BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena pergantian sistem pemerintahan yang terbilang singkat. Tokoh-tokoh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. moral dan juga nasionalisme. Hal tersebut melatarbelakangi pendirian Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan, keberadaan manusia tidak lepas dari peranannya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

TOKOH-TOKOH TIONGHOA DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. political competition and struggles, in which the media, as institution, take a. position (Kahan, 1999: 22).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun ,

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

KIPRAH POLITIK PAGUYUBAN PASUNDAN PERIODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. yang menyatakan bahwa metode merupakan suatu cara atau jalan yang

BAB I PENDAHULUAN. membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru yang mengajarkan bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga bulutangkis..., Hary Setyawan, FIB UI, 2009

III. METODE PENELITIAN. teknik serta alat tertentu. (Winarno Surakhmad, 1982; 121).

I. METODE PENELITIAN. masalah bagi sebuah penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Husin Sayuti

2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan

DINAMIKA TIONGHOA ISLAM PASCA REFORMASI DI YOGYAKARTA ( ) SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

NASIONALISME ETNIS TIONGHOA DI INDONESIA, Oleh: Ririn Darini 1

penelitian ini mengambil objek dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan

PANDANGAN POLITIK TAN MALAKA TENTANG KONSEP NEGARA REPUBLIK

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV PENGARUH NASIONALISME ETNIS KETURUNAN ARAB TERHADAP ETNIS KETURUNAN LAIN DI INDONESIA

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

RESUME BUKU. : Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari. Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jilid 2)

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fani Nurlasmi Kusumah Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN. Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dipelopori oleh Wahidin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni media rekam atau film merupakan cabang kesenian yang bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 1983, bangsa Indonesia dikejutkan dengan banyaknya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum kedatangan bangsa Belanda, etnis Tionghoa sudah menyebar ke seluruh Nusantara.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang kita dapatkan. Banyak orang berilmu membagi wawasan

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

METODE PENELITIAN. Metode penelitian sangat diperlukan untuk menentukan data dan pengembangan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan:

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki

Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral?

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi, hambatan dan keterbatasan komunikasi dapat mulai diatasi.

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 1. MANUSIA DAN SEJARAHLatihan Soal 1.3

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORI

RELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI ANWAR ILMAR

BAB I PENDAHULUAN. Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada

Nasionalisme Sukarno dan Nasionalisme Hatta. ( Suatu Studi Perbandingan Mengenai Konsep Nasionalisme menurut Sukarno dan Hatta )

BAB 1 PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan negara yang dikenal dengan masyarakatnya

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seorang warga negara Indonesia dengan paspor Indonesia belum tentu orang

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: dari Budi Utomo Samapai Proklamasi , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 6.

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. organisasi-organisasi pergerakan yang lain. Budi Utomo, disamping dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Penulisan sejarah (historiografi) merupakan cara penulisan, pemaparan, atau

III. METODE PENELITIAN. Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena

5. Materi sejarah berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peran Kyai Ibrahim Tunggul Wulung Dalam Penyebaran Agama Kristen Di Desa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. Perserikatan tahun 1985, dimana liga ini masih belum tergolong profesional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu dari dua pabrik gula yang saat ini dimiliki oleh PT. Perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. dalam periode , yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik

BAB I PENDAHULUAN. mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan juang.

METODE PENELITIAN. suatu penelitian, hal ini dikarenakan metode merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. bukti bahwa sejarah itu perlu. Sejarah merupakan hasil peradaban manusia. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal abad 20, situasi politik Indonesia mengalami jatuh bangun karena pergantian sistem pemerintahan yang terbilang singkat. Tokoh-tokoh intelektual dan kenegaraan berupaya mendirikan serta mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan setelah Jepang menyerah pada Sekutu tanggal 14 Agustus 1945. Kemajuan bangsa Indonesia yang baru lahir tak luput dari berbagai pertimbangan kenegaraan yang masih menjadi perdebatan di antara para elite politik. Muncul sebagai tonggak baru dalam sejarah Indonesia, para intelektual bekerja untuk menyempurnakan bangsa yang baru berdaulat. Mereka yang mendirikan dan membangun bangsa dikategorikan menjadi dua yaitu administrator (ahli pemerintahan) dan solidarity maker (pemimpin massa). Administrator adalah mereka yang memiliki kemampuan hukum, teknis pemerintahan, dan kecakapan bahasa asing. Solidarity maker adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk menghimpun dan membakar gelora massa. 1 Indonesia memiliki banyak administrator dan solidarity maker ulung dari beragam kalangan. Berbagai pemikiran serta sumbangsih dari berbagai suku, 1 Tempo Majalah, Edisi 13-19 Agustus tahun 2007, Menimbang Demokrasi Liberal, hlm. 27. 1

2 kaum nasionalis, etnis peranakan berjiwa keindonesiaan terhadap perjuangan kebangsaan menjadi satu. Hal tersebut terwujud dalam berbagai bidang, baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Peran yang juga mengisi garis perjuangan bangsa Indonesia salah satunya digelorakan oleh etnis Tionghoa. Perjalanan sosial politik etnis Tionghoa di Indonesia mengalami berbagai perubahan pola dan gerak serta tidak bisa dipisahkan dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Nasionalisme etnis Tionghoa di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh nasionalisme dan modernisasi yang tumbuh di Tiongkok sejak akhir abad ke-19. Terdapat tiga macam orientasi nasionalisme etnis Tionghoa di Indonesia, pertama nasionalisme yang berorientasi pada Tiongkok, dalam hal ini diwakili oleh Tiong Hoa Hwee Koan (THHK). Kedua, kelompok intelektual berpendidikan Belanda yang berorientasi kepada pemerintah Hindia Belanda. Kelompok ini diwakili oleh Chung Hua Hui (CHH). Ketiga, golongan nasionalis etnis Tionghoa yang berorientasi pada Indonesia. Kelompok ini diwakili oleh Partai Tionghoa Indonesia (PTI). 2 Pada tahun 1932 didirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang secara langsung berseberangan dengan nasionalisme Tiongkok dan Belanda sekaligus menunjukkan sikap tegas dukungan terhadap Indonesia. PTI meminta masyarakat Tionghoa Hindia Belanda untuk mengidentifikasikan diri mereka sebagai masyarakat Indonesia dan menyetujui upaya kalangan nasionalis Indonesia dalam 2 Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002, (Jakarta: INTI dan LP3ES, 2002), hlm. 5.

3 membentuk sebuah pemerintahan sendiri dan akhirnya Indonesia yang merdeka melalui cara-cara konstitusional. Aktivitas PTI menunjukkan bahwa etnis Tionghoa peranakan memiliki keberpihakan politik dan ekonomi terhadap Indonesia. PTI telah mengidentifikasikan diri sebagai warga negara Indonesia dan memiliki kepedulian yang tinggi untuk berjuang dalam upaya mencapai kemerdekaan Indonesia. Melalui PTI, etnis Tionghoa mulai terlibat dalam dunia pergerakan nasional Indonesia. Salah satu nama Tionghoa yang menyita perhatian adalah Yap Tjwan Bing, yang ikut meramaikan dunia politik Indonesia. Yap Tjwan Bing lahir di Solo tanggal 31 Oktober 1910. Ia seorang Tionghoa yang akrab dengan permasalahan yang terjadi antara etnis Tionghoa dan masyarakat setempat yang kerap dipicu oleh permasalahan sosial ekonomi. Meski demikian, sebagai pihak minoritas, kondisi tersebut tidak mengurangi simpatinya pada perjuangan bangsa Indonesia. 3 Semasa hendak melanjutkan pendidikan ke HBS, Yap Tjwan Bing merasakan diskriminasi penjajah terhadap masyarakat terjajah, baik itu golongan pribumi maupun Tionghoa. Saat menginjak usia mudanya, Yap Tjwan Bing dan keluarganya senantiasa bergaul tanpa membeda-bedakan diri di tengah masyarakat. Dari sini kedekatan emosional dan keterikatan rasa nasionalisme terhadap tanah air semakin dalam. 3 Junus, H Yahya, Peranakan Idealis: Dari Lie Hok Sampai Teguh Karya, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2002), hlm. 85-92.

4 Semenjak muda, Yap Tjwan Bing memiliki pandangan yang tegas terhadap penjajahan, dan di usia 18 tahun, Yap telah menaruh simpati terhadap perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta. Aktivitas di bidang sosial kemasyarakatan mendekatkan Yap kepada berbagai tokoh nasional Indonesia seperti Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Mr. Sartono. Saat sedang menempuh masa pendidikan di Belanda, Yap bergabung dengan Mr. Sartono, dan mengawali gerakan politiknya di Indonesia. 4 Yap Tjwan Bing juga menjadi satu dari perwakilan Tionghoa dalam perumusan Undangundang Dasar 1945 dan Pancasila di PPKI, kemudian duduk sebagai anggota KNIP serta DPR-RIS. 5 Terbukanya kesempatan berbagai kalangan untuk berpolitik dimaksimalkan oleh Yap untuk berkarya dengan Partai Nasional Indonesia (PNI). Ketertarikannya pada PNI berdasarkan asas yang dibawa oleh Ir Soekarno, yakni partai yang berorientasi pada kepentingan rakyat (marhaen) dan rasa kebangsaan (nasionalisme). Sepak terjangnya inilah yang kemudian menjadikan Yap Tjwan Bing sebagai pengurus inti dari PNI. 6 Di luar kegiatan politik, Yap Tjwan Bing memiliki aktivitas dibidang kesehatan masyarakat khususnya farmasi. Meskipun berlatar belakang keluarga pedagang, Yap Tjwan Bing sempat meneruskan pendidikannya ke negeri Belanda guna memperdalam jurusan apoteker (farmasi). 4 Ibid. 5 Sinar Baroe tanggal 22 Agustus 1945, Koleksi Monumen Pers Solo. 6 Corant Deli tanggal 25 Mei 1951, Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

5 Setelah lulus sebagai sarjana farmasi dari Universitas Amsterdam pada 1939, Yap mendirikan apotek di Bandung dan aktif dalam gerakan kemerdekaan Indonesia. Kemampuan Yap dipergunakan untuk menunjang pertumbuhan dunia farmasi di Indonesia dan turut membangun tempat pendidikan berbasis kesehatan masyarakat. Yap Tjwan Bing seringkali dipercaya menjadi rujukan farmasi pada masa kemerdekaan. 7 Di akhir tahun 1949, masalah kewarganegaraan etnis Tionghoa belum juga tuntas. Pada masa itu, secara garis besar ada dua konsep berbeda yang muncul dari kalangan masyarakat terkait penyelesaian masalah etnis Tionghoa di Indonesia. Kedua konsep itu dipandang sebagai solusi jitu bagi penyelesaian masalah tersebut oleh masing-masing kubu pendukungnya. Kedua konsep itu adalah asimilasi dan integrasi. Konsep asimilasi, adalah penyatuan antara dua etnis dengan menghilangkan seluruh identitas kultural dari salah satu etnis. Dalam konteks masalah Tionghoa, etnis Tionghoa diharuskan menghilangkan seluruh identitas ke-tionghoaan-nya untuk kemudian bergabung dengan kebudayaan mayoritas rakyat Indonesia yang dianggap kebudayaan asli Indonesia. Untuk konsep integrasi mengandung arti persatuan antara etnis Tionghoa dan etnis lainnya di Indonesia tanpa menegaskan kebudayaan masing-masing etnis. Hal ini sesuai dengan moto Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap bersatu dalam naungan negara Republik Indonesia. 7 De Preangerbode tanggal 21 Mei 1957, Koleksi Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY.

6 Permasalahan yang dihadapi etnis Tionghoa terkait status sosial dan ekonomi selalu mengalami pasang surut. Meskipun banyak kalangan dari etnis Tionghoa yang berperan dalam kehidupan bermasyarakat, gesekan horizontal masih sering terjadi. Penyebabnya tidak lain adalah masih panasnya kedudukan masyarakat pribumi dan Tionghoa. Salah satu hal yang mewarnai konflik tersebut adalah adanya kebijakan di mana golongan Tionghoa harus mengganti nama mereka menjadi nama bumiputera. Hal ini bagi Yap Tjwan Bing tidak perlu dilaksanakan karena baginya kewarganegaraan dan nasionalisme tak dapat diukur dari sebuah nama. Nasionalisme dan kecintaan Yap Tjwan Bing terhadap tanah air harus dibayar mahal setelah menjadi korban dalam kerusuhan rasial 10 Mei 1963 di Bandung. Meski demikian, pemikiran Yap Tjwap Bing tentang kemerdekaan Indonesia tetap mendasar, bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia harus dilakukan oleh semua golongan masyarakat yang mendiami wilayah kepulauan Indonesia. Melihat berbagai aktivitas sosial politiknya di atas, maka wacana tentang rekam jejak Yap Tjwan Bing dan etnis Tionghoa dalam perjalanan sejarah Indonesia menarik untuk diteliti lebih mendalam. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sosial politik di Indonesia tahun 1932-1945?

7 2. Bagaimana aktivitas sosial politik Yap Tjwan Bing dari tahun 1945-1955? 3. Bagaimana akhir perjalanan sosial politik Yap Tjwan Bing dari tahun 1955-1963? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yang berjudul Aktivitas Sosial Politik Yap Tjwan Bing 1932-1963 adalah: 1. Untuk mengetahui kondisi sosial politik di Indonesia tahun 1932-1945. 2. Untuk mengetahui aktivitas sosial politik Yap Tjwan Bing 1945-1955. 3. Untuk mengetahui akhir perjalanan sosial politik Yap Tjwan Bing 1955-1963. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: 1. Menjadi bahan informasi mengenai kehidupan Yap Tjwan Bing dan aktivitasnya dalam bidang sosial dan politik. 2. Menjadi bahan kajian bagi peneliti lain terhadap segala bentuk aktivitas pergerakan, politik, dan sosial.

8 3. Diharapkan penelitian ini dapat menambah referensi historiografi sosial politik dan pergerakan. E. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini digunakan beberapa literatur yang relevan dengan tema penelitian. Buku berjudul Drs. Yap Tjwan Bing: Pelopor Pembauran (1986) menjadi rujukan penulis. Buku tulisan Darto Harnoko menggambarkan Yap Tjwan Bing di mata kawan-kawan seperjuangannya. Perjalanan hidup Yap yang ditulis dari sudut pandang orang-orang terdekatnya menjadi pantas dijadikan referensi guna mempelajari karakter Yap di mata kawan-kawannya. Referensi penting lain adalah buku yang berjudul Meretas Jalan Kemerdekaan: Otobiografi Seorang Pejuang Kemerdekaan (1988). Buku yang ditulis sendiri oleh Yap Tjwan Bing ini menjadi penting karena dari sini penulis dapat melihat sepak terjang kegiatan Yap. Meski ditulis secara subyektif oleh Yap sendiri, tapi buku ini tetap menjadi referensi yang relevan bagi penulis. Buku ini banyak mengulas masa studi Yap di Indonesia dan Belanda, kegiatannya malangmelintang di ranah politik, beberapa aktivitas olahraga, sosial, pendidikan dan keagamaan menghiasai halaman buku dalam menjelaskan orang seperti apa Yap Tjwan Bing. Penjelasan singkat mengenai peristiwa 10 Mei 1963 serta kepindahannya ke Amerika Serikat dihadirkan buku ini, termasuk didalamnya beberapa kegiatan yang ia lakukan setelah menetap di Amerika Serikat.

9 Buku lainnya ada Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900 2002 (2002) oleh Leo Suryadinata. Leo adalah sejarawan dan penulis yang konsen pada isu-isu mengenai etnis Tionghoa, bukan hanya di Indonesia tapi juga Singapura dan Malaysia. Dalam bukunya kali ini, ia mengulas etnis Tionghoa Indonesia mulai dari surat kabar Tionghoa, krisis identitas hingga peran dan sumbangsih etnis Tionghoa dalam pergerakan nasional. Tak lupa kondisi dan situasi yang dialami etnis Tionghoa pada masa orde baru dengan segala kebijakan tentang Tionghoa. Buku Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia (2010) karya Leo Suryadinata, menjadi satu referensi yang juga mendukung informasi mengenai kehidupan masyarakat Tionghoa di Indonesia. Tulisan ini mengacu pada pergulatan politik masyarakat Tionghoa terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia serta pembuktian nasionalisme yang mereka bawa. Buku ini menempatkan beberapa tokoh Tionghoa dalam pembahasannya, di mana Yap Tjwan Bing masuk di dalam daftar. Tulisan Leo menjabarkan perjuangan dan peran orang-orang Tionghoa dalam mencapai kemerdekaan. Benny G. Setiono dalam bukunya Tionghoa Dalam Pusaran Politik Indonesia (2008) menjadi referensi dalam penelitian. Buku ini menjelaskan panjang lebar mulai dari kedatangan bangsa Tionghoa ke Nusantara, kehidupan mereka di abad 16 hingga 20 di mana banyak kerusuhan rasial yang menargetkan keturunan Tionghoa, hingga masa orde baru di mana keberadaan masyarakat Tionghoa kembali di kekang. Penjelasan ini menjadi penting, karena dalam buku

10 juga diulas mengenai bengkitnya rasa nasionalisme dalam diri masyarakat keturunan Tionghoa hingga upaya untuk membantu pemerintahan. Hal ini menjadi penting untuk melihat perkembangan politik dan pergerakan nasional yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa. Peranakan Idealis: Dari Lie Hok Sampai Teguh Karya (2002) tulisan Junus H Yahya yang menampilkan 25 tokoh keturunan Tionghoa yang berperan dalam pembangunan bangsa, baik dari segi profesi maupun kehidupan sehari-hari. Yap Tjwan Bing termasuk dalam deretan tokoh tersebut sehingga buku ini layak untuk dijadikan referensi bagi penelitian. Buku yang berisi biografi singkat ini menampilkan sosok-sosok keturunan Tionghoa yang berjiwa idealis dan berjuang bagi Indonesia melalui berbagai jalan. Buku dari Abdul Baqir Zein yang berjudul Etnis Cina dalam Pembauran di Indonesia (2000) banyak membantu penulis dalam memahami kedudukan dan pengaruh etnis Cina di Indonesia. Buku ini menjabarkan mengenai etnis Cina mulai dari awal, pilihan pembauran yang mereka ambil, konflik dan pandangan negatif yang dibawa etnis Cina di Indonesia hingga pilihan identitas yang disodorkan kepada mereka. Tak lupa, buku ini memberikan gambaran mengenai kebijakan yang etnis Cina dapat dari tiap pemerintahan. Untuk itu buku ini layak untuk dijakdikan referensi guna mendukung penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis.

11 F. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang mencakup empat tahap yaitu menghimpun sumber-sumber sejarah yang sesuai dengan permasalahan (heuristik), kritik sumber, interpretasi yang merupakan analisa dan sintesa serta penyusunan atas penulisan sejarah (historiografi) dengan penjelasan sebagai berikut 8 : 1. Heuristik Heuristik adalah tahap mengumpulkan data atau sumber-sumber sejarah. Menghimpun sumber-sumber sejarah yang sezaman dan dalam bentuk tercetak, tertulis maupun lisan. Dalam penulisan ini teknik yang digunakan untuk mendapatkan sumber adalah dengan studi dokumen dan studi pustaka. a. Studi Dokumen Dalam melaksanakan pengumpulan data untuk penulisan penelitian ini menggunakan studi dokumen. Studi dokumen dalam hal ini adalah suatu cara untuk mendapatkan data primer atau data sejaman atau sumber utama dari tangan pertama yang bisa digunakan untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Dokumen sendiri dibedakan menjadi dua yaitu dokumen dalam arti sempit dan dokumen dalam arti luas. 9 Dokumen dalam arti sempit adalah kumpulan data verbal dalam bentuk tulisan seperti surat kabar, catatan harian, laporan dan lain- 8 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1994), hlm. 79. 9 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT. Gramedia, 1992), hlm. 98.

12 lain. Untuk arsip pada masa yang berkaitan dengan aktivitas sosial dan politik Yap Tjwan Bing menggunakan koran sezaman antara lain; Sinar Baroe, De Preangerbode, Courant Deli, Borneo Shimboen (Bandjarmasin), De Indische Courant, Tjahaja, Soeara Asia, Sinar Matahari (Djokjakarta), Pandji Poestaka, Djawa Baroe, De Locomotief, Suluh Indonesia, Java Bode, Het Nieuwsblad Sumatra, Priangan, dan Keng Po,yang diperoleh dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY, dan Monumen Pers Solo. b. Studi Pustaka Untuk menunjang penelitian, digunakan studi pustaka dalam mengumpulkan data. Studi pustaka serta sangat berguna dalam dalam mendukung, melengkapi data-data penelitian dan juga sebagai referensi. Studi pustaka berupa majalah surat kabar, artikel, laporan penelitian dan karya ilmiah yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam permasalahan. Studi pustaka diperoleh dari perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Monumen Pers Solo, Perpustakaan Roesli Soetan Makmur Solo dan buku-buku. 2. Kritik Sumber Tahap kedua adalah kritik sumber yang merupakan langkah untuk menguji atau menilai sumber data, setelah dari berbagai sumber terkumpul, maka pengujian terhadap sumber tersebut perlu dilakukan. Apabila kritik atau pengujian

13 telah dilakukan maka sumber-sumber yang dianggap benar atau valid dijadikan dasar untuk membangun fakta. Secara teoritis pengujian atau kritik dibedakan menjadi 2; 1) Kritik ekstern yaitu untuk mencari otentitasnya. Dalam kritik ekstern dilakukan beberapa hal seperti, membuktikan relevansi sumber, melacak apakah sumber tersebut otentik, asli, turunan, atau bahkan sumber yang dipalsukan, melacak latar belakang sumber yang digunakan apabila sumber itu turunan dan kemudian mengkaji kesalahan-kesalahan atau cacat-cacatnya kemudian membetulkannya. 2) Kritik intern yaitu untuk mencari kredibilitasnya. Dalam kritik intern dilakukan penyalinan teks arsip ke dalam tulisan latin sesuai ejaan yang berlaku, karena beberapa arsip atau surat kabar sezaman masih menggunakan ejaan lama dan untuk arsip yang berbahasa Belanda diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 3. Interpretasi Interpretasi diartikan sebagai memahami makna yang sebenarnya dari sumber-sumber atau bukti-bukti sejarah. Fakta sebagai hasil kebenaran dari sumber sejarah setelah melalui pengujian yang kritis tidak akan bermakna tanpa dirangkaikan dengan fakta lain. Proses perangkaian itu disebut eksplanasi. Hasil eksplanasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tertulis yang disebut rekonstruksi yaitu dengan menyusun fakta-fakta kemudian menjadi sebuah kisah

14 sejarah. Tujuan kegiatan ini adalah merangkaikan fakta-fakta menjadi kisah sejarah dari bahan sumber-sumber yang belum merupakan suatu kisah sejarah. 4. Historiografi Tahap keempat adalah historiografi yang merupakan penyajian hasil penelitian dalam bentuk tulisan baru berdasarkan bukti-bukti yang telah diuji. Sumber-sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan, selanjutnya dianalisis, diinterpretasikan dan ditafsirkan isinya. Data-data yang telah dikaji kebenarannya merupakan fakta-fakta yang dirangkai menjadi kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. G. Sistematika Penulisan Bab I berisi pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi latar belakang kondisi sosial dan politik yang berkembang di Indonesia pada tahun 1900 1932 terutama diantara warga Tionghoa, kehidupan masa kecil Yap Tjwan Bing tahun 1910 1940, dan kehidupan sosial politik Yap Tjwan Bing pada masa pendudukan Jepang tahun 1940 1945. Bab III menjelaskan mobilitas pergerakan Yap Tjwan Bing setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1946-1954. Pada bab ini menjabarkan berbagai aktivitas politik dan sosial Yap Tjwan Bing, dimulai menjadi anggota KNIP, perjuangan di Yogyakarta pada agresi militer Belanda I, perjuangan dalam

15 rangka pembauran peranakan asing di Indonesia, aktif dalam PNI, DPR RIS, dan anggota komite perpajakan. Selain itu menjelaskan aktivitas Yap Tjwan Bing dalam bidang sosial serta kasus yang melibatkan Yap Tjwan Bing. Bab IV memuat aktivitas Yap Tjwan Bing di akhir kancah politik Indonesia tahun 1955 1963. Di sini dijabarkan mengenai aktivitas Yap dalam menyelenggarakan KAA, aktif dalam Pemilu 1955, memuat pula kasus pemerasan yang melibatkan Yap Tjwan Bing, hingga usaha Yap dalam memperjuangkan kebijakan dan peraturan bagi golongan Tionghoa. Bab IV diakhiri dengan peristiwa 10 Mei 1963 yang menyeret Yap sebagai salah satu korban. Bab V berisikan simpulan yang menjawab perumusan masalah serta analisa sejarah yang membahas penelitian ini.