I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak lingkungan, secara ekonomi produktif dan menguntungkan dan serta secara sosial dapat diterima masyarakat (FAO, 1992). Program ketahanan pangan nasional berupaya memantapkan kondisi ketersediaan bahan pangan yang cukup sepanjang waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. Krisis pangan, energi, lingkungan dan keanekaragaman hayati secara keseluruhan menjadi masalah utama dalam pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia (Suryanto et al., 2012). Pertumbuhan penduduk dan kenaikan pendapatan mengakibatkan peningkatan permintaan bahan pangan dan produk pertanian lain, dan akan berlanjut pada masa depan. Peningkatan permintaan tersebut sebagian terjadi di negara-negara sedang berkembang, termasuk daerah tropik basah yang dihuni 33% penduduk dunia (Tohari, 2002). Beberapa komoditas yang mengalami peningkatan permintaan seiring dengan kenaikan pertumbuhan penduduk adalah cengkeh, kakao dan kapulaga (Anonim, 2012). Cengkeh merupakan bahan baku bagi industri rokok, minyak atsiri maupun untuk obat-obatan. Kakao menjadi bahan dasar utama dalam produk cokelat, sedangkan kapulaga merupakan bahan campuran dalam pembuatan obat alami dan jamu tradisional. 1
Salah satu alternatif pilihan untuk meningkatkan potensi produksi tanaman dalam rangka memenuhi permintaan pasar tanpa perluasan area sekaligus sebagai konservasi adalah intensifikasi kawasan agroforestri yang menjadi sentra produksi tanaman cengkeh, kakao dan kapulaga. Agroforestri sebagai salah satu wujud sinergis strategis antara sektor pertanian, kehutanan dan lingkungan sangat penting untuk pembaharuan pengelolaan sumberdaya alam yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian dan sekaligus percepatan pencapaian kemakmuran (Sabarnurudin et al., 2011). Agroforestri sebagai suatu nama kolektif untuk sistem dan penggunaan lahan, dimana tanaman keras berkayu (pepohonan, perdu, palem, bambu, dll) ditanam secara bersamaan dalam unit lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan atau ternak, dengan tujuan tertentu, dalam bentuk pengaturan ruang atau urutan waktu, dan di dalamnya terdapat interaksi ekologi dan ekonomi di antara berbagai komponen yang bersangkutan (ICRAF, 2003). Pegunungan Menoreh, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta merupakan sentra pengembangan cengkeh, kakao dan kapulaga dalam sistem agroforestri. Secara umum praktek agroforestri yang dikembangkan masyarakat di Pegunungan Menoreh masih belum produktif dan inovatif. Praktek-praktek agroforestri yang berkembang pada berbagai pola tersebut ada yang baik ( best practice) dan ada juga yang kurang baik. Hal tersebut terlihat dari status Kabupaten Kulonprogo yang masih termasuk daerah miskin ke dua di Yogyakarta setelah dari Kabupaten Gunungkidul (Suryanto, 2013). 2
Pembudidayaan cengkeh, kakao dan kapulaga yang diterapkan masyarakat belum memperhatikan faktor kesesuaian ekologi dengan menggunakan pendekatan fisiologis untuk mendapatkan produktivitas yang mendekati potensi hasilnya masing-masing. Hal tersebut wajar karena Pegunungan Menoreh mempunyai Topolithosequen yang sangat beragam. Topolithosequen adalah rangkaian tanah yang berhubungan tetapi berbeda ketinggian tempat satu dengan lainnya karena pengaruh topografi dan perbedaan batuan induk, sedangkan topografi adalah bentuk permukaan bumi berupa ketinggian tempat, kecuraman lereng, kemiringan lereng terhadap cahaya dan arah rangkaian gunung (Arsana, 2012). Pegunungan Menoreh dibagi menjadi 3 zona ketinggian yaitu zona bawah (300-500 mdpl), zona tengah (500-700 mdpl) dan zona atas (700 >900 mdpl) (PPE Jawa, 2012). Ketinggian yang beragam menyebabkan terjadi variasi faktor lingkungan baik sumber di dalam tanah maupun sumber di atas tanah. Sumber di bawah tanah seperti jenis batuan, jenis tanah, kelerengan, kemiringan, ketinggian akan berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah fisik, kimia maupun biologis. Variasi sumber diatas tanah seperti suhu udara, radiasi matahari, kelembaban relatif, curah hujan, kecepatan angin, lama penyinaran yang semuanya akan berpengaruh terhadap dinamika iklim makro dan iklim mikro. Atas dasar pertimbangan ini maka sangat penting untuk menyusun suatu inovasi teknologi yang mengintegrasikan antara faktor ekologi, sosial dan produksi berorientasi ekonomi. Pendekatan dari faktor ekologis mutlak diperlukan karena Pegunungan Menoreh memiliki keragaman dalam hal faktor ekologis 3
lingkungan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman cengkeh, kakao dan kapulaga dalam sistem agroforestri. Kajian mengenai karakteristik sosial masyarakat juga harus diperhatikan dalam upaya melakukan usaha inovasi teknologi untuk pengelolaan agroforestri. Hal ini penting untuk menghindari adanya penolakan inovasi teknologi dari masyarakat. Raintree (1983) dalam Suryanto (2013) menjelaskan bahwa ada lima sifat penting inovasi teknologi yang mendorong petani untuk mengadopsinya yaitu: 1) keuntungan relatif yang didapatkan, 2) kesesuaian dengan budaya setempat, 3) kesederhanaan teknis, 4) kemudahan dalam uji coba (biasanya petani melakukan uji coba pada skala kecil sebelum mengadopsi secara utuh) dan 5) bukti nyata (untuk melihat keuntungan dari adopsi inovasi tersebut). Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan suatu kajian yang mengintegrasikan aspek ekologis, produksi dan fisiologis yang dipadukan faktor sosial masyarakat. Rangkaian penelitian yang digunakan untuk mengkaji faktor ekologis, produksi dan fisiologis, serta sosial di Pegunungan Menoreh adalah 1) evaluasi lahan agroforestri cengkeh, kakao dan kapulaga di Pegunungan Menoreh, 2) identifikasi karakteristik vegetasi agroforestri di Pegunungan Menoreh, 3) gatra ekofisiologi tanaman cengkeh, kakao dan kapulaga pada musim kemarau dan hujan di Pegunungan Menoreh, 4) identifikasi dukungan faktor sosial masyarakat di Pegunungan Menoreh. Informasi deskriptif dan data kuantitatif yang dikoleksi dari hasil serangkaian kajian selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun rekomendasi paket teknologi yang akan diimplementasikan pada sistem 4
agroforestri berbasis cengkeh, kakao dan kapulaga dalam program optimasi sistem menuju kelestarian ekologis sekaligus dapat diterima masyarakat. B. Tujuan Penelitian Optimasi pengelolaan sistem agroforestri cengkeh, kakao dan kapulaga mendasarkan pada indikator ekologis, fisiologis dan produksi tanaman serta karakter sosial masyarakat di Pegunungan Menoreh, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Untuk mencapai tujuan umum ini maka perlu diurai menjadi tujuan khusus yaitu: 1. Mengetahui jenis tanah dan tingkat kesesuaian lahan di setiap zona ketinggian Pegunungan Menoreh bagi pengembangan komoditas cengkeh, kakao dan kapulaga. 2. Mengetahui karakteristik vegetasi pada sistem agroforestri di setiap zona ketinggian Pegunungan Menoreh. 3. Mengetahui faktor fisiologis yang berpengaruh terhadap hasil dan faktor ekologis yang berpengaruh terhadap faktor fisiologis tanaman cengkeh, kakao dan kapulaga sistem agroforestri di setiap zona ketinggian Pegunungan Menoreh. 4. Mengetahui dukungan faktor sosial masyarakat di setiap zona ketinggian Pegunungan Menoreh. 5. Merumuskan paket teknologi agronomis yang komprehensif mendasarkan pada keseluruhan aspek yang telah dikaji untuk optimasi pengelolaan faktor ekologi, produksi dan sosial untuk cengkeh, kakao dan kapulaga dalam sistem agroforestri di setiap zona ketinggian Pegunungan Menoreh. 5
START C. Alur Pikir Penelitian OPTIMASI SISTEM AGROFORESTRI CENGKEH,KAKAO DAN KAPULAGA DI PEGUNUNGAN MENOREH Konsep P(H) = f (G*E*M) Evaluasi Lahan Cengkeh, Kakao dan Kapulaga Kajian Karakter Vegetasi Gatra Ekofisiologi Cengkeh, Kakao dan Kapulaga Identifikasi Faktor Sosial Masyarakat Pertumbuhan dan Hasil Identifikasi Masalah Strategi Pengelolaan No Yes Rekomondasi Optimasi Pengelolaan Cengkeh, Kakao dankapulaga FINISH Gambar 1. Diagram alur pikir penelitian 6
Evaluasi Lahan Agroforestri Cengkeh, Kakao dan Kapulaga di Pegunungan Menoreh Analisis Topografi Pegunungan Menoreh Persyaratan Tumbuh Tanaman Peta Peta Peta Peta Peta KON CH PL JT GEO Analisis Peta (Overlay) Analisis Laboratorium Analisis Matching (Mempautkan) Kesesuaian Lahan Aktual Kesesuaian Lahan Potensial Gambar 2. Alur pikir penelitian tahap I 7
Identifikasi Karekteristik Vegetasi Agroforestri di Pegunungan Menoreh Pemahaman Struktur Agroforestri Potensi Agroforestri Fungsi Ekologis Jumlah Tanaman Sebaran Diameter Diameter Batang Volume Heterogenitas Kelimpahan Jenis Tipologi Agroforestri Menoreh Gambar 3. Alur pikir penelitian tahap II 8
Gatra Ekofisiologi Tanaman Cengkeh, Kakao dan Kapulaga pada Musim Kemarau dan Musim Hujan di Pegunungan Menoreh Faktor Ekologis Faktor Fisiologis Ekofisiologi Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gambar 4. Alur pikir penelitian tahap III 9
Identifikasi Faktor Sosial Masyarakat di Pegunungan Menoreh Identifikasi Tingkat Ketergantungan Penduduk Terhadap Lahan Identifikasi Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Baru Konservasi Identifikasi Keberadaan dan aktivitas kelembagaan yang ada Karakteristik Masyarakat Pegunungan Menoreh Arah Pengembangan Gambar 5. Alur Pikir Penelitian Tahap IV 10