BAB I PENDAHULUAN. imbang mempunyai risiko komplikasi pada pasien. Kematian merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya

Tingginya Paparan Asap Rokok di Dalam Rumah pada Balita Oleh : Septian Emma Dwi Jatmika, M.Kes Muchsin Maulana, S.KM., M.PH

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

Anestesi Persiapan Pra Bedah

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PENANGANAN FAJR DAN AL-HAJJI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Katarak adalah keadaan terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

commit to user BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian tentang hubungan serangan asma dengan

I. PENDAHULUAN. dapat ditemui pada kalangan remaja (Fatimah, 2006). kimia yang akan menimbulkan berbagi penyakit (Partodiharjo, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring,

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemungkinan sebelas kali mengidap penyakit paru-paru yang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. ditetapkan di Ruang Pemulihan RSUP Dr. Kariadi Semarang. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

90 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 06 No. 01 Januari 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menganggap merokok sebuah perilaku yang bisa membuat. ditentukan tidak boleh merokok/ kawasan tanpa rokok.

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Kuesioner Penelitian Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Penderita Pasca Stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. baik orang dewasa, remaja, bahkan anak anak. Peningkatan konsumsi rokok

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

BAB 1 PENDAHULUAN. Tembakau pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh bangsa Belanda

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World

BAB I PENDAHULUAN. koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes militus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengodentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit umum yang

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK DENGAN TINDAKAN MEROKOK REMAJA DI PASAR BERSEHATI KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. impotensi, emfisema, dan gangguan kehamilan (Pergub DIY, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002).

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai berat saat lahir kurang dari 2500 gram. Prevalensi global berat badan lahir

BAB I PENDAHULUAN. Fawzani dan Triratnawati (2005), masalah rokok juga menjadi persoalan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang General anesthesia atau anestesi umum merupakan suatu tindakan yang bertujuan menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar dan menyebabkan amnesia yang bersifat reversible dan dapat diprediksi, anestesi umum menyebabkan hilangnya ingatan saat dilakukan pembiusan dan operasi sehingga saat pasien sadar pasien tidak mengingat peristiwa pembedahan yang dilakukan (Pramono, 2014). Metode atau teknik anestesi umum dibagi menjadi 3 yaitu teknik anestesi umum inhalasi, anestesi umum intravena dan anestesi umum imbang (Mangku dan Senapathi, 2010). Pemberian anestesi umum dengan teknik inhalasi, intravena maupun imbang mempunyai risiko komplikasi pada pasien. Kematian merupakan risiko komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca pemberian anestesi. Kematian yang disebabkan anestesi umum terjadi < 1:100.000 kasus, selain kematian ada komplikasi lain yaitu serangan jantung, infeksi paru, stroke, trauma pada gigi atau lidah (Pramono, 2014). Risiko komplikasi pada anestesi umum minimal apabila kondisi pasien sedang optimal, namun sebaliknya jika pasien mempunyai riwayat kebiasaan yang kurang baik misalnya riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, alergi pada komponen obat, perokok, mempunyai riwayat penyakit jantung, 1

2 paru dan ginjal maka risiko komplikasi anestesi umum akan lebih tinggi (Pramono, 2014). Risiko komplikasi pada anestesi umum tersebut dapat diminimalkan bahkan dicegah. Dokter anestesi dan perawat anestesi berperan penting dalam meminimalkan risiko komplikasi tersebut yaitu dengan cara mempersiapkan pasien sebelum operasi dengan melakukan kunjungan pre anestesi (Pramono, 2014). Saat kunjungan pre anestesi dokter anestesi atau perawat anestesi melakukan pemeriksaan kondisi pasien serta melakukan anamnesis (Mangku dan Senapathi, 2010). Pemeriksaan yang dilakukan saat kunjungan pre anestesi adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan khusus yang mendalam jika diperlukan, konsultasi dengan dokter spesialis lain, penentuan status fisik berdasarkan ASA serta anamnesis. Anamnesis tersebut meliputi identitas pasien, anamnesis khusus terkait penyakit bedah, anamnesis umum meliputi riwayat penyakit sistemik, riwayat pemakaian obat, riwayat kebiasaan buruk seperti merokok (Mangku dan Senapathi, 2010). Menurut Kusmanda (2014), fenomena yang terjadi di lapangan pada pasien merokok yang dilakukan tindakan anestesi umum inhalasi sering terjadi hipersekresi mukus, penyebabnya adalah tidak berfungsinya reflek fisiologis tubuh sehingga terjadi akumulasi pada saluran pernafasan yang mengakibatkan obstruksi jalan nafas parsial maupun total lebih lanjut jika tidak ditangani menyebabkan hipoksia.

3 Pasien dengan riwayat merokok kemudian dilakukan pembedahan dengan menggunakan agen inhalasi maka risiko obstruksi jalan nafas lebih besar karena agen inhalasi dapat melemahkan reflek fisiologis tubuh dalam membersihkan mukus (Soerasdi, Satriyanto & Susanto, 2010). Menurut Stannard dan Krenzischeck (2012), merokok meningkatkan risiko komplikasi pada paru-paru pasca operasi, infeksi luka dan penyembuhan luka tertunda. Merokok juga meningkatkan risiko komplikasi intra anestesi pada pernapasan dan jantung. Menurut data Riskedas (2013), prevalensi merokok penduduk di Indonesia tahun 2007 yang berusia >15 tahun berjumlah 34,2% sedangkan pada tahun 2013 cenderung meningkat yaitu berjumlah 36,3%. Jumlah perokok laki-laki pada tahun 2013 yaitu 64,9% dan perokok perempuan yang merokok berjumlah 2,1%. Menurut data Riskesdas (2007), prevalensi tertinggi merokok di DIY adalah Kabupaten Kulon Progo (33,9%) dengan rata-rata paling sedikit 6,7 batang rokok dihisap perhari, sedangkan prevalensi merokok di Kota Yogyakarta terendah (26,1%), namun jumlah rokok yang dikonsumsi memiliki rerata paling banyak yaitu 8,7 batang rokok yang dihisap per hari. Data ini menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta meskipun jumlah perokok terendah, tetapi jumlah rokok yang dikonsumsi paling tinggi dibanding kabupaten yang lain. Menurut penelitian yang dilakukan Thikkurissy (2012), bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara komplikasi airway pada anak

4 dengan riwayat paparan asap rokok (perokok pasif) maupun tidak, kedua kelompok baik kelompok riwayat terpapar asap rokok maupun tidak terpapar sama-sama memiliki komplikasi airway, komplikasi yang dimaksud adalah peristiwa batuk, spasme laring, bronkospasm, hipersekresi, dan obstruksi jalan napas. Sedangkan penelitian yang dilakukan Jones (2006), bahwa perokok pasif secara signifikan meningkatkan risiko komplikasi saluran napas intra anestesi pada anak dengan general anesthesia. Pasien anak dengan riwayat perokok pasif komplikasi saluran nafas lebih tinggi daripada anak tanpa riwayat perokok pasif. Komplikasi yang dimaksud adalah hipersekresi jalan nafas, spasme laring, bronkospasm, dan obstruksi jalan napas. Jumlah responden 405 anak (100%), 168 anak (41,5%) yang terpapar asap rokok sedangkan 237 anak (58,5%) tidak terpapar asap rokok. Hasil penelitiannya adalah komplikasi selama anestesi lebih tinggi terjadi pada anak dengan riwayat perokok pasif dari pada anak tanpa riwayat perokok pasif. Komplikasi yang terjadi terbanyak selama anestesi adalah hipersekresi. Kedua penelitian tersebut sama-sama meneliti tentang hubungan perokok pasif dengan komplikasi jalan nafas selama anestesi namun hasil penelitiannya berbeda. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada 8 Maret 2017 didapatkan hasil bahwa jumlah pasien yang dilakukan anestesi umum dengan menggunakan teknik anestesi imbang di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta rentang usia 17-60 tahun rata-rata per bulan adalah 76 pasien.

5 Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat bahwa di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ada SOP tentang komplikasi airway namun belum dijelaskan setiap komplikasi. Perawat anestesi tidak melakukan kunjungan pre anestesi. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan perokok dengan komplikasi airway selama intra anestesi pada pasien general anesthesia teknik imbang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan perokok dengan komplikasi airway selama intra anestesi pada pasien general anesthesia teknik imbang di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Umum Diketahuinya hubungan perokok dengan komplikasi airway selama intra anestesi pada pasien yang dilakukan general anesthesia teknik imbang di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Khusus a. Diketahuinya gambaran karakteristik pasien yang dilakukan tindakan anestesi umum teknik imbang. b. Diketahuinya pasien dengan riwayat perokok. c. Diketahuinya komplikasi airway selama intra anestesi.

6 D. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Keperawatan Perioperatif yaitu pada periode pre dan intra operasi, untuk mengetahui hubungan perokok dengan komplikasi airway selama intra anestesi pada pasien general anesthesia teknik imbang di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoris Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan kajian ilmiah ilmu keperawatan anestesi 2. Manfaat Praktis a. Bagi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Sebagai bahan pertimbangan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta untuk menyusun kebijakan dan suatu prosedur tetap terkait cara mengantisipasi risiko komplikasi yang terjadi saat anestesi umum teknik imbang pada jalan nafas pasien. b. Bagi perawat anestesi Sebagai bahan pertimbangan perawat anestesi untuk melakukan pengkajian mendalam dan mempersiapkan pasien pada tahap pre anestesi. Selain itu juga dapat meningkatkan kewaspadaan perawat anestesi terhadap pasien perokok.

7 c. Bagi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Sebagai bahan pertimbangan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta khususnya jurusan keperawatan untuk melakukan penyuluhan terkait bahaya merokok bagi kesehatan. F. Keaslian Penelitian 1. Jones (2006), melakukan penelitian yang berjudul Passive Smoke Exposure as a Risk Factor for Airway Complications during Outpatient Pediatric Procedures. Desain penelitian kohort prospektif. Variabel bebas pada penelitian ini adalah Passive Smoke Exposure, sedangkan variabel terikatnya Airway Complications. Populasi pada penelitian ini adalah anak yang dilakukan operasi dengan teknik general anesthesia inhalasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner anak yang berpedoman pada American Thoracic Society serta lembar observasi. Analisis data diolah dengan uji multivariat untuk membandingkan kelompok terpajan (perokok pasif) dan kelompok kontrol. Dari 405 anak, 168 (41,5%) tidak memiliki riwayat perokok pasif. Kejadian komplikasi saluran napas selama anestesi atau pemulihan post anesthetic lebih tinggi untuk semua ukuran hasil untuk anak-anak paparan perokok pasif (semua P 0,005), kecuali untuk ruang pemulihan napas memegang (P = 0,086). Laringospasm intra operatif dan obstruksi jalan napas yang masing-masing 4,9 dan 2,8 kali lebih mungkin terjadi pada anak dengan riwayat perokok pasif. Hipersekresi mukus merupakan komplikasi airway yang paling banyak terjadi. Kesimpulannya paparan asap pasif (perokok pasif) secara

8 signifikan meningkatkan risiko komplikasi saluran napas yang berhubungan dengan anestesi selama prosedur pediatrik rawat jalan. Persamaannya terletak pada metode pengumpulan datanya yaitu menggunakan observasi, variabel terikatnya yaitu komplikasi airway. Perbedaannya tertetak pada metode penelitian dan populasi. Pada penelitian sebelumnya menggunakan metode kohort prospektif. Sedangkan penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Kemudian untuk populasi, pada penelitian sebelumnya populasinya adalah anak yang dilakukan operasi dengan teknik general anesthesia inhalasi. Sedangkan pada penelitian ini populasinya adalah seluruh pasien yang dilakukan anestesi umum/general anesthesia teknik imbang, rentang usia 17-60 tahun. 2. Kusmanda (2014), meneliti tentang hubungan merokok dengan kejadian hipersekresi mukus intra anestesi pada pasien yang dilakukan tindakan anestesi umum inhalasi di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien laki-laki yang dilakukan tindakan pembedahan baik elektif maupun cito dengan teknik anestesi umum inhalasi perokok dan bukan perokok rentang usia 15-55 tahun. Variabel bebasnya merokok sedangkan variabel terikatnya kejadian hipersekresi mukus intra anestesi. Teknik pengambilan sampelnya consecutive sampling. Analisis data uji menggunakan Uji Fisher dengan tingkat kepercayaan 95% (= 0,05).

9 Instrumen penelitiannya menggunakan pedoman wawancara dan lembar observasi. Hasil penelitian sebagian besar pasien yang menjalani hipersekresi terjadi pada usia> 50 tahun (41,7%), tidak pernah menjalani operasi sebelumnya (79,2%) memiliki sekolah dasar/sederajat (50%) dan total 27 pasien atau 73,0% adalah perokok saat ini. Kesimpulannya ada hubungan antara merokok dengan hipersekresi (p = 0,017) dengan prevalensi hipersekresi akan naik 2.593 kali pada pasien dengan riwayat merokok aktif daripada pasif. Persamaannya terletak pada metode pengumpulan datanya, variabel bebas dan metode penelitian. Metode pengumpulan data yaitu menggunakan observasi dan wawancara, variabel bebasnya yaitu pasien yang merokok, serta metode penelitiannya yaitu cross sectional. Perbedaannya terletak pada variabel terikat dan populasi. Penelitian terdahulu variabel terikatnya yaitu hipersekresi mukus intra anestesi. Sedangkan pada penelitian ini variabel terikatnya yaitu komplikasi airway intra anestesi. Populasi pada penelitian terdahulu yaitu semua pasien lakilaki yang dilakukan tindakan pembedahan baik elektif maupun cito dengan teknik anestesi umum inhalasi perokok dan bukan perokok rentang usia 15-55 tahun. Sedangkan pada penelitian ini populasinya adalah seluruh pasien yang dilakukan tindakan anestesi umum/general anesthesia teknik imbang, rentang usia 17-60 tahun.