BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal small-group yang berupaya secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan perjuangan dan cita-cita suatu negara (Mukhlis R, 2013). Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BULLYING DALAM PENDIDIKAN. Oleh Ehan Raehan Miskyah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

PENGARUH BULLYING TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 05 KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Pengaruh Intensitas Menonton Sinetron terhadap Perilaku Bullying di Kalangan Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB I PENDAHULUAN. Berita mengenai kekerasan anak di sekolah belakangan ini semakin

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BULLYING & PERAN IBU Penyuluhan Parenting PKK Tumpang, 29 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang dan dari

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. Individu sebagai makhluk sosial membutuhkan interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

PETUNJUK PENGISIAN ANGKET PENELITIAN. pernyataan tersebut. Selanjutnya pilihlah salah satu dari beberapa alternative

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS KORBAN CYBER BULLYING. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. masalah penyesuaian diri lainnya Damon dkk (dalam Santrock, 2003). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENGEMBANGAN PROGRAM ANTI-BULLYING PADA INSTITUSI PENDIDIKAN DI INDONESIA PKM-GT. Diusulkan oleh :

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian. pengertian yang baku hingga saat ini. Bullying berasal dari bahasa inggris,

Upaya Mengurangi Perundungan melalui Penguatan Bystanders di SMP B Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, apabila rakyat cerdas maka majulah bangsa tersebut. Hal ini senada

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku dan segala sifat yang membedakan antara individu satu dengan individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah

INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

KONDISI EMOSI PELAKU BULLYING (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII di SMP DIPONEGORO 1 Jakarta)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006). Ketika mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2014), remaja (adolescents) adalah mereka yang berusia

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi

PERILAKU BULLYING YANG TERJADI DI SD NEGERI UNGGUL LAMPEUNEURUT ACEH BESAR. ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya hubungan antara anak dengan teman-temannya. Jalinan

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan aksi bullying. Definisi kata kerja to bully dalam Oxford

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal small-group yang berupaya secara sadar untuk melakukan perbaikan dan perubahan perilaku, pengalaman serta pengetahuan peserta didik sehingga diharapkan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Masa-masa sekolah adalah masa yang penting dalam menentukan perkembangan sosial pada remaja sehingga terjadilah hubungan sosial yang baik misalnya seperti bertemu, bermain, bercengkerama dengan teman-temannya yang lain, saling berbagi, saling menolong, saling memberikan perhatian dan sebagainya (Fajria, 2010). Hinton (1989, dalam Susilowati (2008) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan hormonal, perubahan tingkat, dan pola hubungan sosial sehingga remaja cenderung mempersepsikan orang tua secara bebeda. Berkaitan remaja terhadap hubungan sosial dikarenakan adanya faktor sosial yang mempengaruhi dalam melakukan interaksi sosial sehingga pertumbuhan remaja jarang dapat berlangsung dengan lancar mengakibatkan banyak masalah. Beane (2008) menjelaskan faktor sosial pada remaja meliputi keluarga, teman sebaya, lingkungan msayarakat, sekolah dan media. Faktor-faktor sosial tersebut berkaitan erat dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial karena faktor sosial tersebut sangat rentan bagi remaja dalam melepaskan emosi-emosinya baik secara positif maupun negatif (Nurdiana, 2008). 1

2 Remaja dalam bersosialisasi, kebanyakan dari mereka belum dapat memahami temannya satu sama lain, sehingga timbulah kesalahpahaman satu sama lain yang lalu diiringi dengan perkelahian, intimidasi, pemalakan, pengucilan, dan lainnya. Kejadian yang seharusnya tidak terjadi di kalangan pelajar kini menjadi tradisi yang biasanya dilakukan senior kepada junior. Fenomena ini dapat disebut bullying, yakni bentuk perilaku kekerasan dimana terjadi pemaksaan secara psikologi ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang (Riauskina dkk, 2005). Tindakan bullying tersebut terjadi sangat dipengaruhi dengan faktor sosial baik pada korban ataupun bully (pelaku bullying), seperti halnya yang kita ketahui perilaku kepribadian anak sangat di tentukan oleh jenis keluarga yang mereka tinggali. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak, sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak, karena itu baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak (Kusmiran, 2011). Tomagola (2010) mengatakan lingkungan sekitar rumah sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku bullying, misalnya anak hidup pada lingkungan orang yang sering berkelahi atau bermusuhan, berlaku tidak sesuai dengan norma yang ada, maka anak akan mudah meniru perilaku lingkungan itu dan merasa tidak bersalah. Lingkungan sekolah bisa sebagai faktor penyebab anak melakukan bullying, misalnya guru yang berbuat kasar kepada siswa, guru yang kurang memperhatikan kondisi anak baik dalam sosial ekonomi maupun dalam prestasi anak atau perilaku sehari hari anak di kelas atau di luar kelas bagaimana dia bergaul dengan teman-temannya. Teman

3 yang sering meledek dan mengolok-olok, menghina, mengejek dan sebagainya. Faktor lain yang berpengaruh cukup kuat terhadap anak untuk berbuat bullying yaitu adanya tayangan televisi yang sering mempertontonkan kekerasan dalam sinetron atau film atau acara lain seperti acara sidik, berita utama dan lain sebagainya (Riauskina, 2005). Olweus (1978, dalam Astuti 2008) menyatakan tindakan bullying secara proaktif ini bersifat lebih luas, yakni merupakan tindakan seseorang atau kelompok yang sengaja untuk maksud tertentu, sebagai motivasi, dan hukuman pada korbannya untuk mendapatkan balasan, dengan cara antara lain melakukan intimidasi, penekanan dan modeling melalui penggunaan elemen temperamental untuk meraih objektifnya. Bullying dalam makna lain adalah perilaku agresif dan menekan, baik dalam bentuk tindakan fisik secara langsung atau menyerang melalui kata-kata. Bullying adalah masalah penting yang dapat terjadi di setiap sekolah jika tidak terjalin hubungan sosial yang akrab oleh sekolah terhadap komunitasnya, yakni murid, staf, masyarakat sekitar dan orang tua murid (Astuti, 2008). Berdasarkan hasil studi penelitian yang peneliti lakukan pada tanggal 12 April 2014 di salah satu SMA Negeri Z Singaraja bahwa terdapat kejadian bullying. Penelitian ini diperoleh dari 10 responden terhadap di SMA Negeri Z Singaraja memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan dan diperoleh keterangan bahwa bullying paling banyak terjadi dalam bentuk ejek-ejekan nama orang tua, ejek - ejekan nama panggilan, menyebar gossip melalui situs jejaring sosial, menginjak kaki dengan sengaja, menyenggol bahu dengan sengaja, perpeloncoan dengan teman, aksi senioritas dan bahkan perkelahian antar siswa.

4 Pasaribu (2005) mengatakan bahwa bullying terhadap anak di sekolah bisa terjadi dalam bentuk fisik, seksual, dan emosional. Kejadian bullying di Jawa Tengah yang dilakukan guru terhadap muridnya terjadi sekitar 80% guru mengaku telah menghukum anak dengan membentak di depan teman-temannya sekelas, sedangkan 55% guru telah menyuruh anaknya berdiri di depan kelas. Kejadian bullying di Sulawesi Selatan terjadi berkisar 90% guru menghukum muridnya dengan berdiri di depan kelas, 73% membentak muridnya, dan 54% guru menyuruh siswa membersihkan toilet. Kasus di Sumatera Utara, 90 % guru menyuruh murid berdiri di depan kelas, 80% membentak, dan 50% menyuruh menulis berulang-ulang (Kristanti & Mahaputra, 2010). Riset yang dilakukan Staf Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Muria Kudus (2009) diketahui dari 180 orang remaja di Kabupaten Kudus 94% menyatakan pernah melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap orang lain. Tindakan tidak menyenangkan yang paling sering dilakukan adalah mengejek dan memberi julukan. Sasaran atau kepada siapa tindakan tidak menyenangkan tersebut dilakukan adalah 50% kepada teman sekelas, 16 % adik kelas, 14% kepada anak dari sekolah lain, 7% kepada kakak kelas, 5% kepada guru dan 8% lain-lain (Mahardayani & Ahyani, 2009). Kasus diatas dapat memberikan sedikit gambaran mengenai fenomena bullying yang ada kaitannya terhadap faktor sosial pada remaja yang pada umumnya terjadi karena faktor lingkungan sekolah dan teman sebaya. Kejadian bullying sendiri dapat di spesifikasikan yakni pelaku bullying yang biasa disebut bully bisa seseorang, sekelompok orang, dan yang mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Bully merupakan siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying. Pelaku bullying terkadang tidak dilakukan oleh seorang, akan tetapi perilaku ini

5 biasanya melibatkan banyak orang, misalnya asisten bully, yaitu orang yang senantiasan mengikuti perintah bully, reinforce yaitu orang yang menguatkan perilaku bully seperti menertawakan dan lain-lain, defender yaitu orang-orang yang berusaha membela dan membantu korban dan outsider, yaitu orang-orang yang tahu bahwa hal ini terjadi, namun tidak melakukan apapun, seolah-olah tidak peduli (http://www.anakku.net, diperoleh 19 Maret 2014). Perilaku bullying dapat menyebabkan terganggunya fungsi sosial pelaku sebagai manusia. Siswa atau pelaku (bully) yang melakukan perilaku bullying di sekolah akan selalu dihubungkan dengan berbagai macam bentuk perilaku kejahatan. Pelaku bullying pada siswa di sekolah cenderung mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi. Tindakan bullying ini berasal dari suatu perasaan bersalah dan atau perasaan menyianyiakan kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Dampak bullying bagi korban menurut Riauskina,dkk (2005) yakni dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Kasus-kasus yang ekstrim bisa mengakibatkan kematian. Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk (Riauskina dkk, 2005). Penelitian yang dilakukan Riauskina,dkk (2005) ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal,tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Kondisi emosi-emosi ini dalam jangka panjang dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri dengan lingkungan sosial. Karakteristik kepribadian korban dalam hubungan sosialnya dengan orang-orang di sekitarnya lebih cenderung tertutup dikarenakan

6 korban sangat tertekan, terancam dan merasa cemas. Korban menjadi lebih pendiam dan lebih senang menyendiri daripada bersama teman-temannya. Korban pun cenderung tidak punya kekuatan atau keberanian untuk melawan pelaku bullying karena jumlah pelaku yang terlalu banyak. Korban terkadang ingin pindah sekolah lain, kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, biasanya siswa tersebut terganggu prestasi akademiknya atau sering sengaja tidak masuk sekolah (Riauskina dkk, 2005). Sejalan dengan tujuan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) maka peran perawat yakni membantu korban maupun pelaku bullying memenuhi kebutuhan yang spesifik dengan cara membina hubungan teraupetik dengan pelaku atau korban bullying, melalui perannya sebagai pembela, pemulih, atau pemelihara kesehatan, coordinator, kolaborator, pembuat keputusan etik dan perencanaan kesehatan. Perawat mampu sebagai edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dalam upaya mencegah terjadinya tindakan bullying baik di keluarga, antar teman sebaya, media, sekolah maupun lingkungan masyarakat, karena tindakan bullying ini dapat mempengaruhi keselamatan, kesehatan maupun kesejahteraan jiwa suatu komunitas pada remaja. Pemutusan siklus perilaku bullying perlu diupayakan, tidak hanya dengan mengidentifikasi dan menghentikan bullying. Tetapi juga dengan melakukan penyelidikan terhadap penyebab, cara dan dampak bagi remaja yang menjadi penindas atau korban bullying. School bullying (Fajria, 2010). Pemaparan diatas telah menunjukkan keterkaitan antara faktor sosial dengan tingkat kejadian bullying di sekolah menengah atas. Penelitian ini dilakukan mengingat belum adanya literatur yang relevan dan spesifik mengenai Analisis hubungan faktor sosial kejadian korban bullying di SMA Negeri Z Singaraja.

7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan studi pendahuluan mengenai latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah bagaimana analisa hubungan faktor sosial terhadap kejadian korban bullying di SMA Negeri Z Singaraja? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui analisis hubungan antara faktor sosial terhadap kejadian bullying di SMA Negeri Z Singaraja. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik kejadian Bullying di SMA Negeri Z Singaraja 2. Mengidentifikasi kondisi faktor sosial terhadap tingkat kejadian korban bullying di SMA Negeri Z Singaraja. 3. Mengidentifikasi kejadian korban bullying yang terjadi di SMA Negeri Z Singaraja. 4. Mengidentifikasi hubungan faktor sosial terhadap kejadian korban bullying di SMA Negeri Z Singaraja. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai analisis hubungan faktor sosial terhadap kejadian bullying, dampak dan akibat yang dapat ditimbulkan dari munculnya perilaku bullying disekolah, juga cara- cara apa saja yang dapat digunakan untuk mencegah tindakan bullying sehingga dapat meminimalisir terjadinya korban bullying di sekolah menengah atas.

8 1.4.2 Bagi Perawat Dapat digunakan sebagai bahan informasi atau acuan bagi perawat komuitas sekolah agar dapat membantu menangani permasalahan kejadian bullying yang di alami remaja sekolah menengah atas dan memberikan dukungan kepada korban bullying untuk dapat mencegah adanya kejadian bullying di sekolah menengah atas. 1.4.3 Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi, informasi dan kesadaran kepada masyarakat atau orang tua tentang kejadian bullying di sekolah,serta dapat memahami bahwa sikap dan perilaku orang tua serta lingkungan sekitar sangat berhubungan dalam membentuk perilaku anak. 1.4.4 Bagi Sekolah 1. Memberikan informasi hasil-hasil penelitian ini kepada guru, siswa dan staf sekolah menegenai kejadian bullying sehingga menjadi acuan untuk memberikan dukungan dan bantuan secara fisik, moral ataupun norma-norma untuk meminimalisir tingkat kejadian bullying atau korban bullying di sekolah. 2. Memberikan pemahaman bagi sekolah agar lebih meningkatkan peran serta semua unsur dan pendukung sekolah dalam memantau perkembangan dan tingkah laku peserta didik untuk mencegah terjadinya tindakan bullying dan korban bullying pada diri peserta didik. 3. Memberikan kesadaran akan bahaya tindakan bullying kepada siswa atau guruguru untuk meningkatkan peran serta dalam mengatasi permaslahan bullying di kalangan pelajar.

9 1.4.5 Bagi Orang Tua Memberikan pemahaman kepada orang tua untuk lebih memberikan perhatian kepada putra dan putrinya serta mengawasi lingkungan pergaulannya serta meningkatkan kerja sama dengan pihak sekolah dalam upaya mencegah terjadinya perilaku perilaku yang mengandung unsur kekerasan pada diri putra dan putri mereka sehingga mengurangi tindakan dan korban bullying. 1.5 Keaslian Penelitian 1. Hasil penelitian Ana Handayaningrum 2013 Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Semarang,yang berjudul Penerapan bimbingan kelompok untuk mencegah Bullying pada peserta didik kelas XI SMA Negeri1 Guntur Kabupaten Demak. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji t-tes yang diperoleh hasil koefisien thitung = 24.485 Selanjutnya dikonsultasikan dengan ttabel pada taraf signifikan 5% dengan deviasi bebas (db) N-1 = 30-1 = 29 yaitu sebesar 2,045, dengan thitung > ttabel yakni 24.485 > 2,045 maka koefisien thitung sebesar 24.485 tersebut diterima pada taraf 5%. Setelah dianalisis dari hasil pre test dan post test terlihat penurunan perilaku bullying pada diri peserta didik sebanyak 35.30 atau mencapai 10.51 % setelah diberi perlakuan. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan bimbingan kelompok untuk mencegah bullying pada peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Guntur Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2012/2013. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas variabel dan tempat penelitiannya, pada penelitian ini yang diteliti pengaruh penerapan bimbingan kelompok yang dapat mencegah bullying, sedangkan pada penelitian saya menganalisis hubungan faktor sosial terhadap kejadian bullying. Pada penelitian ini subjek

10 penelitiannya adalah hanya siswa kelas XI SMA, sedangkan penelitian saya pada siswa SMA. 2. Menurut hasil penelitian Metha Nurdiana Sisnarwastu Djati (2008) yang berjudul Hubungan antara bullying dengan depresi pada siswa SMA. Hasil uji hipotesis yang menggunakan Product Moment dengan program Statical Packages for Social Science (SPPS) for windows 13.0. hasil yang diperoleh dari analisis data adalah ada hubungan positif yang sangat signifikan antara bullying dengan depresi siswa SMA yang ditunjukkan dengan nilai r Z1y sebesar 0,266 dengan p<0,01. Berdasarkan uji hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif yang signifikan antara bullying dengan depresi siswa SMA, diterima. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah penelitian ini hanya meneliti bullying dengan depresi pada siswa SMA, sedangkan pada penelitian saya tidak meneliti faktor emosional tetapi faktor sosial terhadap kejadian bullying seperti keluarga, teman sebaya, sekolah dan media. 3. Penelitian dari Nisa Adilla (2009) yang berjudul Pengaruh kontrol sosial terhadap perilaku bullying pelajar di sekolah menengah pertama menunjukkan hasil dari analisa penelitian pada pelajar SMP Negeri baik SMP X (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) dan SMP Y (berpotensial), memilki kontrol sosial yang kuat dari lingkungan sekolahnya. Dengan melihat hubungan tersebut, penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif menurut metode yang dilakukan Hirschi, dalam teorinya Sosial Bond. Pada teori ini, faktor-faktor yang menjadi kontrol sosial adalah attachment, commitment, beliefs dan involvement. Berdasarkan perkembangan penelitian mengenai Sosial Bond dan bullying di sekolah, ukuran variabel kontrol sosial dibagai ke dalam enam indicator, yaitu, attachment to teachear, attachment to peers, beliefs of norm of school, dan involvement. Kemudian indikator-indikator tesebut di turunkan menjadi beberapa bentuk pernyataan yang di jawab oleh responden melalui kuissoner. Hasil

11 penelitian pada pernyataan tersebut ditunjukkan dengan hasil presentase pada kontrol sosial pelajar SMPN di dua sekolah secara keseluruhan (70%). Elemen kontrol sosial yang paling kuat terdapat pada commmitmen dengan nilai (76%). Pelajar di dua sekolah juga tidak cenderung memalkukan perilaku bullying nilai sebesar (80%). Dengan demikian, hasil penelitian mendukung hipotesa. Yaitu kontrol sosial pada pelajar di dua sekolah kuat dan cenderung untuk tidak melakukan tindakan bullying. Hasil uji korelasi dan regresi pada penelitian ini menunjukkan hubungan kuat, signifikan, positif dan berpengaruh antara variabel kontrol sosial dan variabel perilaku bullying. Hal ini berarti hipotesis diterima. Dengan demikian, kontrol sosial mempengaruhi perilaku bullying pada pelajar SMPN. Perbedaan penelitian saya dengan penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independennya.