BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tiga menit, dimanapun di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia. Selain itu setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan. Sekitar 800 wanita meninggal setiap harinya dengan penyebab yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Hampir semua kematian (99%) terjadi di negara berkembang dengan tingkat mortalitas yang lebih tinggi di pedesaan, komunitas masyarakat miskin dan berpendidikan rendah. Negara maju melaporkan 16 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara berkembang melaporkan 240 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Setengah dari kematian ibu terjadi di sub-sahara Afrika dan sepertiga lainnya di Asia Selatan (WHO, 2012). Data tren Angka Kematian Ibu (AKI) dari tahun 1990-2012 menunjukkan Indonesia masuk dalam daftar AKI tertinggi diantara beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Philipina, Vietnam, dan Myanmar. Lebih dari 9.500 ibu di Indonesia meninggal setiap tahun, sebagai perbandingan, kematian ibu di Filipina adalah sekitar 1.900, di Thailand sekitar 420, dan di Malaysia hanya sekitar 240 setiap tahunnya (Kemenkes, 2012). Selain mencerminkan keberhasilan pembangunan suatu negara dalam bidang kesehatan, kematian seorang ibu sangatlah berpengaruh terhadap kesehatan dan 1
2 kehidupan anak-anak yang ditinggalkan. Jika seorang ibu meninggal, maka anak yang ditinggalkannya memiliki kemungkinan tiga sampai sepuluh kali lebih besar untuk meninggal dalam waktu dua tahun bila dibanding dengan anak yang ada kedua orangtuanya. Disamping itu, anak-anak yang ditinggal ibunya sering tidak mendapat pemeliharaan kesehatan serta pendidikan yang memadai seiring dengan pertumbuhannya. Kematian ibu mempunyai dampak yang lebih luas sampai di luar lingkungan keluarga. AKI juga merefleksikan status kesehatan ibu selama hamil dan nifas, kualitas pelayanan kesehatan serta kondisi lingkungan sosial dan ekonomi (Kemenkes, 2010). The Tenth Revision of The International Classification of Diseases (ICD-X, WHO) membuat batasan kematian maternal adalah kematian wanita yang terjadi selama kehamilan, atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan (Syafrudin dan Hamidah, 2009). Mengurangi AKI sampai tiga perempat dalam kurun waktu 1990 dan 2015, yaitu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 merupakan salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Namun sangat mengejutkan, hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, menunjukkan AKI mengalami peningkatan dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (meningkat sekitar 57%). Hal ini menunjukkan bahwa target Kemenkes RI yang menyatakan, AKI turun
3 menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 tidak tercapai dan target 5 MDGs yaitu AKI turun menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup untuk tahun 2015 sulit dapat tercapai. Kenaikan AKI pada tahun 2012 ini sangat mengejutkan mengingat pemerintah telah banyak melakukan upaya-upaya untuk menekan AKI, mulai dari program Primary Health Care (PHC, 1978), Safe Motherhood (1988), Gerakan Sayang Ibu (1996), Health for All (2000), Desa Siaga (2006), Making Pregnancy Safer (2010),Indonesia Sehat (2010), akan tetapi kenyataannya kasus kematian ibu tetap saja tinggi. Secara global lima penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. Diperkirakan 25% kematian ibu disebabkan oleh hemoragi, 15% karena infeksi/sepsis, 12% karena gangguan HDK, 8% karena persalinan macet, hampir 13% karena abortus, dan 20% kematian ibu akibat penyakit yang diperberat kehamilan seperti anemia, hipertensi, hepatitis, tuberculosis, penyakit jantung, dan sisanya oleh sebab-sebab lain. Sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah persalinan, dimana 50% kematian ibu terjadi pada masa nifas yaitu 24 jam pertama pasca persalinan (Kusmiran, 2011). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan ibu antara lain, terdapat 1.534 kematian ibu dengan jumlah kelahiran hidup adalah 49.605. Masih dijumpai (23,9%) perempuan yang menikah pada umur risiko tinggi (<15 tahun dan 15-19 tahun). Hampir seluruh ibu
4 hamil (95,4%) sudah melakukan pemeriksaan kehamilan (K1), tetapi pemeriksaan antenatal care (ANC) atau K4 sebesar 70,4%. Tenaga kesehatan yang paling banyak memberikan pelayanan ANC adalah bidan (88%). Pelayanan nifas pertama (KF1) tertinggi (81,9%), dibanding pelayanan nifas kedua (KF2) sebesar 51,8%, dan pelayanan nifas ketiga (KF3) sebesar 43,4%. Akan tetapi pelayanan nifas lengkap masih rendah (32,1%). Sebagian besar (86,9%) persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, sebagian besar (76,1%) persalinan sudah dilakukan di fasilitas kesehatan. Tempat persalinan tertinggi pada Rumah Sakit (RS) bersalin dan klinik, praktek dokter/bidan (38%), tetapi masih dijumpai ibu yang melahirkan di rumah (29,6%). Kelompok ibu yang melahirkan di rumah tersebut paling banyak (64,5%) adalah ibu dengan umur risiko tinggi. Hasil Sensus Penduduk (SP) 2010, diketahui bahwa kematian maternal tertinggi (22,5%) pada kelompok usia 15-49 tahun, distribusi persentase kematian ibu lebih tinggi di desa (62,1%) daripada di kota (37,9%), penyebab medis kematian ibu tertinggi (81,5%) adalah penyebab langsung yaitu komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, periode kematian ibu tertinggi adalah ibu meninggal saat hamil >20 minggu, paritas 3-4, dan >4 terbanyak menyebabkan kematian ibu, pendidikan tidak sekolah/tamat SD lebih banyak menyebabkan kematian, dan tempat ibu meninggal lebih banyak di RS pemerintah. Masalah KIA di negara berkembang, seperti Indonesia antara lain adalah sebagian besar kematian terjadi di rumah, sebagian besar (60%) kematian ibu terjadi setelah persalinan, 50% kematian ibu terjadi pada masa nifas, sebagian besar
5 kematian terjadi tanpa pertolongan dari tenaga profesional, keterlambatan akses pada pelayanan berkualitas, sebagian besar keluarga tidak mengetahui tanda bahaya bagi ibu dan bayi, terbatasnya transportasi dan sumberdaya sebagai faktor yang berhubungan dengan keterlambatan akses pelayanan kesehatan, sebagian besar komplikasi kehamilan mempengaruhi risiko pada ibu dan bayi, status sosial dan budaya berhubungan dengan kematian ibu dan anak (Kusmiran, 2011). Menurut Prawirohardjo (2011), kematian pada ibu sebenarnya dapat dicegah. Kematian karena eklampsia dapat dicegah dengan pemantauan dan asuhan antenatal care (ANC) yang baik serta dengan teknologi sederhana. Kematian karena perdarahan dapat dicegah dengan penanganan kala III yang optimal dan sistem pelayanan kesehatan menangani kedaruratan obstetri secara cepat dan tepat. Kematian karena aborsi tidak aman dapat dicegah jika ibu mempunyai akses terhadap informasi, pelayanan kontrasepsi, dan asuhan pasca keguguran. Kematian karena partus macet dapat dicegah dengan penanganan kala II yang optimal, dan kematian karena sepsis dapat dicegah dengan melakukan pertolongan persalinan bersih, deteksi dini infeksi, dan asuhan nifas yang baik. Penyebab utama kematian ibu tersebut bisa diminimalisir dengan menjamin setiap kelahiran dibantu oleh tenaga medis yang terlatih, semua perempuan hamil menerima perawatan tepat dan berkualitas sebelum melahirkan, dan perempuan yang melahirkan memiliki akses ke sarana perawatan kebidanan darurat secara tepat waktu. Menurut Depkes dalam Fibriana (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu adalah faktor medik, faktor non medik, dan faktor pelayanan kesehatan.
6 Faktor medik, meliputi faktor empat terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak, dan terlalu dekat), komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas yang merupakan penyebab langsung kematian maternal (meliputi perdarahan, infeksi, keracunan kehamilan, komplikasi akibat partus lama, trauma persalinan), beberapa keadaan dan gangguan yang memperburuk derajat kesehatan ibu selama hamil (kekurangan gizi, anemia, bekerja fisik berat selama kehamilan). Faktor non medik yang berkaitan dengan ibu dan menghambat upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal, meliputi terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan resiko tinggi, ketidakberdayaan sebagian besar ibu hamil di pedesaan dalam pengambilan keputusan untuk dirujuk, ketidakmampuan sebagian ibu hamil untuk membayar biaya transport dan perawatan di RS. Faktor pelayanan kesehatan yang belum mendukung upaya penurunan kesakitan dan kematian maternal antara lain berkaitan dengan cakupan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), yang meliputi belum mantapnya jangkauan pelayanan KIA dan penanganan kelompok berisiko, masih rendahnya cakupan ANC dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan masih seringnya pertolongan persalinan yang dilakukan di rumah oleh dukun bayi yang tidak mengetahui tanda-tanda kehamilan. Hal itu semua berkaitan dengan terlambat mengambil keputusan merujuk, terlambat mencapai RS rujukan, terlambat mendapatkan pertolongan di RS rujukan, dan penolong persalinan bukan tenaga kesehatan. Penelitian Fibriana (2007), menyatakan bahwa faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal adalah komplikasi kehamilan, komplikasi
7 persalinan, komplikasi nifas, riwayat penyakit ibu, riwayat KB dan keterlambatan rujukan. Probabilitas ibu untuk mengalami kematian maternal dengan memiliki faktor-faktor risiko tersebut adalah 99%. Penelitian Masuuroh (2007) di Kabupaten Sidoardjo, menyatakan bahwa faktor risiko kematian ibu adalah keterlambatan rujukan. Penelitian Dwi, et.al (2008) di Kabupaten Banyumas, menyatakan bahwa komplikasi obstetri, riwayat penyakit, riwayat persalinan, umur, paritas, jarak kelahiran, pemeriksaan kehamilan, penolong persalinan, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, penghasilan keluarga merupakan faktor risiko kematian maternal, dan faktor risiko yang paling berpengaruh adalah komplikasi obstetrik. Penelitian Retnaningsih (2009) di Propinsi Sumatera Selatan, menyatakan bahwa ibu hamil yang memiliki riwayat ANC<4 memiliki risiko kematian ibu 3,5 kali lebih besar dibanding ibu hamil yang memiliki riwayat ANC>4. Persalinan bukan di fasilitas kesehatan memiliki risiko kematian ibu 4,5 kali lebih besar dibanding ibu yang bersalin di fasilitas kesehatan. Penelitian Srainingsih (2011) di Pulau Lombok, menyatakan bahwa waktu tempuh ke fasilitas kesehatan > 1 jam tanpa penanganan aktif kala III memiliki risiko 3,03 kali lebih besar dibanding waktu tempuh ke fasilitas kesehatan < 1 jam dengan penanganan aktif kala III. Penelitian Misar (2012) di Kabupaten Gorontalo Utara menyatakan bahwa ANC dan penolong persalinan merupakan faktor risiko kematian ibu akibat komplikasi persalinan.
8 Penelitian Juharni (2013) di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, menyatakan bahwa faktor-faktor yang dijumpai terbukti meningkatkan risiko kematian ibu adalah kadar Hb<10gr%, keterlambatan pengambilan keputusan, keterlambatan penanganan medis di fasilitas rujukan. Faktor yang paling berkontribusi terhadap kematian ibu adalah kadar Hb< 10 gr%. Propinsi Sumatera Utara masuk dalam kategori lima propinsi dengan AKI tertinggi di Indonesia. Adapun ke-5 propinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur (Kemenkes, 2012). Berdasarkan data Laporan Kesehatan Ibu Propinsi Sumatera Utara yang berhubungan dengan jumlah kematian, didapati bahwa Kabupaten Labuhanbatu Utara menempati urutan ke-2 tertinggi selama tahun 2012-2013. Pada tahun 2012, jumlah kematian ibu ada sebanyak 23 orang, dan tahun 2013 ada sebanyak 17 orang. Penyebab kematian ibu adalah karena eklampsia, perdarahan, partus lama/macet, dan infeksi. Data Kesehatan Ibu selama tahun 2013, didapati jumlah ibu hamil adalah 8.541 orang, dan ibu bersalin/nifas 8.153 orang, cakupan kunjungan pertama kehamilan (K1) 91,48%, kunjungan ke-4 kali selama kehamilan (K4) 87,03%, persalinan oleh tenaga kesehatan (PN) 82,85%. Kabupaten Labuhanbatu Utara terdiri dari 8 kecamatan, 8 kelurahan, dan 90 desa. Keadaan geografis bervariasi, terdiri dari dataran rendah, daerah pantai, rawarawa, dan perkampungan di atas laut. Kecamatan Kualuh Hilir dan Kecamatan Kualuh Leidong adalah dua kecamatan di Labuhanbatu Utara yang berada di daerah
9 pantai, dimana jumlah kematian ibu terbesar berada pada kedua kecamatan ini. Rujukan kasus-kasus kedaruratan obstetri dari puskesmas PONED ke RS Pelayanan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) masih dilakukan ke RSU Rantau Prapat dan RSU Tanjungbalai, mengingat RSU Aek Kanopan sebagai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuhanbatu Utara dari segi sarana dan fasilitas belum memadai untuk menangani kasus-kasus tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, Peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kematian ibu di Kabupaten Labuhanbatu Utara. 1.2. Rumusan Masalah Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu (meliputi faktor non medik dan faktor pelayanan kesehatan) mempengaruhi kematian ibu di Kabupaten Labuhanbatu Utara? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu di Kabupaten Labuhanbatu Utara. 1.3.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh faktor non medik (meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, sosial budaya dan keputusan merujuk) terhadap kematian ibu
10 2. Untuk mengetahui pengaruh faktor pelayanan kesehatan (meliputi ANC, tenaga pemeriksa kesehatan, tempat pemeriksaan kesehatan, penanganan adekuat, dan akses) terhadap kematian ibu. 1.4. Hipotesis Penelitian 1. Ada pengaruh faktor non medik (meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, keputusan merujuk, dan faktor sosial budaya) terhadap kematian ibu. 2. Ada pengaruh faktor pelayanan kesehatan (meliputi akses, pemeriksaan kehamilan/anc, tenaga pemeriksa kesehatan, tempat pemeriksaan kesehatan, dan penanganan yang adekuat) terhadap kematian ibu. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu, sehingga dapat dijadikan masukan bagi pengambil kebijakan, khususnya dalam upaya penurunan kematian ibu dan peningkatan KIA di Kabupaten Labuhanbatu Utara. 2. Bagi Peneliti lain, sebagai masukan dan referensi ilmiah bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang. 3. Bagi Peneliti, menambah wawasan dan pengalaman dalam menganalisa permasalahan tingginya kematian ibu di Kabupaten Labuhanbatu Utara.