BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. World Health Organization (WHO) merumuskan bahwa DM merupakan suatu kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari sejumlah faktor dimana didapati defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Gustian, 2006). Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk sedangkan posisi urutan diatasnya yaitu India, China dan Amerika Serikat dan WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Dari laporan tersebut menunjukkan peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada penderita diabetes melitus yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013 sedangkan prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1% dengan prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Masih dari data RISKESDAS tersebut menyebutkan prevalensi dari penderita DM cenderung meningkat pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dan terjadi peningkatan prevalensi penyakit diabetes melitus sesuai dengan
pertambahan umur namun mulai umur 65 tahun cenderung menurun dan tersebut cenderung lebih tinggi bagi penderita yang tinggal diperkotaan dibandingkan dengan dipedesaan. Jika ditinjau dari segi pendidikan menurut RISKESDAS bahwa prevalensi diabetes melitus cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi serta dengan kuintil indeks kepemilikan yang tinggi (RISKESDAS, 2013). Gangguan pendengaran adalah kehilangan sebagian dari kemampunan untuk mendengar dari salah satu atau kedua telinga. Ketulian (deafness) berarti kehilangan mutlak atas kemampuan mendengar dari salah satu atau kedua telinga (WHO, 2010). Teori tentang patogenesis hilangnya pendengaran pada DM Tipe-2 berhubungan dengan angiopati, neuropati dan gabungan angiopati dan neuropati. Teori mekanisme terjadinya penurunan pendengaran pada pasien DM adalah mikroangiopati yaitu terbentuknya presipitat pada dinding pembuluh darah sehingga terjadi penebalan yang terlihat dengan pengecatan Periodic Acid Schiff (PAS). Kelainan mikroangiopati ini terutama terjadi pada pembuluh kapiler stria vaskularis, selanjutnya dapat terjadi pada arteri auditorius internus, modiulus, pada vasa nervosum ganglion spirale dan demielinisasi nervus auditorius (Sakuta, Suzuki, Yasuda, 2007). Akibat terjadinya mikroangiopati organ korti akan terjadi atrofi dan berkurangnya sel rambut. Sedangkan neuropati terjadi akibat mikroangiopati pada vasa nervosum nervus VIII dan vasa ligamentum spirale yang berakibat atrofi ganglion spiral dan demielinisasi serabut saraf VIII. (Brainbridge, Hofman, Cowie, 2008; Frisina, Mapes, Kim, 2006). Angka kejadian gangguan pendengaran pada DM Tipe-2 sangat bervariasi dengan laporan yang saling bertentangan. Klinik Diabetes Rumah Sakit Gordan di Iran memperoleh prevalensi terjadinya gangguan pendengaran pada pasien DM Tipe-2 sebanyak 16% dan 5% pada grup non DM (kontrol) yang artinya bahwa pasien DM memiliki resiko 3,2 kali lebih besar untuk terjadinya gangguan pendengaran dari pada yang non DM (Tazaki & Mansourian, 2011).
Di India ditemukan bahwa dari 110 pasien DM tipe2 diperoleh 48 pasien memiliki tuli sensorineural bilateral pada frekuensi tinggi yaitu 2000Hz dan 4000Hz, 7 pasien dengan gangguan pendengaran berat, 25 pasien dengan gangguan pendengaran sedang (Pemmiah & Sirnivas, 2011). Di Brazil ditemukan secara statistik nilai yang signifikan pada penderita DM yang memiliki tuli sensorineural jika dibandingkan dengan grup kontrolnya (Diniz & Guida, 2009). Pada Universitas Islam Iran ditemukan dari 455 penderita DM yang memiliki gangguan pendengaran dengan tuli sensorineural sebanyak 80 penderita (Mozzafari et al, 2008). Universitas Marryland di Amerika Serikat menemukan adanya tuli snesorineural yang lebih sering pada pasien DM dibandingkan dengan Non DM (Kakarlapudi, Sawyer & Staecker, 2003). Pada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM), penderita DM Tipe-2 semakin meningkat jumlahnya. Pada tahun 2010 dilaporkan hanya ada sebanyak ± 40 orang per harinya untuk menjalani pengobatan rawat jalan. Angka ini meningkat menjadi ± 60 orang pada tahun 2014. Peningkatan ini tentu juga akan meningkatkan kasus-kasus gangguan pendengaran. Oleh karena itulah peneliti ingin melakukan penelitian mengenai adanya hubungan antara kejadian DM Tipe-2 dengan gangguan pendengaran di RSUP H. Adam Malik Medan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pendahuluan yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : apakah ada hubungan penderita DM Tipe-2 dengan terjadinya gangguan pendengaran di RSUP. H. Adam Malik Medan?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui hubungan penderita DM Tipe-2 dengan terjadinya gangguan pendengaran pada penderita DM Tipe-2 di RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.3.2 Tujuan khusus a. Untuk mengetahui distribusi penderita DM Tipe-2 dan Non DM berdasarkan jenis kelamin, umur, lama menderita dan keteraturan berobat. b. Untuk mengetahui gambaran gangguan pendengaran pada pasien DM Tipe-2 dibandingkan dengan Non DM c. Untuk mengetahui hubungan antara kejadian DM Tipe-2 dengan gangguan pendengaran. d. Untuk mengetahui hubungan antara umur pada penderita DM Tipe-2 dengan gangguan pendengaran. e. Untuk mengetahui hubungan antara lama menderita pada penderita DM Tipe-2 dengan gangguan pendengaran f. Untuk mengetahui hubungan antara keteraturan berobat pada penderita DM Tipe-2 dengan gangguan pendengaran 1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Mengetahui gambaran gangguan pendengaran pada penderita DM Tipe-2 dan adanya hubungan gangguan pendengaran pada penderita DM Tipe-2 di RSUP. H. Adam Malik Medan b. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan data dan informasi yang dapt digunakan sebagai bahan pustaka untuk pengembangan bidang Neurootologi dan THT Komunitas. c. Bagi Pelayanan Kesehatan
Dengan ditemukannya gangguan pendengaran pada pasien DM Tipe-2, maka dapat dilakukan rehabilitasi pada penderita DM Tipe-2 tersebut secara optimal. Hal ini berkaitan dengan kualitas hidup pasien. 1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai prevalensi gangguan pendengaran yang terdapat pada pasien DM Tipe-2 yang berkunjung ke RSUP H. Adam Malik Medan. 2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita DM Tipe-2 yang mengalami gangguan pendengaran. 3. Mengetahui derajat gangguan pendengaran yang terdapat pada pasien DM Tipe-2 4. Mengetahui adanya hubungan gangguan pendengaran pada penderita DM Tipe-2 5. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti terhadap gangguan pendengaran pada pasien DM Tipe-2 6. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data sekunder untuk penelitan mengenai gangguan pendengaran pada pasien DM Tipe-2 lebih lanjut.