! 1! BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia, karena tumbuh kembang anak ditentukan kondisinya dimasa janin dalam kandungan. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan dari Millenium Development Goal s (MDG s) dimana salah satu targetnya adalah angka kematian ibu (AKI) yang dicapai dari tahun 1990 sampai tahun 2015 berkurang ¾ dari resiko jumlah kematian ibu. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang dihadapi berbagai negara di dunia terutama negara ASEAN seperti Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina (Depkes, 2007). Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan Millenium Development Goals (MDG s) untuk tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menurun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, AKI di Sumatera Utara sebesar 328/100.000 kelahiran hidup, angka ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional hasil sensus penduduk 2010 sebesar 259/100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Indonesia masih cukup tinggi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia (Depkes, 2012). Penyebab peningkatan AKI dapat langsung maupun tidak langsung. Menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab langsung kematian ibu terbanyak masih didominasi perdarahan (28%), disusul hipertensi dalam kehamilan (24%), Infeksi (11%), partus lama (5%), komplikasi puerperium (8%), Abortus (5%), trauma obstetric (5%), Emboli obstetric (3%), dan lain-lain (11%). Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebab yang mendominasi kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, dan
! 2! infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung kematian ibu karena masih banyaknya kasus 3 Terlambat yaitu terlambat mengenali bahaya persalinan dan mengambil keputusan, terlambat merujuk, terlambat mendapat pertolongan, dan 4 Terlalu yaitu terlalu tua hamil, terlalu muda untuk hamil, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat kehamilan (Riskesdas, 2010). Departemen kesehatan telah menyusun rencana strategis jangka panjang upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Rencana strategis ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang baik untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan nama Making Pregnancy Safer (MPS). Rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer (MPS di Indonesia tahun 2001-2015 menyebutkan bahwa, dalam konteks Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia sehat adalah ditetapkannya misi pembangunan kesehatan yang salah satunya adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, dengan sasaran meningkatkan jumlah penduduk mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, sehingga untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat, salah satu program unggulan yaitu program perbaikan gizi (Depkes RI, 2012). Di negara berkembang, termasuk Indonesia, masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Masalah gizi merupakan penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung yang sebenarnya masih dapat dicegah. Rendahnya status gizi ibu hamil selama kehamilan dapat mengakibatkan berbagai dampak tidak baik bagi ibu dan bayi, diantaranya adalah bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR mempunyai peluang meninggal 10 20 kali lebih besar daripada bayi yang lahir dengan berat lahir cukup. Oleh karena itu, perlu adanya deteksi dini dalam kehamilan yang dapat mencerminkan pertumbuhan janin melalui penilaian status gizi ibu hamil (Chairunita, Hardiansyah, Dwiriani, 2006). Menurut Arisman (2010) kebutuhan gizi ibu selama hamil akan meningkat, yaitu kebutuhan akan protein meningkat sampai 68%, asam folat 100%, kalsium 50%, dan zat besi 200-300%.
! 3! Gizi tentu berkaitan dengan pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi hak asasi setiap individu. Salah satu penilaian pemenuhan dan kecukupan nutrisi adalah ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi. Fokus ketahanan pangan tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi juga penyediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumah tangga bahkan individu dalam memenuhi kebutuhan gizinya (Mustofa, 2012). Ketahanan pangan rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) karena berawal dari sinilah kita dapat menentukan bagaimana keadaan pangan pada keluarga. Apakah cukup, aman, bermutu, dan bergizi. Berdasarkan International Congres of Nutrition (ICN) ketahanan pangan tingkat keluarga (household food security) adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari- hari. Di Indonesia terdapat sekitar 6% penduduk yang menderita kelaparan yaitu sekitar 12 juta 600 ribu orang penduduk Indonesia menderita kelaparan. Tidak menutup kemungkinan dari 6% penduduk tersebut dijumpai ibu hamil. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara sebanyak 1.378.400 jiwa (10.41 %) dan di Kota Binjai sebanyak 6.976 jiwa dan didominasi daerah Kecamatan Binjai Selatan. Diperkirakan rumah tangga yang mengalami kelaparan akan meningkat dengan berbagai sebab yang diakibatkan oleh keadaan sosial ekonomi masyarakat yang akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat dan akhirnya dapat menyebabkan kerawanan pangan keluarga (Depkes, 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut diketahui bahwa masih kurangnya kesadaran ibu hamil akan gizi dan kesehatan, dimana angka kematian ibu masih tinggi di Sumatera Utara. Begitu pula dengan angka kemiskinan yang tinggi di Sumatera Utara, berbanding terbalik dengan ketahanan pangan khususnya ketahanan pangan keluarga. Tentunya ketahanan pangan akan mempengaruhi kesehatan. Berdasarkan hasil survei peneliti, peneliti bermaksud melakukan kajian
! 4! pengetahuan, hubungan ketahanan pangan keluarga dengan status gizi dan ibu hamil di Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2014. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : apakah ada hubungan ketahanan pangan tingkat keluarga dengan anemia, kurang energi kronis, dan preeklamsia ibu hamil di Kecamatan Binjai Selatan. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan ketahanan pangan keluarga dengan anemia, kurang energi kronis, dan preeklamsia ibu hamil di Kecamatan Binjai Selatan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik sosiodemografi ibu hamil di Kecamatan Binjai Selatan (umur, jumlah kehamilan, pendapatan). 2. Untuk mengetahui bagaimana ketahanan pangan tingkat keluarga ibu hamil di Kecamatan Binjai Selatan, apakah tahan atau rawan pangan. 3. Untuk mengetahui anemia, kurang energi kronis, dan preeklamsia ibu hamil di Kecamatan Binjai Selatan. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti: meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai hubungan ketahanan pangan keluarga dengan anemia, kurang energi kronis, dan preeklamsia, di Kecamatan Binjai Selatan tahun 2014 dan dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti lain.
! 5! 2. Bagi masyarakat: dengan mengetahui hubungan ketahanan pangan keluarga dengan anemia, kurang energi kronis, dan preeklamsia diharapkan dapat meningkatkan kesadaran ibu hamil akan pentingnya ketersediaan pangan. 3. Bagi institusi pendidikan: memberikan kontribusi ilmiah mengenai hubungan ketahanan pangan keeluaga dengan anemia, kurang energi kronis, dan preeklamsia ibu hamil.! 4. Bagi pemerintah: sebagai masukan dan membantu pemerintah untuk menngurangi peningkatan angka kematian ibu dan angka kematian bayi.