yang mampu memproduksi telur dalam jumlah banyak selama fase produksinya. Dua tipe ayam petelur yang beredar di Indonesia yaitu ayam petelur tipe ringan dan tipe medium. Ayam petelur tipe ringan
memiliki ciri-ciri badan ramping, bulu berwarna putih dan berjengger merah, produksi telurnya lebih dari 300 butir/tahun, sensitif terhadap cuaca panas dan keributan. Periode ayam petelur secara umum terbagi menjadi tiga tahap pemeliharaan, yaitu pemeliharaan anak ayam atau starter mulai umur 0 6 minggu, ayam remaja atau grower umur 9-13 minggu, developer umur 14-24 dan masa produksi atau layer pada umur diatas 20 minggu (Sudaryani dan Santosa, 2000). Faktor yang mempengaruhi produktivitas ayam petelur antara lain sifat genetis ayam, kesehatan, manajemen pemeliharaan, pakan, serta keadaan lingkungan (Marginingtyas dkk., 2015). 2.3 Ayam Petelur Strain Lohman Brown Ayam Lohman Brown merupakan jenis ayam petelur. Ayam Lohman Brown merupakan jenis ayam yang dikembangkan di Jerman oleh Lohman Tierzucht GmbH. Lohman Brown merupakan hasil dari gabungan empat line komersial murni. Umumnya Lohman Brown dipelihara oleh peternak di Jerman dengan sistem produksi intensif (Abdelqader dkk., 2006). Ayam strain Lohman Brown mulai berproduksi pada umur 18 minggu Pada umur satu hingga dua minggu pertama produksi telur masih belum stabil dan ukuran telur masih kecil karena ayam baru belajar mulai bertelur. Saat ayam berumur minggu keempat semenjak awal bertelur, produksi sudah mulai banyak. Satu hingga dua bulan setelah itu laju produksi positif dan besar. Pada saat ayam mencapai puncak produksi, kurang lebih pada umur 1,5 tahun (12 bulan produksi), secara perlahan
lahan produksi telur mulai turun hingga tiba saatnya untuk diafkir. Setelah mencapai puncak produksi itulah, laju produksi negatif (Rasyaf, 1991). Sudarmono (2003) menyebutkan ayam ras dapat menghasilkan telur sebanyak 250 280 butir/tahun dan dengan bobot telur antara 50 g 60 g. 2.4 Glukosa Glukosa merupakan prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain di dalam tubuh seperti glikogen, ribose dan deoxiribose dalam asam nukleat, galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan dalam glikoprotein dan proteoglikan (Murray R. K. dkk., 2003). Glukosa dari usus, yang tidak dimobilisis oleh hati, akan mengalir dalam darah menuju ke jaringan perifer. Glukosa akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Banyak jaringan misalnya otot menyimpan glukosa dalam jumlah kecil dalam bentuk glikogen (Ragha van V. A. dkk., 2009). Kadar glukosa darah berperan penting dalam produksi energi dalam tubuh. Pada ayam petelur, penggunaan energi di bagi menjadi dua kelompok, yaitu; energi pemenuhan hidup pokok dan energi untuk produksi. Energi untuk proses reproduksi biasanya akan terpenuhi setelah energi untuk hidup pokok, pertumbuhan, perbanyakan lemak, dan penyimpanan karbohidrat telah terpenuhi. Dengan kata lain, organ reproduksi memperoleh energi yang paling akhir untuk digunakan menghasilkan telur. Organ reproduksi menggunakan 22% dari total energi yang diperoleh ayam petelur (Vézina, dkk., 2003). 2.5 Trigliserida
Trigliserida merupakan cadangan energi dalam tubuh, terbentuk dari asam lemak dan gliserol, berasal dari lemak, karbohidrat, dan protein pakan. Trigliserida dibentuk di hati dari lipid atau karbohidrat yang dikonsumsi dan disimpan sebagai lemak di bawah kulit dan di organ-organ lainnya (Baraas, 1993). Menurut Muchtadi, dkk. (1993), trigliserida banyak disimpan di dalam jaringan adiposa dan berfungsi sebagai sumber energi yang utama dalam tubuh. Trigliserida memiliki fungsi utama sebagai cadangan energi karena merupakan bentuk lemak yang efisien dan tidak banyak membutuhkan tempat, serta dapat menghasilkan energi lebih besar dibandingkan karbohidrat atau protein dengan jumlah yang sama (Pilliang dan Djojosoebagio, 2000). Sintesis trigliserida di dalam hati terutama digunakan untuk memproduksi lipoprotein darah, dimana pemenuhan kebutuhan asam lemak dapat berasal dari pakan, dari jaringan adiposa melalui darah atau dari biosintesis hati. Kadar trigliserida yang semakin meningkat akan diikuti oleh menurunnya kadar HDL. Faktor yang mempengaruhi kadar trigliserida darah antara lain status nutrisi, kondisi biologis dan metabolisme tubuh ternak (Purba dkk., 2005 dan Widyaningsih, 2011). Menurut Syamsuhadi (1997), imbangan energi protein ransum yang diperluas dapat meningkatkan konsentrasi trigliserida yang ada dalam serum darah, sedangkan menurut Santoso dkk., (2004) umur ayam mempengaruhi kandungan trigliserida di dalam serum darah. Semakin lama ayam dipelihara maka kandungan trigliserida serum darah ayam tersebut akan meningkat.