II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengefektifkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar antara guru, peserta didik, dan komponen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam perjalanan proses pendidikan, belajar merupakan hal yang utama. Hal ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan hal pokok dalam proses pendidikan. Pengertian belajar sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

TINJAUAN PUSTAKA. dalam menghadapi suatu keadaan pada waktu sebelum dan sesudah mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Savitri Purbaningsih, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

PROBLEM BASED LEARNING. R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep. 2016

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan keterampilan proses serta menumbuhkan berpikir kritis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KETERAMPILAN MENJAWAB PERTANYAAN DAN MENYIMPULKAN MELALUI PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya) atau dapat membawa hasil. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glaserfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) konstruktivisme

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Arti sederhana dari teori belajar sebenarnya adalah penjelasan bagaimana informasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruggiero (Johnson, 2007:187) mengartikan berfikir sebagai segala aktivitas mental

ANALISIS KETERAMPILAN MEMBERIKAN ALASAN DAN MENGINTERPRETASI SUATU PERNYATAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN LARUTAN ELEKTROLIT Nama Sekolah : SMA Mata Pelajaran : KIMIA Kelas/ Semester : X/2 Alokasi Waktu : 3x40 menit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang memacu pada kemandirian siswa dalam menyelesaikan masalah

1 PENDAHULUAN. memfasilitasi, dan meningkatkan proses serta hasil belajar siswa. Hasil

INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN PERINCIANNYA. Sub Kemampuan. Memfokuskan pertanyaan. Menganalisis argumen

II. TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam menghadapi suatu keadaan pada waktu sebelum dan sesudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Matthews dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu: 2001). Menurut Sagala

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sagala (2010), konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi)

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berpikir merupakan aspek yang tidak bisa dipisahkan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang diakibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori kognitif adalah teori yang mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

SOAL DAN KUNCI JAWABAN LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan potensi diri diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Representasi dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu representasi

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan konstektual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekoyong-koyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata (Trianto, 2009). Menurut Von Glaserfeld (1989) dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001) menyatakan bahwa: Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Konstruktivisme memahami hakikat belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya (Baharuddin, 2008). Menurut Slavin dalam (Trianto, 2010) teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyata-kan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

10 merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Bettencourt menyimpulkan bahwa konstruktivisme tidak bertujuan mengerti hakikat realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana proses kita menjadi tahu tentang sesuatu (Suparno, 1997) Ciri atau prinsip dalam belajar menurut Suparno (1997) sebagai berikut: 1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami, 2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus, 3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri, 4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya, 5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari. B. Problem Based Learning Problem Based Learning (PBL) sejak dahulu dikembangkan sekitar1970-an di McMaster University di Kanada. Kini model ini sudah merambah ke berbagai fakultas diberbagai lembaga pendidikan didunia. Dengan keunggulan model ini, jenjang pendidikan yang lebih rendahpun sudah mulai menggunakan model ini.

11 Menurut Ram (Nurfatimah, 2010) PBL merupakan suatu model yang mengkolaborasikan problem solving dan penemuan konsep secara mandiri. Selain itu menurut Hmelo-Silver (Nurfatimah,2010) mengemukakan bahwa PBL merupakan model pembelajaran dimana siswa difasilitasi untuk memecahkan masalah yang merupakan masalah yang nyata. PBL dirumuskan oleh prof. Howard Barrows dan Kelson sebagai kurikulum dan proses pembelajaran (Amir, 2009). Dalam kurikulumnya dirancang masalahmasalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpatisipasi dalam tim. Dari rumusn diatas,pbl ini terutama bercirikan ada masalah. Masalah dapat dikatakan sebagai apapun yang menghalangi kita dari mencapai tujuan. Masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata kan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan siswa.berikut ini merupakan hal-hal yang harus diperhatika mengenai masalah dalam PBL (Duch, 1996): 1. Masalah yang efektif harus membuat siswa tertarik dan termotifasi untuk memecahkannya dengan pemahaman yang dalam dari konsep yang diajarkan. Masalah ini harus berkaitan dengan kehidupan dunia nyata sehingga siswa bersemangat dalam menyelesaikan masalah tersebut. 2. Masalah yang baik membuat siswa membuat keputusan atau pertimbangan berdasarkan fakta, informasi, logika dan rasionalisasi. Siswa harus mempertimbangkan semua keputusan dan alasan berdasarkan prinsip yang telah diajarkan. Masalah harus membuat siswa mengidentifikasi asumsi apa yang dibutuhkan, informasi apa yang relevan dan langkah/prosedur apa yang dibutuhkan untuk memeahkan masalah tersebut. 3. Kerja sama dari setiap anggota kelompok sangat penting dalam keefektifan dalam memecahkan masalah. Jangkauan dari masalah atau kasus harus dikontrol sehingga siswa menyadari bahwa memisahkan upaya bukanlah strategi pemecahan masalah yang efektif.

12 4. Pertanyaan awal dari masalah harus diikuti oleh satu atau lebih karakteristik sehingga semua siswa dalam kelompok dapat menggambarkannya dalam diskusi dari topik: a. Membuka semua kemungkinan. Tidak terbatas untuk satu jawaban benar. b. Menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. c. Masalah yang konroversial dapat memunculkan berbagai macam opini. Strategi ini dapat membuat siswa berperan dalam kelompoknya. Menggambarkan pengetahuan yang satu dengan yang lainnya, daripada bekerja secara individual pada permulaan masalah. 5. Isi dari permulaan harus tergabung menjadi masalah, menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan konsep baru dengan disiplin ilmu yang lain. Siswa dalam memecahkan masalah bekerja sama dengan kelompok. Mereka mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan mencari informasi-informsi yang relevan untuk solusinya. Dalam PBL siswa memiliki peran sebagai problem solvers, sedangkan guru memiliki peranan sebagai tutor atau pelatih. Guru mengarahkan siswa dalam mencari dan menemukan solusi yang diperlukan dan juga sekaligus menentukan kriteria pencapaian proses pembelajaran ini. Adapun kriteria PBL menurut Tan dalam Amir (2009) adalah : 1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran 2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured). 3. Masalah biasanya menurut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya menuntut siswa menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab materi atau lintas ilmu ke bidang lainnya. 4. Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru. 5. Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learner). 6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting. 7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperatif. Siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi saling mengajarkan dan melakukan presentasi.

13 Pembelajaran berbasis masalah mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan dan kecakapan berpikir daam mempelajari dan menyerap materi pembelajaran. Dengan demikian PBL dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan berbagai keterampilan dan kecakapan sains tingkat tinggi, serta meningkatkan pencapaian hasil belajar. Adapun tahapan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Ram (Nurfatimah, 2010) adalah sebagai berikut : 1. Introduction (Pemunculan Masalah). Pada tahap ini siswa disajikan suatu masalah yang harus mereka selesaikan. 2. Inquiry & Self-Directed Study. Siswa dengan bimbingan guru mencari solusi untuk masalah yang disajikan. Pada tahap ini siswa diposisikan sebagai problem solver. Siswa mencari materi-materi yang relevan dengan masalah yang disajikan. Materi-materi tersebut kemudian dipelajari dan dipahami. Informasi yang mereka peroleh digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang disajikan. Pada akhirnya siswa akan membuat suatu hipotesis mengenai solusi dari masalah tersebut. 3. Revisiting The Hypotheses. Hipotesis yang dibuat oleh siswa kemudian direvisi lagi atau diperkuat lagi dengan cara mencari informasi tambahan di luar proses pembelajaran. Informasi tambahan tersebut dikonsultasikan kepada guru. Dari hasil pencarian informasi tambahan, hipotesis yang mereka buat diharapkan menjadi lebih kuat. Hipotesis yang mereka buat kemudian diuji kebenarannya. 4. Self Evaluation. Tahap ini dilakukan setelah hipotesis diuji kebenarannya. Siswa mendiskusikan hasil dari hipotesis tersebut. Hal-hal yang didiskusikan termasuk materi-materi yang mendukung dari hipotesis tersebut. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. C. Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Pressisen (Saputra, 2012), keterampilan adalah kecakapan untuk melaksanakan tugas, dimana keterampilan tidak hanya meliputi gerakan motorik, tetapi juga melibatkan fungsi mental yang bersifat kognitif, yaitu suatu tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan. Proses berpikir berhubungan

14 dengan pola perilaku yang lain dan membutuhkan keterlibatan aktif pemikir. Pengertian ini mengindikasikan bahwa berpikir adalah upaya yang kompleks dan reflektif bahkan suatu pengalaman yang kreatif. Menurut Sembel (Suyanti, 2010), berpikir kritis merupakan sebuah proses berpikir yang bermuara pada tujuan akhir yang membuat kesimpulan ataupun keputusan yang masuk akal tentang apa yang harus kita percayai dan tindakan apa yang akan kita lakukan. Ennis (1989) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan, sebagai apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Terdapat enam komponen atau unsur dari berpikir kritis menurut Ennis (1989) yang disingkat menjadi FRISCO, seperti yang tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Unsur-unsur keterampilan berpikir kritis No Unsur Keterangan 1 Focus Memfokuskan pemikiran, menggambarkan poin-poin utama, isu, pertanyaan, atau permasalahan. Hal-hal pokok dituangkan di dalam argumen dan pada akhirnya didapat kesimpulan dari suatu isu, pertanyaan, atau permasalahan tersebut. 2 Reasoning Ketika suatu argumen dibentuk, maka harus disertai dengan alasan (reasoning). Alasan dari argumen yang diajukan harus dapat mendukung kesimpulan dan pada akhirnya alasan tersebut dapat diterima sebelum membuat keputusan akhir. 3 Inference Ketika alasan yang telah dikemukakan benar, apakah hal tersebut dapat diterima dan dapat

15 mendukung kesimpulan 4 Situation Ketika proses berpikir terjadi, hal tersebut dipengaruhi oleh situasi atau keadaan baik (keadaan lingkungan, fisik, maupun sosial). 5 Clarity Ketika mengungkapkan suatu pikiran atau pendapat, diperlukan kejelasan untuk membuat orang lain memahami apa yang diungkapkan 6 Overview Suatu proses untuk meninjau kembali apa yang telah kita temukan, putuskan, pertimbangkan, pelajari, dan simpulkan. Moore dan Parker (dalam Liliasari, 2011) menyatakan bahwa berpikir kritis memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1. Menentukan informasi mana yang tepat atau tidak tepat. 2. Membedakan klaim yang rasional dan emosional. 3. Memisahkan fakta dari pendapat. 4. Menyadari apakah bukti itu terbatas atau luas. 5. Menunjukkan tipuan dan kekurangan dalam suatu argumentasi orang lain. 6. Menunjukkan analisis data atau informasi. 7. Menyadari kesalahan logika dalam suatu argumen. 8. Menggambarkan hubungan antara sumber-sumber data yang terpisah dan informasi. 9. Memperhatikan informasi yang bertentangan, tidak memadai atau bermaknaganda. 10. Membangun argumen yang meyakinkan. 11. Memilih data penunjang yang paling kuat. 12. Menghindari kesimpulan yang berlebihan. 13. Mengidentifikasi celah-celah dalam bukti dan menyarankan pengumpulan informasi tambahan. 14. Menyadari ketidakjelasan. 15. Mengusulkan pilihan lain dan mempertimbangkannya dalam pengambilan keputusan. 16. Mempertimbangkan semua pemangku kepentingan atau sebagiannya dalam pengambilan keputusan. 17. Menyatakan argumen dan kontek untuk apa argumen itu. 18. Menggunakan bukti secara benar. 19. Menyusun argumen secara logis dan kohesif. 20. Menghindari unsur-unsur luar dalam penyusunan argumen. 21. Menunjukkan bukti untuk mendukung argumen yang meyakinkan.

16 Menurut Ennis (1989) terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis (KBKr) yang dikelompokkan dalam lima kelompok keterampilan berpikir. Kelima kelompok keterampilan tersebut adalah: memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Adapun kedua belas indikator tersebut adalah: 1. Memfokuskan pertanyaan. 2. Menganalisis argumen. 3. Bertanya dan menjawab pertanyaan. 4. Mempertimbangkan kredibilitas sumber. 5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi. 7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi. 8. Membuat dan mempertimbangkan hasil keputusan. 9. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi. 10. Mengidentifikasi asumsi. 11. Memutuskan suatu tindakan. 12. Berinteraksi dengan orang lain. Pada penelitian ini, indikator yang dikembangkan adalah : Tabel 2. Indikator Keterampilan berpikir kritis yang dilatihkan No Kelompok Indikator Sub Indikator 1 Membangun kemampuan dasar mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Kemampuan memberikan alasan 2 Menyimpulkan mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi Menginterpretasi suatu pernyataan

17 D. Konsep Menurut Dahar (1996), konsep merupakan kategori-kategori yang kita berikan pada stimulus-stimulus yang ada di lingkungan kita. Konsep-konsep menyediakan skema-skema terorganisasi untuk menentukan hubungan di dalam dan di antara kategori-kategori. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasigeneralisasi. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan. Lebih lanjut lagi, Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Prosedur ini telah digunakan secara luas oleh Markle dan Tieman serta Klausemer dkk. Analisis konsep dilakukan melalui tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh.

Tabel 3. Analisis konsep materi larutan dan non Label Definisi konsep Jenis Atribut Posisi konsep Contoh Non contoh konsep (1) (2) konsep Kritis (4) Variabel (5) Super Koordinat Sub ordinat (9) (10) (3) ordinat (6) (7) (8) Larutan Campuran homogen terdiri dari Konsep sifat materi campuran campuran dua zat atau lebih, dimana salah konkrit zat menghantark zat tunggal garam antara minyak satunya bertindak sebagai zat terlarut an listrik non dan air terlarut sedangkan yang lainnya zat gula campuran sebagai zat pelarut dan pelarut asam susu dengan mempunyai sifat dapat basa NaOH air menghantarkan arus listrik () atau tidak dapat garam menghantarkan listrik (non ). Larutan Larutan yang dapat Konsep jumlah ion non air menghantarkan listrik, ditandai konkrit kerapatan kuat NaCl gula dengan timbulnya gelembung gas ion dalam air sertanyala lampu pada HCl tester yang dapat bersifat kuat lemah alkohol dalam

19 kuat atau H 2 SO 4 air lemah. lemah Larutan Larutan yang dapat Konsep konsentrasi urea menghantarkan listrik ditandai konkrit larutan NaCl gula kuat dengan timbulnya gelembung gas kuat jumlah ion lemah dan nyala lampu yang terang pada kerapatan HCl tester. ion Larutan Larutan yang dapat Konsep konsentrasi alkohol menghantarkan listrik ditandai konkrit larutan CH 3 COO lemah dengan timbulnya gelembung gas lemah jumlah ion kuat H dan nyala lampu yang redup atau kerapatan hanya timbul gelembung gas pada ion tester. Larutan Larutran yang tidak dapat Konsep jumlah ion urea HCl non menghantarkan listrik, ditandai konkrit non kerapatan NaCl dengan lampu tidak menyala dan ion gula tidak adanya gelembung gas pada alkohol tester.

20 E. Kemampuan Kognitif Siswa Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006). Lebih lanjut Nasution (Winarni 2006) mengemukakan bahwa secara alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, menengah, dan rendah. Menurut Anderson dan Pearson (Winarni 2006), apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari. F. Kerangka Pemikiran Tingkat kemampuan kognitif siswa dipengaruhi dengan perencanaan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan. Siswa dengan kemampuan kognitif tinggi akan memperoleh hasil yang tinggi pula. Pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori secara verbal tanpa memberikan pengalaman bagaimana proses ditemukannya konsep, hukum, dan teori tersebut sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri

21 siswa. Pembelajaran dengan penerapan model problem based leaning pada materi larutan dan non memiliki beberapa kelebihan antara lain, dapat meningkatkan semangat belajar siswa karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran dalam artian siswa lebih mendominasi dibandingkan guru sehingga siswa dapat mengembang-kan ide-ide atau daya pikir yang mereka miliki dan membantu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, dimana akhirnya meningkatkan semangat guru dan siswa untuk belajar, pembelajaran akan menjadi lebih bermakna karena pembelajaran dilakukan secara bertahap dimulai dari Introduction (Pemunculan Masalah). Pada tahap ini siswa disajikan suatu masalah yang harus mereka selesaikan. Selanjutnya Inquiry & Self-Directed Study. Siswa dengan bimbingan guru mencari solusi untuk masalah yang disajikan. Pada tahap ini siswa diposisikan sebagai problem solver. Siswa mencari materi-materi yang relevan dengan masalah yang disajikan. Informasi yang mereka peroleh digunakan untuk menemukan solusi dari masalah yang disajikan. Pada akhirnya siswa akan membuat suatu hipotesis mengenai solusi dari masalah tersebut. Selanjutnya Revisiting The Hypotheses. Hipotesis yang dibuat oleh siswa kemudian direvisi lagi atau diperkuat lagi dengan cara mencari informasi tambahan di luar proses pembelajaran. Informasi tambahan tersebut dikonsultasikan kepada guru. Dari hasil pencarian informasi tambahan, hipotesis yang mereka buat diharapkan menjadi lebih kuat. Hipotesis yang mereka buat kemudian diuji kebenarannya. Self Evaluation. Tahap ini dilakukan setelah hipotesis diuji kebenarannya. Siswa mendiskusikan hasil dari hipotesis tersebut. Hal-hal yang didiskusian termasuk materi-materi yang mendukung dari hipotesis tersebut. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Dengan

22 berpikir apabila pembelajaran dengan penerapan model problem based learning pada pembelajaran kimia dikelas diharapkan siswa dapat melatihkan kemampuan memberikan alasan dan menginterpretasi suatu pernyataan sehingga keterampilan berpikir kritis siswa akan tinggi sebanding dengan semakin tinggi-nya kemampuan kognitif siswa. G. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah siswa kelas X 1 di SMA Negeri 1 Sidomulyo tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subjek penelitian mempunyai tingkat kemampuan kognitif yang heterogen. H. Hipotesis Umum Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah semakin tinggi kemampuan kognitif siswa, maka akan semakin tingi pula kemampuan siswa dalam memberikan alasan dan menginterpretasi suatu pernyataan.