BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS Tinjauan Tentang Belajar dan Hasil Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II Kajian Pustaka

Siska Candra Ningsih. FKIP Universitas PGRI Yogyakarta Abstrak

BAB II KAJIAN TEORI. A. Strategi Pembelajaran Increasing the Capacity to Think (ICT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran sangat tergantung pada cara pendidik. Metode adalah cara yang digunakan

BAB II KAJIAN TEORITIK. dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif,

Meningkatkan Kemampuan Siswa melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Ali, dkk (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa There

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB II PENDEKATAN PROBLEM SOLVING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PERSEGI PANJANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural

BAB II KAJIAN TEORETIK. memiliki ide atau opini mengenai sesuatu (Sudarma, 2013). Selain itu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORI. dan berbuat. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang. tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika diajarkan tingkat dasar hingga tingkat menengah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. perlu dilakukan usaha atau tindakan untuk mengukur hasil belajar siswa. Hamalik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

P - 68 UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA PADA MATA KULIAH METODE NUMERIK DENGAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode (method). Secara harafiah berarti cara. metode atau metodik berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Profil Motivasi Belajar Siswa SMA Kelas XI pada Setiap Indikator Motivasi Belajar

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan

BAB II LANDASAN TEORI

PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS)

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

Bab I PENDAHULUAN. adalah yang menggali potensi anak untuk selalu kreatif dan berkembang.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mengadakan hubungan atau memerlukan bantuan orang lain. Tanpa bantuan,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut boleh jadi berupa sikap, minat atau nilai.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dipelajari siswa sehingga pembelajaran matematika mempunyai. dituntut mempunyai konsentrasi, ketelitian, dan keterampilan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Pemahaman Matematis. pemahamannya melalui tes. Sedangkan pemahaman (understanding)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORI. Gagne menyatakan hasil belajar berupa: 1. Informasi Verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran metamatika telah diperkenalkan sejak siswa menginjak kelas I. dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan tuntutan untuk menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA MATERI SEGITIGA DAN SEGIEMPAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Pembelajaran Generatif merupakan terjemahan dari Generative Learning.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 HAKEKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pembelajaran, sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar (Sudjana,2011: 28). Belajar mempunyai definisi yang berbeda beda. Winkel (Suprihatiningrum, 2013: 15) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Demikian halnya dengan Budiningsih (2005: 58) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan, yang mana siswa aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari. Slameto (Djamarah, 2011: 13) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu sehingga terciptanya suatu aktifitas mental atau psikis yang berinteraksi dengan lingkungan untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. 8

9 2.1.2 Pembelajaran Matematika Pembelajaran menurut UU Sisdiknas No. 20/2003, Bab 1 pasal 1 ayat 20 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Khanifatul, 2013: 14). Sementara, menurut Gagne (Khanifatul, 2013: 14) pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Sedangkan menurut Suprihatiningrum (2013: 75) pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar. Pembelajaran menurut Miarso (2005: 528) adalah usaha mengolah lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif tertentu dalam kondisi tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk proses belajar sehingga terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik yang dengan memanfaatkan sumber belajar untuk mempelajari konsep. Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2007: 3) adalah bahasa symbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang teroganisasi, mulai dari unsur yang tidak terdefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, keaksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Dari beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa hakekat pembelajaran matematika adalah serangkaian aktivitas guru dalam memberikan pengajaran terhadap siswa untuk membangun konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses interaksi, sehingga konsep atau perinsip itu terbangun dengan metode atau pendekatan mengajar agar dapat meningkatkan kompetensi dasar dan kemampuan siswa.

10 2.2 MODEL PEMBELAJARAN Menurut Joyce & Weil dalam Rusman (2012: 133) bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang) merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran yang dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. 2.3 MODEL CREATIVE PROBLEM SOLVING 2.3.1 Pengertian Model Creative Problem Solving Menurut Huda (2013: 297) Pada pertengahan 1950, para pebisnis dan pendidik berkumpul bersama di Annual Creative Problem Solving Institute yang di koordinasi oleh Osborn di Buffalo, mereka saling bertukar metode dan teknik dalam rangka mengembangkan suatu kreativitas kusus yang berguna bagi masyarakat pada umumnya. Akhirnya, diskusi itu melahirkan sebuah program yang dikenal dengan Creative Problem Solving Parnes (Huda, 2013). Dalam program ini, ada enam kriteria yang dijadikan landasan utama dan sering disingkat dengan OFPISA : Objective Finding, Fact Finding, Idea Finding, Solution Finding, dan Acceptence Finding. Menurut Huda (2013: 297-298) Osborn (1953/1979) yang pertama kali memperkenalkan struktur Creative Problem Solving (CPS) sebagai metode untuk menyelesaikan masalah secara kreatif, menurut Osborn hampir semua upaya pemecahan masalah selalu melibatkan keenam karakteristik tersebut. Dalam konteks pembelajaran, Creative Problem Solving juga melibatkan keenam tahap tersebut untuk dapat dilakukan oleh siswa. Guru dalam Creative Problem Solving bertugas untuk mengarahkan pemecahan masalah secara kreatif, Ia juga bertugas untuk menyediakan materi

11 pelajaran atau topik diskusi yang dapat merangsang siswa untuk berfikir dalam memecahkan masalah. Menurut Noller dalam Suryosubroto (2009: 199) Creative Problem Solving adalah solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui sikap dan pola pikir kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat,berfikir divergen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah. Creative Problem Solving dibangun atas tiga macam komponen, yaitu: ketekunan, masalah, dan tantangan. Dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa model Creative Problem Solving adalah metode untuk menyelesaikan masalah secara kreatif yang dilakukan melalui sikap dan pola pikir kreatif yang memiliki banyak alternatif pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berfikir divergen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah. 2.3.2 Langkah pelaksanaan Model Creative Problem Solving Menurut Huda (2013: 298-300) tahapan model pembelajaran Creative Problem Solving berdasarkan kriteria OFPISA dapat dilihat sebagai berikut: Langkah 1: Objective Finding Siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok. Siswa mendiskusikan situasi permasalahan yang diajukan guru dan membrainstorming sejumlah tujuan atau sasaran yang bisa digunakan untuk kerja kreatif mereka. Sepanjang proses ini, siswa diharapkan bisa membuat suatu konsensus tentang sasaran yang hendak dicapai oleh kelompoknya.

12 Langkah 2: Fact Finding Siswa membrainstorming semua fakta yang mungkin berkaitan dengan sasaran tersebut. Guru mendaftar setiap perspektif yang dihasilkan oleh siswa. Guru memberi waktu kepada siswa untuk berefleksi tentang fakta-fakta apa saja yang menurut mereka paling relevan dengan sasaran dan solusi permasalahan. Langkah 3: Problem Finding Salah satu aspek terpenting dari kreativitas adalah mendefinisikan kembali perihal permasalahan agar siswa lebih dekat dengan masalah sehingga memungkinkannya untuk menemukan solusi yang lebih jelas. Salah satu teknik yang bisa digunakan adalah membrainstorming beragam cara yang mungkin dilakukan untuk semakin memperjelas sebuah masalah. Langkah 4: Idea Finding Pada langkah ini, gagasan-gagasan siswa didaftar agar bisa melihat kemungkinan menjadi solusi atau situasi permasalahan. Ini merupakan langkah brainstorming yang sangat penting. Setiap usaha siswa harus diapresiasi sedemikian rupa oleh penulis gagasan, tidak peduli seberapa relevan gagasan tersebut akan menjadi solusi. Setelah gagasan-gagasan terkumpul, cobalah meluangkan beberapa saat untuk menyortir mana gagasan yang potensial dan yang tidak potensial sebagai solusi, tekniknya adalah evaluasi cepat atas gagasan-gagasan tersebut untuk menghasilkan hasil sortir gagasan yang sekiranya bisa menjadi pertimbangan solusi lebih lanjut. Langkah 5: Solution Finding Pada tahap ini, gagasan-gagasan yang memiliki potensi terbesar dievaluasi bersama. Salah satu caranya adalah dengan membrainstorming kriteria-kriteria yang dapat menentukan seperti apa solusi yang terbaik itu seharusnya. Kriteria ini dievaluasi hingga ia

13 menghasilkan penilaian yang final atas gagasan yang pantas menjadi solusi atas situasi permasalahan. Langkah 6: Acceptance Finding Pada tahap ini, siswa mulai mempertimbangkan isu-isu nyata dengan cara berpikir yang sudah mulai berubah. Siswa diharapkan sudah memiliki cara baru untuk menyelesaikan berbagai masalah secara kreatif. Gagasan-gagasan mereka diharapkan sudah bisa digunakan tidak hanya untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga untuk mencapai kesuksesan. Menurut Parmes dalam Suryosubroto (2009: 200) langkah-langkah Creative Problem Solving dalam pembelajaran adalah: 1) Penemuan fakta. 2) Penemuan masalah. Berdasarkan fakta-fakta yang telah dihimpun, ditentukan masalah/ pertanyaan kreatif untuk dipecahkan. 3) Penemuan gagasan. Menjaring sebanyak mungkin alternatif jawaban untuk memecahkan masalah. 4) Penemuan jawaban. Penentuan tolak ukur atas kriteria pengujian jawaban, sehingga ditemukan jawaban yang diharapkan. 5) Penentuan penerimaan. Ditemukan kebaikan dan kelemahan gagasan, kemudian menyimpulkan dari masing-masing masalah yang dibahas. Berdasarkan dari beberapa pendapat ahli di atas tentang langkah-langkah model pembelajaran Creative Problem Solving, pembelajaran matematika pada penelitian ini akan menggunakan langkah-langkah model Creative Problem Solving yang dikemukakan oleh Suryosubroto seperti yang tercantum di atas dikarenakan langkahlangkah Creative Problem Solving dijelaskan secara singkat namun jelas sehingga lebih mudah dipahami.

14 2.3.3 Kelebihan Model Creative Problem Solving Menurut Bell Gredler dalam Suryosubroto (2009: 196-197) model Creative Problem Solving ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain: 1) Model ini memupuk kecerdasan manusia lewat proses pengamatan, deskripsi memori, dan kemampuan memecahkan masalah. 2) Mengubah informasi yang khusus akan menghasilkan pengolahan operasi dasar dalam kegiatan mental. 3) Mengubah informasi memberikan sumbangan atas pengertian kita atas proses belajar. Atau secara singkat proses pengolahan informasi menyangkut cara memperoleh dan mengingat informasi, untuk selanjutnya digunakan dalam pemecahan suatu masalah. 2.3.4 Kekurangan Model Creative Problem Solving Tidak semua siswa dapat mengembangkan ide dan pemikirannya. Jadi, model Creative Problem Sloving lebih cocok untuk peserta didik yang mandiri dan aktif. 2.3.5 Penerapan Model Pembelajaran Matematika Menurut Suryosubroto dalam Herdiansyah (2011) agar pelaksanaan pembelajaran matematika efektif yang perlu diperhatikan adalah: 1. Konsistensi kegiatan belajar dengan kurikulum dilihat dari aspek: a. Tujuan pembelajaran. b. Bahan pengajaran. c. Alat pengajaran uang digunakan. d. Strategi evaluasi. 2. Keterlaksanaan kegiatan belajar mengajar meliputi: a. Menyajikan alat, sumber, dan perlengkapan belajar. b. Mengkondisikan kegiatan belajar mengajar.

15 c. Menggunakan waktu yang tersedia untuk kegiatan belajar mengajar secara efektif. d. Motivasi belajar peserta didik. e. Menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan. f. Mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. g. Melaksanakan komunikasi interaktif kepada peserta didik. h. Melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar. Dari uraian di atas dan keterbatasan peneliti maka yang menjadi indikator penerapan pembelajaran matematika pada penelitian ini hanya ditinjau dari empat aspek: 1. Aktivitas guru mengajar. Hubungan timbal balik berlangsung dalam situasi edukatif dapat dilihat dari ciri-ciri guru yang efektif dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif. Menurut Suryosubroto dalam Herdiansyah (2011) mengatakan bahwa terdapat ciri-ciri guru yang efektif yaitu: a. Memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu. b. Mengemukakan tujuan pembelajaran pada pemulaan pembelajaran. c. Menyajikan pelajaran langkah demi langkah. d. Memberikan latihan praktis yang mengaktifkan semua peserta didik. e. Mengajukan banyak pertanyaan dan berusaha memperoleh jawaban sebanyak-banyaknya. f. Mengerjakan kembali apa yang belum dipahami peserta didik. g. Mengadakan evaluasi. 2. Aktivitas peserta didik. Menurut Sudjana (2010: 61) mengatakan bahwa aktivitas peserta didik dilihat dalam hal: a. Turut serta dalam pelaksanaan tugas belajar. b. Terlibat dalam pemecahan masalah. c. Bertanya kepada peserta didik lain ataupun guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, dan lain-lain.

16 3. Hasil belajar Menurut Slameto (2010: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam diri yang berkesinambungan. Sedangkan menurut Suprijono (2012: 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil berupa: 1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. 2) Keterampilan intelektuaal yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. 4) Keterampilan motorik yaitu kemempuan melakukan serangkaian gerak jasmani. 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dialami oleh peserta didik setelah melekukan proses belajar, baik berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, kognitif, motorik maupun sikap. 4. Motivasi Motivasi peserta didik adalah suatu tindakan yang mendorong peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Creative Problem Solving pada materi keliling dan luas persegi dan persegi panjang yang dapat dilihat berdasarkan hasil angket motivasi peserta didik.

17 2.4 MOTIVASI BELAJAR 2.4.1 Pengertian Motivasi Motivasi adalah pendorong, suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Purwanto 2007: 71 ). Menurut Hamalik (2003: 158) motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Yamin (2005: 80) motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan pengalaman. Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu tindakan yang mendorong dan mengarah ke minat belajar peserta didik untuk mencapai suatu tujuan. 2.4.2 Jenis-jenis Motivasi Menurut Abdullah (2013: 49) ada dua jenis motivasi dalam belajar, yaitu: 1. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi melakukan sesuatu karena pengaruh eksternal. Motivasi ekstrinsik muncul akibat pengaruh dari luar peserta didik. 2. Motivasi instrinsik, yaitu motivasi internal dalam diri untuk melakukan sesuatu, misalnya peserta didik mempelajari matematika karena dia menyenangi pelajaran tersebut. Pada dasarnya motivasi sudah ada pada diri setiap peserta didik, motivasi yang berada pada peserta didik akan menunjukkan sikap berbeda dalam belajar. Apabila peserta didik kurang memiliki motivasi maka ia akan bermalas-malasan dalam belajar sehingga ia sulit menerima materi yang disampaikan.

18 Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan hal yang penting, karena dengan adanya motivasi belajar pada peserta didik berarti ada dorongan untuk belajar, ada kemauan untuk perubahan yang lebih baik. Dalam penelitian ini jenis motivasi yang diteliti adalah motivasi instrinsik. 2.4.3 Indikator Motivasi Indikator motivasi menurut Uno (2007: 23) diklarifikasikan sebagai berikut: 1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil. 2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. 3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. 4. Adanya penghargaan dalam belajar. 5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. 6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik. Sedangkan menurut Keller dalam Made (2013: 33), indikator-indikator motivasi belajar adalah sebagai berikut: 1. Tingkat perhatian peserta didik terhadap pembelajaran. 2. Tingkat relevansi pembelajaran dengan kebutuhan peserta didik. 3. Tingkat keyakinan peserta didik terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran 4. Tingkat kepuasan peserta didik terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dari indikator-indikator di atas peneliti merumuskan indikator motivasi belajar adalah: 1. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. 2. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. 3. Tingkat keyakinan peserta didik terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran.

19 4. Tingkat kepuasan peserta didik terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan. 2.4.4 Fungsi Motivasi Menurut Sadirman (2001: 83) fungsi motivasi sebagai berikut: 1. Mendorong manusia untuk berbuat. 2. Menentukan arah perbuatan. 3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatanperbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. 2.4.5 Prinsip-prinsip Motivasi Kenneth H. Hower (Hamalik, 2003: 163-164) mengemukakan prinsip-prinsip motivasi sebagai berikut: 1. Pujian lebih efektif dari pada hukuman. 2. Semua peserta didik mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis tertentu yang harus mendapat kepuasan. 3. Motivasi berasal dari dalam individu (lebih efektif dari pada motivasi yang dipaksa dari luar). 4. Terhadap jawaban (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan usaha permanen. 5. Motivasi itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain. 6. Pemahaman yang jelas terjadi terhadap tujuan-tujuan akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk mengerjakannya dari pada apabila tugas itu dipaksakan sendiri dan memecahkannya sendiri maka akan mengembangkan motivasi dan disiplin lebih baik.

20 7. Puji-pujian yang datangnya dari luar (external reward) kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat sebenarnya. 2.5 MATERI PELAJARAN 2.5.1 Persegi Panjang Menurut Clement (1984: 261), persegi panjang adalah jajargenjang yang mempunyai empat sudut siku-siku. Sedangkan menurut Wintarti dkk (2008: 253), persegi panjang adalah suatu segi empat yang keempat sudutnya siku-siku dan panjang sisi-sisi yang berhadapan sama. Jadi dapat disimpulkan persegi panjang adalah segi empat yang mempunyai dua pasang sisi sejajar serta mempunyai empat sudut siku-siku. Contoh gambar persegi panjang ABCD adalah sebagai berikut: A B D Gambar 1.1 C Menurut Winarti dkk (2008: 268), sifat-sifat yang dimiliki pesergi panjang ialah: (1) Panjang sisi-sisi yang berhadapan sama dan sejajar. (2) Keempat sudutnya siku-siku. (3) Panjang diagonal-diagonalnya sama dan saling membagi dua sama panjang. Keliling persegi panjang adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk persegi panjang. Lihat kembali gambar 1.1, diketahui AB, BC, CD, dan DA adalah sisi yang membentuk persegi panjang ABCD adalah: Keliling = AB + BC + CD + DA (AB = CD dan BC = DA) = AB + BC + AB + BC

21 = (2 x AB) + (2 x BC) = 2 x (AB + BC) Jika keliling = K, AB disebut panjang (p) dan BC disebut lebar (l), maka secara umum keliling persegi panjang ialah: K = 2 x (AB+BC) Luas daerah persegi panjang adalah hasil kali panjang (p) dan lebarnya (l). Lihat kembali gambar 1.1 diatas, diketahui AB adalah panjang dan BC adalah lebar. Maka luas daerah persegi panjang ABCD adalah L = AB x BC atau secara umum L = p x l 2.5.2 Persegi Menurut Clement (1984: 261), persegi adalah persegi panjang dengan empat sisi yang kongruen. Sedangkan menurut Winarti dkk (2008: 261), persegi adalah persegi panjang yang keempat sisinya sama. Dari beberapa pendapat tersebut diatas peneliti menyimpulkan persegi adalah persegi panjang yang keempat sisinya sama panjang dan membentuk sudut siku-siku. Contoh gambar persegi ABCD adalah sebagai berikut: A B D Gambar 2.1 C Menurut Winarti dkk (2008: 261), sifat-sifat yang dimiliki persegi yaitu: (1) Sisi-sisi yang berhadapan sejajar. (2) Keempat sudutnya siku-siku. (3) Panjang diagonal-diagonalnya sama dan saling membagi dua sama panjang.

22 (4) Panjang keempat sisinya sama. (5) Setiap sudutnya dibagi dua sama ukuran oleh diagonalnyadiagonalnya. (6) Diagonal-diagonalnya berpotongan saling tegak lurus. Keliling persegi adalah jumlah panjang sisi-sisi pembentuk persegi. Lihat kembali gambar 2.1, diketahui AB, BC, CD, dan DA adalah sisi yang membentuk persegi ABCD. Jadi keliling persegi adalah: Keliling = AB + BC + CD + DA ( AB = BC = CD = DA = s) = AB + AB + AB + AB = 4 x AB = 4 x s Jika keliling = K, maka secara umum keliling persegi ialah K = 4 x s Luas daerah persegi adalah hasil kali sisi-sisinya (s) atau kuadrat sisinya. Lihat kembali gambar 2.2, diketahui AB, BC, CD, DA adalah sisisisi (s) persegi dan keempat sisinya sama panjang. Luas daerah persegi ABCD adalah: L = AB x BC atau secara umum L = s x s = s 2